#15 . Seronegative

"Sejak kapan?"

"Hah?"

Oke mungkin aku memang sudah keterlaluan. Laki-laki di depanku ini baru saja menceramahiku tentang perbedaan 'date' dan 'pacar' saat tiba-tiba aku menjadi kesal dan mengatakan bahwa jelas saja dia tidak akan pernah melihat diriku sebagai 'prospek' karena yang dia inginkan sama yaitu kebebasan dan bukan sebuah keputusan untuk melangkah jauh. Aku menghargai orang yang serius dalam setiap hubungan yang dia jalani. Maka ketika untuk kesekian kalinya lagi laki-laki ini menjelaskan padaku bahwa alasan dia mendepak lagi seorang wanita adalah karena memang mereka hanya berstatus 'date' dan bukan 'pacar'. DI MANA LETAK PERBEDAANNYA???

Astaga. Kurasa uratku bisa putus jika terus memikirkan temanku yang satu ini.

"Nola? Sejak kapan?" sekali lagi pria ini mengulang pertanyaannya.

Aku benar-benar tidak mengerti maksudnya.

"Apa sih? Nggak ngerti gua sama pertanyaan lo, Rommy.."

"Sejak kapan lo mulai berpikir untuk menjadi prospek gua? Lo.. sejak kapan lo berpikir kalau gua dan elo bisa jalan bareng sebagai 'date' atau 'pacar' ?"

OKE. Sepertinya ada miskomunikasi di sini. Memangnya tadi aku menyebut-nyebut soal menjadi pacar dia ya? ADUH! Mulutku ini memang benar-benar deh!

"Bukan itu maksud gua.."

"Terus?" ada pandangan mengejek dari kedua sudut mata Rommy yang tidak sama sekali kusukai.

"Nggak tau ah, Rom. Pusing. Gua mau balik aja, masih banyak yang perlu dikerjain daripada cuma ngeladenin kebiasaan gila lo gonta-ganti cewek kayang ganti celana dalem!"

"Ohya?" pandangan mengejek itu masih tersisa di matanya yang indah, hitam dan dalam, "Memang kerjaan apa yang lebih penting daripada ngurusin cowok kesayangan lo ini?"

Aku mendengus. Cowok kesayangan katanya? Neraka harus berubah jadi surga dulu baru dia bisa bilang begitu! Sudah hampir sepuluh tahun aku mengenalnya terhitung sejak kami kuliah bersama dan aku tidak pernah merasa bahwa playboy satu ini adalah cowok kesayanganku. Setidaknya tidak perlu menggunakan kata cowok yang berkonotasi 'laki-laki milik'. Cukup kesayangan saja. Ya, dia memang kesayanganku. Sejak dulu. Tapi dia bukan milikku. Bukan milik siapapun. Rommy adalah makhluk dari luar angkasa yang tidak memerlukan orang lain dalam hidupnya. Nama tengahnya indepedent. Dia mandiri dan berdiri sendiri.

Tidak sepertiku. Aku butuh orang lain. Aku butuh mencari permasalahan orang lain, mendengarkannya, menjadi jalan keluarnya, sehingga mampu membuatku melupakan masalahku sendiri.

Serapuh itulah aku. Astaga! Ini keluar dari script yang seharusnya terjadi. Harusnya sekarang aku sudah bangkit berdiri dari dudukku dan kembali ke bilik kantor untuk mengerjakan beberapa design penetrasi pasar yang belum selesai kukerjakan. Lihat, sekarang aku justru masih mengonggrok di cafetaria bersama Si gila Rommy dan bengong.

"Ngelamunin apa sih, Nola? Mikirin gua ya?" Rommy sekali lagi meledekku. Gerah sekali aku mendengarnya.

"Berisik banget sih lo! Kepedan tahu nggak? Emang lo pikir semua cewek mau sama lo? Nggak semua, Rommy. Nggak semua cewek perlu menghabiskan waktunya cuma buat mikirin lo!" aku bangkit berdiri dengan kesal dan mulai berjalan melewatinya yang masih terduduk.

Langkahku terhenti. Rommy menahan tanganku dengan tangannya.

"Sudah sepuluh tahun, Nola. Gua gak yakin selama sepuluh tahun ini nggak pernah sedikit pun lo berharap bisa jadi milik gua?" tanyanya dengan nada yang terdengar getir dan membuat bulu kudukku bergidik ngeri.

"Pertama, gua bukan barang yang bisa dimilikki kayak givenchy yang ada di meja gua. Kedua, lo jelas tahu gua memang nggak akan menjadi milik siapapun. In case you forget I'm a HEPS. Seronegative. Dink Donk The Bell Rang! Meskipun nggak terkena AIDS tapi ada virus HIV di tubuh gua. Dan meskipun virus sedang tidur dan nggak berefek apapun pada kesehatan gua tapi dia tetap masih bisa menyebar dan membunuh siapapun yang tertular dari tubuh gua. Understood?" aku berucap tak kalah getir dan lirih. Tega sekali dia membuatku harus mengingat lagi kutukan yang kuterima itu.

Tanpa melepaskan pegangannya yang erat di tanganku, Rommy bangkit berdiri dari duduknya dan tanpa ekspektasi sama sekali, dia memelukku, mendekapku dengan erat. Ya Tuhan, aku mau mati saja.

"Bagaimana kalau gua yang membuka penawaran? Gua bisa hidup selibat asal hidup itu gua jalanin sama lo. Gua bisa memperbaiki hati lo dan lo bisa memperbaiki kehidupan gua yang sudah banyak terbuang percuma. Lo tertarik?" Rommy berbisik kecil dan aku semakin merinding.

INI IDE GILA. Laki-laki mana yang mau hidup selibat? Laki-laki seperti Rommy? Sepertinya neraka memang sudah berubah jadi surga.

"Rom, bisa lepasin? Masih ada beberapa orang di kafetaria ini dan gua nggak mau ada gossip menyebar sore nanti.."

"Jawab dulu baru gua lepas.."

Aku mendesah panjang. Kenapa anak ini berubah tiba-tiba sih? Kenapa dia tidak tetap saja menjadi Rommy yang asyik, seru, dan penuh karisma seperti yang kukenal sebelumnya?

"Rommy. Elo tahu sejak awal gua nggak berniat menjalin hubungan dengan siapapun.."

"Karena penyakit lo?"

"Bukan!" aku menjawab cepat, "Karena semua laki-laki itu sama aja, Rom. Elo tahu kan kenapa gua bisa tertular HIV meskipun negative? Karena bokap gua ternyata selingkuh dengan entah wanita mana, menulari nyokap dan akhirnya menulari gua yang waktu itu dikandung nyokap. Lo tahu kayak apa perasaan anak umur sepuluh tahun yang harus kehilangan orangtuanya karena AIDS? karena perselingkuhan gila yang nggak gua mengerti? I JUST CAN'T. AND I DON'T UNDERSTAND HOW CAN YOU NOT KNOW THAT AFTER OUR 10 YEARS FRIENDSHIP..."

Rommy mengeratkan pelukannya membuatku serasa kehabisan nafas.

"Itulah, Nola. Itulah kenapa gua mau kita bareng. Karena gua nggak sanggup lo terus-terusan begini. I'm not your daddy. Jadi gua nggak akan mengkhianati lo.."

"Why did you do this?"

"Entah. Mungkin karena gua sayang sama lo. Gua cinta sama lo. Gua nggak kuat lihat lo terus-terusan terpuruk dengan rasa sakit hati lo itu.."

"Thanks but no thanks. Itu jawaban gua. Gua harap lo nggak menghubungi gua dulu sampai lo sadar kalo yang lo minta sekarang itu ide tergila yang udah menyakiti gua..."

Kasar aku menghentakkan pelukannya. Terlpas. Aku sudah terlepas darinya dan ada banyak rasa kehilangan yang mendadak berkumpul di hatiku membuat nafasku semakin sesak.

Cepat aku berjalan keluar dari kafetaria. Aku harus bisa meninggalkan memori tadi di belakang. Rommy hanya sedang stress. Ya.. aku tahu.. dia memang gila sejenak tadi. Ya Tuhan.. jangan sekarang Tuhan. Aku harus tetap meneguhkan hatiku dan melupakan kalau tadi Rommy baru saja membuat jantungku hampir copot.

Aku... tidak.. akan pernah... tidak.. Aku tidak boleh jatuh cinta. Pada Rommy... Pada siapapun.

Ya.. aku menagis sekarang. Tuhan.. tolong..

***

*HEPS : highly exposed persistently seronegative - terinfeksi HIV namun virus tersebut tidak aktif di dalam tubuh hosting. Jadi penderitanya tidak benar-benar terkena HIV/AIDS hanya saja dia berpotensi menularkan. Kejadian ini pertama ditemukan pada seorang wanita di Gibon.

** Selibat : hidup tanpa melakukan aktivitas badaniah. 

Agustus, 2013

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top