Bab 9. Lets Break Up

Selamat Membaca

nb : minta tolong tandain typo ya.. dan jangan lupa vote dan komentar;)

_____________________________________

Bab 9. Lets Break Up

Kadang, cinta itu butuh kerja sama. Biar salah-satunya nggak capek, nggak bosan, nggak berhenti, dan nggak keluar dari lingkaran cinta itu.

***

Halo Kak Nirbita. Maaf ya dari kemarin aku sama mama spam chat dan telfon terus. Aku cuma bingung dan pengin tahu penjelasannya dari sisi kakak.
Kemarin kak Raiden bilang kalau kalian putus. Katanya udah nggak cocok dan sekarang kak Raiden udah sama kak Aruna. Kakak nggak apa-apa?

Terus, kita kan udah ada agenda buat nonton konser JB kalau tour di Jakarta suatu saat nanti. Aku nggak tau itu bakal terealisasi atau nggak yang jelas aku mau hubungan kita selalu baik-baik aja meskipun itu mungkin bakal sulit buat kakak.

Aku harap, yang putus cuma hubungan kakak sama kak Raiden aja, bukan hubungan kakak dengan keluarga sini. Soalnya, aku, mama, dan papa sayang banget sama kak Nirbita.

Baik-baik ya kak. Kalau ada apapun, kita siap bantuin selagi mampu. Terus, mewakili kak Raiden, aku minta maaf kalau dia ada salah dan bikin kakak sakit hati.

Aku berdoa semoga kakak dapat orang yang lebih baik dari kak Raiden bangsat.

Love, Greesa.

Nirbita hanya memandang kosong roomchatnya dengan Greesa. Sejak semalam, adik Raiden itu tidak berhenti menghubunginya dan Nirbita bingung harus menjawab apa karena pada kenyataannya, ia belum putus dengan Raiden. Terlebih soal Aruna, ia benar-benar clueless.

Nirbita sudah mencoba konfirmasi ke Raiden dengan meneruskan pesan panjang itu namun hingga sekarang ia belum mendapat jawaban.

Suara getaran ponsel yang beradu dengan meja membuyarkan lamunan.

Greesa menelepon lagi.

Kalah dengan perasaannya, Nirbita menggeser ikon hijau di layar.

"Kak.."

Nirbita mengembuskan napas pelan. "Ya, Gree?"

"Makasih udah angkat telfonnya dan mau ngomong sama Gree."

Nirbita memaksakan senyumnya. Ia mencoba untuk tidak terbawa suasana. Sebisa mungkin tetap tenang meskipun kepalanya penuh akan pertanyaan mengapa Raiden berbohong soal hubungan mereka.

"Aku tahu ini bukan urusan aku tapi aku sedih banget karena kakak putus sama kak Raiden. Soalnya aku sayang kak Nirbita."

Nirbita tahu, selama ini hubungannya dengan Raiden tidak hanya soal dirinya dan lelaki itu. Tapi lebih. Jadi, ketika semuanya berakhir seperti ini, yang sedih bukan hanya dirinya. "Kakak juga."

Gadis itu memandang ke arah luar. Pada hujan yang turun begitu lebat hari ini. Sekolah dikepung kabut dan ia hanya seorang diri di kelas sebab jam masih menunjukkan pukul setengah 6. Ia memang sengaja berangkat lebih awal karena tidak ingin melihat pertengkaran mama dan papa lebih lama

"Kak... Jangan pernah sungkan buat main ke rumah. Pintu selalu terbuka buat kakak. Sampai kapan pun."

"Pasti, Gree. We never end, kan? Semuanya pasti bakal baik-baik aja dan berjalan kayak... biasanya."

"Aku tahu itu cuma kalimat penenang."

Belum sempat menjawab, suara derap langkah membuat Nirbita menoleh ke arah pintu. Seseorang dengan hoodie hitam masuk dalam keadaan basah kuyup. Lelaki itu tersenyum sekilas ke arahnya lalu beranjak ke kursinya di ujung kelas.

Nirbita mengetuk-ngetuk jarinya ke meja. Berharap suara hujan mampu meredam suaranya, gadis itu berkata, "Untuk sekarang, kakak nggak bisa kasih apapun selain itu. Selain ucapan yang saling nenangin satu sama lain."

"Gree tahu..."

"Makasih buat pengertiannya, Gree."

Obrolan mereka tidak berlangsung lama karena setelahnya, Greesia berpamitan untuk sarapan. Katanya, mama sudah memanggil di ujung tangga.

Dengan helaan napas yang lebih berat dari sebelumnya, Nirbita menyimpan ponselnya kembali di meja. Gadis itu menyandarkan tubuhnya ke kursi.

Hari ini begitu dingin dan menyesakkan.

Pertengkaran mama dan papa. Obrolan emosional dengan Greesa. Lalu kenyataan pahit perihal hubungannya dengan Raiden.

Krak

Suara kursi digeser membuat Nirbita menoleh. Garin datang dengan wajah ditekuk dan rambut setengah basah. Dengan sekali hentakan gadis itu membuka jaketnya dan menyampirkan ke kursi.

"Lo berangkat sama siapa hari ini?" tanya Garin tiba-tiba. Sekarang, gadis itu sudah menghadap penuh ke arah Nirbita.

"Pak Niman. Kenapa?"

"Kok nggak bareng Raiden?"

Nirbita tersenyum kecil, "gue udah jarang minta jemput dia sih. Soalnya lumayan lama kalau masih mampir rumah gue."

"Emang Raiden pindah rumah? Rumahnya masih di Tebet kan? Masih lewatin rumah lo kalau mau ke sekolah," cerocos Garin.

"Iya. Tapi kan gue sering ngaret. Daripada dia nunggu, mending langsung aja."

"Langsung kemana? Langsung ke Jagakarsa buat jemput Aruna?" tanya Garin tajam. Emosinya naik. Ingatannya soal Aruna dan Raiden kembali ke permukaan.

Garin pernah memergoki dua orang itu hampir berciuman. Berkali-kali juga ia melihat Raiden dan Aruna berangkat dan pulang sekolah bersama. Termasuk barusan, saat mereka tidak sengaja berpapasan di koridor depan.

Selama ini, Garin tidak pernah memaksa Nirbita bercerita perihal hubungannya dengan Raiden. Namun, selama itu pula Nirbita menyimpan semuanya sendiri hingga berhasil membuat Garin muak.

Ia benci ketika sahabatnya itu tidak tegas pada dirinya sendiri. Ia benci melihat Nirbita menangis karena kesalahan yang tidak diperbuatnya

Cukup masalah keluarga saja, Garin tidak mau Nirbita terluka perkara manusia sejenis Raiden.

"Gue diem aja selama ini karena hubungan lo dan Raiden bukan urusan gue. Tapi jujur gue kesel kalau lo diem aja kayak gini. Lo berlagak semuanya baik-baik aja padahal Raiden makin seenaknya di luaran sana!" ucap Garin. Ia menarik napas dan mengembuskan pelan. Lo pasti tahu kan kalau dia sering bareng Aruna?!"

Nirbita mengangguk. "Aruna itu anak temennya mama Raiden."

"Persetan deh ya sama fakta itu," kesal Garin. Gadis dengan rambut bergelombang itu kembali mengeluarkan uneg-unegnya. "Sekarang gini deh. Raiden bela-belain anter jemput Aruna padahal rumah mereka berlawanan arah. Sedangkan jemput dan nunggu lo aja nggak bisa. Lo ada masalah apa sih sama Raiden?"

Dari sudut matanya, Nirbita tahu bahwa atensi seseorang di pojok sana mulai teralih padanya. Ia risih sekaligus malu menjadi pusat perhatian.

Nirbita hendak menarik Garin keluar kelas namun tangannya lebih dulu ditepis. "Gue mau cerita. Tapi nggak disini, Rin. Mending di luar aja. Soalnya nggak enak didengerin yang lain," ucap Nirbita pelan.

"Disini cuma ada lo, gue, sama Sekala. Kalau di luar lebih rame. Lo mau masalah lo jadi konsumsi publik?"

Hujan masih belum berhenti. Suaranya gaduhnya melebur dengan cecaran Garin. Gadis itu segera memblokir jalan agar Nirbita tidak kemana-mana. Dengan tatapan tajam yang mengintimidasi, ia berhasil menuntut Nirbita untuk bercerita.

"Raiden minta putus," kata Nirbita pelan. Saking pelannya, Garin harus sedikit maju agar suara sahabatnya itu tidak tersapu angin.

"Terus?"

"Gue nggak mau."

Garin muntab. "Asu. Harga diri, Ta. Jangan kayak nyokap lo!!"

"Lo nggak bakal ngerti, Rin. Gue 4 tahun sama dia. Bahkan gue udah kenal sama keluarganya. Terus, tiba-tiba dia minta putus dengan alasan udah nggak ada rasa. Salah kalau gue nggak mau?!"

"Salah. Salah banget!" jawab Garin cepat "Kalau dia udah nggak cinta sama lo. Lo bisa apa? Nahan dia biar tetep sama lo? Egois namanya! Lo cuma nyakitin diri sendiri. Bahkan nyakitin dia juga!"

Meskipun enggan mengakui, ucapan Garin benar adanya. Nirbita menggigit bibir dalamnya. Ia tidak berani bersitatap dengan orang di hadapannya itu.

"Berhenti, Ta. Kalau lo mau, lo bisa kok dapet yang lebih dari Raiden."

"Tapi gue sayang banget sama Raiden, Rin."

"Lo juga harus sayang sama diri lo sendiri," balas Garin. "Raiden udah nggak cinta sama lo. Dia juga udah mulai terang-terangan jalan sama cewek lain. Lo udah nggak ada apa-apanya, Ta di mata dia."

Nirbita menunduk. Fakta itu telak menggores harga dirinya.

"Gue pernah mergokin Raiden hampir ciuman sama Aruna. Tepat pas lo kabur ke apartemen gue," ungkap Garin. Ia tahu seharusnya menyimpan hal ini sendiri agar tidak menyakiti. Namun, melihat perasaan Nirbita tidak terkontrol untuk lelaki bernama Raiden itu, Garin rasa tidak ada salahnya membongkar semuanya.

"Selama ini gue nggak cerita ke lo karena takut nyakitin lo tapi kali ini lo udah keterlaluan cintanya ke Raiden sampai tutup mata buat kesalahan tuh cowok. Sadar, Ta. Lo nggak perlu nyakitin diri sendiri buat mencintai orang lain."

Nirbita bungkam. Fakta yang Garin ungkap barusan membuat Nirbita jadi tahu alasan Raiden malas menjemputnya waktu itu. Bukan karena hujan seperti yang dikatakannya. Tapi karena Aruna.

Berarti benar. Hubungan Raiden dan Aruna lebih dari sekedar teman. Seperti yang lelaki itu katakan pada keluarganya.

"Gue banyak kurangnya ya, Rin?" Mata Nirbita berkaca-kaca.

"Raiden aja yang kurang bersyukur."

Satu tetes air mata Nirbita jatuh, Garin mendengus. Gadis itu mengeluarkan tissue dari dalam tasnya dan menyodorkan pada Nirbita. "Lo nggak perlu nangisin cowok kayak dia. Hapus!"

Mungkin karena dikuasai emosi, detik berikutnya Garin mengeluarkan kalimat yang menyakitkan.

"Raiden itu tolol. Pergi dari lo pake alasan yang dibuat-buat. Mana perginya ke cewek modelan kayak Aruna. Downgrade banget. Aruna tuh cuma menang popularitas. Mentang-mentang dari keluarga terpandang, sak enake dewe dadi uwong!" ucap Garin dengan suara keras. Sengaja agar Sekala mendengarnya. "Raiden ambek Aruna iku cocok. Podo-podo sampah."

Sekala berdiri. Garin yakin, lelaki itu pasti hendak menghampirinya untuk melakukan pembelaan. Namun, perkiraannya meleset sebab Sekala malah beranjak menuju pintu keluar.

"Kenapa lo keluar? Panas dengerin gue jelek-jelekin adik lo hah?!"

Sekala menghentikan langkahnya dan berbalik. Lelaki itu mengangkat sebelah alisnya sembari menatap Garin. "Lo mau gue gimana?"

"Bilangin adik lo. Jangan gatel jadi cewek!"

Sekala mengangguk. "Ada lagi?"

Garin marah. Gadis itu menatap nyalang Sekala. "Ajarin sopan santun biar nggak asal nyerobot pacar orang."

"Udah?"

Garin diam. Respon santai Sekala justru membuatnya kesal.

"Kalau udah nggak ada, gue pergi nih."

"Sekala!!!"

"Apa lagi?"

"Kon jancok! Podo ambek Aruna!!"

***

Nirbita menatap lurus lelaki di seberang mejanya. Berlatar senja dan gedung-gedung perkantoran, Raiden nampak begitu indah dengan estetika yang dimilikinya. Kemeja flanel yang digunakannya untuk menutupi tubuh nampak menyatu dengan potret epic di belakang. Nirbita suka. Walaupun terlihat jelas gurat bosan di wajah lelaki itu.

Lagu It Will Rain-nya Bruno Mars mengalun pelan seiring terbenamnya mentari. Nirbita merapatkan sweaternya ketika angin berembus membawa dingin. Ia menatap kosong gelas chai latte miliknya yang telah tandas. Mungkin, kalau perasaan Raiden bisa ia lihat, presentase cinta lelaki itu padanya bisa jadi setara dengan minuman itu. Habis tak tersisa, seperti yang Raiden bilang.

Mengenaskan.

Padahal, terakhir kali ke tempat ini mereka dalam keadaan baik-baik saja. Raiden masih mencintainya dengan sepenuh hati. Lelaki itu datang dengan wajah teduh sembari membawa satu bouqet anyelir dan baby breath. Mereka makan malam bersama ditemani redup sinar lampu-lampu gantung juga semilir angin yang menyejukkan.

Nirbita masih ingat, hari itu, Setiabudi dipenuhi hiruk pikuk pertengahan bulan Februari. Suara penyanyi dari dalam terdengar menyerukan pesan-pesan cinta untuk pengunjung, sementara di beberapa sudut ruangan pasangan muda-mudi saling bersenda gurau sebelum benar-benar melewati atmosfir valentine.

Semuanya masih terekam jelas. Bahkan detail kecilnya sekalipun. Lalu, ketika keduanya kembali di tempat yang sama, semuanya berubah.

"Bisa nggak kamu cintai aku sekali lagi?" tanya Nirbita. Hening yang mengukung pecah seketika. Gadis itu menaikkan pandangan, menembus frame kaca mata baca milik lelaki di hadapannya.

Sedangkan Raiden yang tidak siap dengan pertanyaan itu membeku sesaat. Ia pikir, gadis itu mengajaknya bertemu untuk memaki atas beberapa hal yang telah diperbuatnya. Termasuk soal hubungannya dengan Aruna. Namun, yang terjadi justru di luar dugaan.

Sekarang, yang ia lihat hanya seorang gadis dengan pancaran luka di matanya.

"Aku udah coba, Ta. Tapi nggak bisa," jawab Raiden akhirnya.

Nirbita mengangguk, gadis itu tersenyum masam. "Ya udah. Kalau gitu aku mau."

"Mau apa?"

"Putus. Ayo putus. Seperti yang kamu mau."

Raiden menatap Nirbita dalam, seolah mencari keraguan di sana namun ia tidak menemukannya.

"Mungkin kita udah terlalu lama bareng-bareng dan itu bikin kamu jenuh. Aku minta maaf kalau aku belum bisa jadi yang terbaik buat kamu. Belum bisa jadi seperti yang kamu mau."

Raiden tidak memperhitungkan apapun termasuk ketika gadis itu mengulurkan tangan lalu menggenggam jemarinya erat. Ini pertama kalinya. Biasanya, ia yang lebih dulu memulai hal-hal seperti ini. "Aku sayang kamu, Rai. Aku cinta kamu tapi aku tahu itu nggak akan cukup buat kamu saat ini. Karena, semua hal tentang aku mungkin udah ada penggantinya."

Senyum Nirbita tidak pernah lepas ketika mengatakan hal tadi. Gadis itu mengeratkan genggamannya. "Makasih buat waktu dan banyak hal menyenangkan yang udah kamu kasih selama ini. Aku harap, Tuhan balas dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang akan terus mengelilingi kamu."

Raiden masih diam. Lelaki itu bingung harus menanggapi bagaimana. Ia hanya mengamati gerak-gerik Nirbita, mendengar setiap kalimat yang terlontar dari bibirnya. Bahkan, ketika gadis itu berdiri lalu tersenyum lebih lebar dari sebelumnya, ia masih mematung di tempat.

"Buat yang terakhir, boleh nggak aku peluk kamu?"

Awalnya Raiden bingung, namun melihat binar penuh harap itu, ia menanggalkan egonya. Lelaki itu berdiri dan merengkuh Nirbita dalam pelukan.

"Kita masih bisa temenan kan, Rai?"

"Hm."

"Kamu nggak bakal benci aku kan?"

"Nggak."

Nirbita kalah. Air matanya jatuh. Isakannya lolos begitu Raiden mengusap lembut kepalanya.

"Harusnya, kamu nggak perlu bohong soal hubungan kamu sama Aruna, Rai biar aku nggak nahan kamu lebih lama."

Raiden memejamkan matanya. "Kenapa tiba-tiba mau nyerah, Ta?"

"Aku cuma nggak pengin egois dan nahan kamu buat bahagia."

_________________________________

Semoga suka ya!

SPAM FOR NEXT

OH IYAA

Btw, Garin itu blasteran Kanada dan Jawa. Umur 1-7 tahun di Kanada, 8- sampe sekarang di Indonesia. Pas SD sampe kelas 2 SMP di Surabaya. Sekarang menetap di Jakarta. Pokok pindah-pindah gitu deh dari dulu makanya ngomongnya Inggris, Jawa, dan Indonesia wkwk.

Garin Nnandira
_

_______________________

Untuk info update dll, follow instagram :

@everydaywithyupi

@yupitawdr

@nibirtasteria

@sekaladiwangkara

@raidenantasena

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top