#3 & #4 'TUTU'
Kopi Hitam, Tutu, dan Himalaya
Aku suka kamu seperti kopi hitam. Aku suka kopi hitam seperti aku suka kamu. Hingga hari ini, di tengah rintik hujan, kelabu awan, serta kuningnya matahari yang tersembunyi, aku masih mengenang kamu. Bahkan dalam mimpi masih pula bayanganmu terlintas.
Sudah berapa tahun ini? Satu dasawarsa? Sepuluh tahun? Kamu pernah berlari tapi aku tidak pernah pergi. Meski yang nampak dari kejauhan justru sebaliknya, kamu menepi aku pergi dari sisi. Tahu sama tahu, kita bukan begitu.
Sore ini sambil mendengar rintik hujan, ditemani seruput kopi, aku mengenang kamu. Kopi hitam pertamaku, dirimu. Buat kamu kopi hitamku, aku relakan detik ini bernostalgia dengan waktu. Kembali pada masa dulu di mana kita masih lugu.
Kamu, kopi hitam pertamaku, menyatakan betapa inginnya kamu berputar selalu dengan en pointe-mu. Kamu, kopi hitam pertamaku, menunjukkan sebesar apa cintamu pada tutu dan character. Tak urung aku cemburu, pada benda mati itu. Bukan hanya karena mereka mendapatkan cintamu, namun juga karena mereka mengubah kopi pertamaku menjadi teh lemon hangat yang manis.
Kamu, kopi hitam pertamaku, sudah berkembang jauh terbang begitu dasyatnya. Apa mampu aku turut serta berjalan di sisimu. Bersama tutu dan pointe sepuluh tahun ini, kamu jelas bukan lagi kopi hitam pertamaku yang dulu. Meski bersama hujan aku mengenang kamu, kopi hitam pertamaku, turut menangis sepuluh tahun lalu karena tidak bisa mendapatkan pointe-mu, aku tidak tinggal diam. Tangismu adalah tangisku, dan bahkan himalaya akan kudaki demi tangismu agar pergi.
Kini bersama hujan aku mengenang kamu, kopi hitam pertamaku, turut berurai air mata sepuluh tahun lalu setelah kubelikan kamu tutu dan pointe pertamamu. Sudah kukatakan, apapun demi kamu, kopi hitamku. Maka kini setelah sepuluh tahun lamanya, kamu sudah berjalan pergi bersama tutu dan pointe menuju panggung penuh sinar. Aku cukup di sini mengenang kopi hitam pertamaku.
Karena meski himalaya sudah kutaklukan demi kamu, namun kamu tetap tidak bisa di sisi.
Karena apalah arti himalaya jika tak bisa kutaklukan mimpi terbesarku.
Mewujudkan mimpi terbesarmu.
Karena kamu adalah nikmat dalam kepahitan, tenaga dalam kelemahan, seperti kopi hitam. Setelah sembilan bulan kukecap sulitnya menjaga kehidupan, kamu dihadirkan oleh Tuhan. Kopi hitam pertamaku, teruslah berputar menari dan menaklukan himalaya. Himalaya milikmu.
***
Tutu, Pointe dan Cinta
Yang hadir di dunia adalah makhluk-makhluk yang seharusnya bersuka. Bersuka karena betapa besar keajaiban Tuhan mengadakan sosok-sosoknya ke dunia. Seperti aku bersuka pada setiap yang kuterima. Bersuka pada kenyataan bahwa hidup tidak selamanya tentang bahagia.
Adalah dia menghapus air mataku, mengusap kepalaku, menjadikan aku ada. Kehadirannya tidak terelakkan dalam hidupku, mengubah diriku. Keberadaannya menghantarkanku pada cinta yang kukenal hingga saat ini. Cinta untuknya serta untuk tutu dan pointe. Balet adalah hidupku, sementara dia adalah napasku. Tanpa napas apalah hidup ini? Ketidakberadaan bukan?
Mimpi terbesarku adalah membahagiakannya melalu tutu dan pointe yang kumiliki. Karena berdua kamu adalah satu tim yang solid. Selamanya kami berdua sejak awal mula. Dia detak jantungku, tiada yang lain.
Ibu.
Tiada yang lain.
Terimakasih kuucapkan.
Ayah.
Meski tak pernah kulihat.
Kan kujaga Ibu.
Dari sini.
Dengan tutu, pointe serta cinta.
Sempurna mereka semua menggambar di kertas hidupku.
Terimakasih.
***
dibuat tanggal 5 Agustus 2015 untuk #FF2in1 dari nulisbuku.com
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top