#6 . Aku dan Hijau
https://youtu.be/-ZpTuQsfU4o
Ada saatnya terkadang kita terlalu peka pada dunia. Ketika waktu itu tiba, bahkan lalat yang terbangpun akan terasa menakjubkan dan dunia ini terlalu ajaib untuk dimengerti.
Seperti hari ini, saat aku merasakan detik-detik itu dimana angin seolah berbisik dan dedaunan seakan memanduku memasuki sebuah dunia yang benar-benar berbeda. Tidak ada yang berbeda dengan hari ini sebetulnya. Aku masih pendiam, seperti biasa. Juga masih merasa iri dengan kerumunan orang yang mampu dengan mudahnya berbicara satu sama lain.
Tidak ada yang istimewa ketika aku bangun pagi ini. Bahkan ketika aku menyusuri peron stasiun tadi pagi, segalanya masih terasa normal. Kesibukan orang-orang di stasiun masih menenggelamkanku pada ketidaksibukanku sendiri. Kekosongan itu masih terasa.
Tapi tidak dengan sekarang.
Saat aku melihat betapa hijaunya lapangan di depan mataku. Hijaunya begitu indah. Rerumputan itu sangat membius. Mereka seakan menyerahkan diri secara total untuk menjadi penyegar bagi mata-mata yang memandang ke hamparan hijaunya yang luas.
Hanya sesaat.
Semuanya hanya sesaat.
Kulepas sepatu yang membalut kakiku, kubiarkan aspal jalan bersentuhan dengan telapak kakiku. Dingin. Meski begitu aku tidak takut, tidak ragu, hijaunya rumput itu membiusku. Menggerakkan kakiku pada kelembutan yang kupercaya akan kudapatkan saat nanti menyentuhnya.
Aku berjalan tanpa alas kaki menuju ke lapangan hijau itu. Kelas pertamaku baru akan dimulai setengah jam lagi, tentu tidak masalah jika aku mencoba sebentar berlari di lapangan baru ini. Aku percaya jika siang nanti, akan banyak manusia-manusia yang akan berdiri di atasnya, dan aku benci keramaian. Kapan lagi kesempatanku bercengkrama dengan hijau-hijau indah ini kalau tidak sekarang?
Selangkah lagi .. tinggal selangkah lagi ... dan ....
Ini aneh.
Rerumputan ini berbeda. Ada yang salah. Mereka ... mereka ..... sama sepertiku.
Kakiku lemas seketika dan itu membuatku jatuh terduduk detik itu juga. Rok kotak-kotak yang kupakai menyentuh rerumputan ini. Damn it! Apa dunia sedang mengolok-olokku saat ini?
Rerumputan yang indah ini sama sepertiku. Mereka dingin, lembap, dan tidak bernapas. Artifisial, jelas sama denganku. Dan aku benci. Dari seluruh hal yang ada di sekolah ini kenapa rerumputan ini bahkan sama palsunya dengan diriku?
Mengapa keindahan ini cuma sebuah kepalsuan saja? Bahkan mereka ingin meledekku? Kejam.
Ah ... setidaknya aku menemukan teman.
"Apa kalian juga ingin bernapas?" tanganku menyentuh dinginnya rerumputan di sebelah kakiku.
"Apa kalian pernah berharap bisa hidup juga sepertiku? Kalian pasti iri dengan rumput yang tumbuh di trotoar itu, kan? Meskipun kecil dan tidak indah ... setidaknya mereka hidup, tumbuh, dan real..." tanganku masih mencoba merasakan sedikit saja tanda kehidupan dari rerumputan itu. Tidak ada. Sayang sekali tidak ada.
Inilah. Inilah saat di mana bahkan rerumputan paslu di lapangan baru sekolah kalian bisa menjadi begitu menyedihkan. Di antara semua yang indah, mengapa mereka harus menjadi yang palsu dan tidak hidup.
Sepertiku yang penuh kepalsuan. Mimpi palsu menjadi siswi terpintar, mimpi palsu menerima beasiswa dan bersekolah di tempat yang nyaman, kehidupan palsu yang selalu berulang seperti tidak pernah selesai. Semuanya membingungkan hingga membuat batas antara realita, mimpi, dan kepalsuan jadi tidak kentara.
Iri. Bahkan sekali lagi aku cemburu. Pada rerumputan di trotoar sana. Mereka tidak seindah kami. Tapi setidaknya mereka bernapas.
Aku ingin bernapas. Sekali saja.
-oOo-
Maret 2015
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top