Bab 5. Aroma Mimpi dan Pembawa Warna
i cried while writing this part lol but, happy reading guys!!!🤧🤧
nb : jangan lupa vote dan komentar!!
_____________________________________
Bab 5. Aroma Mimpi dan Pembawa Warna
Langit dan laut saling membantu.
Mencipta awan hujan pun turun.
Ketika dunia saling membantu.
Lihat cinta mana yang tak jadi satu.
Sorai, Nadin Amizah
***
DULU, Sekala pernah bermimpi terdampar di sebuah lembah yang indah. Tempatnya begitu teduh karena dikelilingi pegunungan dan bukit-bukit kecil. Lalu, sebuah sungai mengalir deras dari kaki gunung. Airnya jernih, bebatuan dan ikan-ikan terlihat jelas dari permukaan. Jika disentuh, dingin sekali. Lebih dingin dari air yang pernah Sekala rasa sebelumnya. Sebab, selain indah dan teduh, lembah itu juga terkesan... magis
Ada waktu ketika matahari mulai bersembunyi di balik bukit dan suasana mendadak gelap gulita. Lalu, bulan sabit muncul perlahan. Bintang-bintang mulai bertaburan. Dan anehnya, bunga-bunga aster di sela rerumputan ikutan bersinar ketika kunang-kunang hinggap di kelopak mereka. Bersamaan dengan itu, semerbak aroma ilalang dan eulalia kering di sekitar terasa lebih pekat daripada ketika siang.
Di akhir mimpi sebelum Sekala bangun dari tidurnya, ia melihat bintang-bintang itu jatuh menimpa bunga-bunga aster di bawah. Dalam hitungan detik, suasana berubah. Ia melihat matahari terbit, ia mendengar gemercik air beserta cicitan burung kenari, ia mencium aroma aster yang bermekaran di depannya.
Dan mimpi itu adalah mimpi yang paling ia ingat hingga sekarang. Mimpi paling detail, paling nyata, tidak rumpang, tidak acak seperti mimpi biasanya.
Mungkin, jika semesta menghentikan sebuah 'kebetulan' dalam hidupnya, mimpi itu akan hanya sebatas mimpi. Namun sialnya, ketika memasuki SMA di hari pertama, ia bertemu seseorang dengan aroma aster seperti dalam mimpinya. Gadis dengan senyuman seteduh suasana lembah, dengan mata kelabu dan rambut sepekat malam ketika bulan terjun begitu saja.
Sejak saat itu, entah bagaimana cara perasaannya bekerja, Sekala menjatuhkan hatinya pada gadis jelmaan mimpinya itu.
Namanya Nirbita Asteria Gantari.
Sekala memang tidak memiliki banyak moment mengesankan dengan gadis itu, sekalipun sudah dua tahun lebih mereka berada di ruang kelas yang sama. Karena, bagi Sekala, Nirbita ibarat langit. Indah tapi cuma bisa dilihat dari jauh. Tidak bisa disentuh, apalagi dimiliki.
Lalu, jika Nirbita adalah langit, lantas Sekala apa?
Jawabannya adalah lautan.
Sebab, Sekala tidak seluas butala, tidak seindah sudut-sudut bumi. Ia hanya bentangan air yang terlihat tenang dan indah permukaannya. Namun, di dalam dirinya ada banyak sekali pergolakan yang menciptakan ombak beserta ruang-ruang hitam.
Selain memang menggambarkan dirinya, lautan memang pas untuknya jika Nirbita adalah langit.
Tahu analogi merah jambu tentang langit dan lautan?
Mereka nampak dekat di garis horizon namun pada kenyataannya terbentang jarak ribuan mil. Keduanya hanya bisa bersentuhan jika berhasil melewati prosesi pembentukan hujan. Setelah itu selesai. Sama halnya seperti obrolan pertama Sekala dan Nirbita dahulu...
Saat itu Nirbita panik karena lupa membawa salah-satu atribut MOS di hari pertama. Lalu, seperti di cerita-cerita romansa, Sekala memberikan miliknya dengan alasan, ia membawa lebih. Dan dialog hari itu diakhiri dengan senyuman serta ucapan terimakasih dari Nirbita. Setelahnya, mereka selesai. Meskipun, di hari-hari berikutnya, Sekala masih bergumul dengan rasa penasaran dan berusaha mendekati gadis itu dengan cara basi.
Namun, puncak dari segala hal yang membuat Sekala mundur perlahan adalah kejadian di hari terakhir mereka menjalani masa orientasi siswa.
Keributan di parkiran pagi itu membuat murid-murid berkumpul karena penasaran. Disana, Nirbita menangis. Gadis itu bersembunyi di balik punggung siswa kelas 10 yang Sekala tahu namanya Raiden. Raiden Antasena Sandyakala. Ia sempat berkenalan dengan lelaki itu ketika pendaftaran sekolah dulu karena ternyata kedua mama mereka bersahabat.
Kasak-kusuk di sekitar membuatnya tahu beberapa hal. Pertama, tentang Nirbita yang hampir dilecehkan kakak kelas karena melawan ketika di cat calling, kedua tentang Raiden yang mengamuk dan menghajar pelakunya, ketiga tentang kenyataan bahwa Nirbita adalah pacar Raiden sejak SMP.
Mulai hari itu, Sekala memilih untuk berhenti dan mengamati dari jauh. Ia menghargai hubungan Nirbita dengan Raiden sekalipun, segala yang ada pada pikirannya masih tentang gadis itu.
Brak
Sekala tersentak dari lamunan begitu mendengar suara pintu mobil ditutup. Atensinya teralih pada Audi A4 di depan gerbang rumah. Dari sela-sela besi, ia melihat dua orang turun. Kemudian, keduanya terlihat asik berbincang cukup lama. Sekala tidak tahu dan tidak ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan, hanya saja satu gerakan singkat cukup membuatnya kaget. Mereka berciuman.
Saat mobil kembali melaju dan salah-satu dari orang tadi memasuki rumah, Sekala berdiri, membuat kursi yang di dudukinya berdecit. Ia beranjak ke ujung tangga teras untuk mencegat.
Begitu mereka bertemu, Sekala langsung menghalangi jalannya agar orang di depannya itu tidak bisa masuk rumah.
"Bisa nggak Kak Sekala minggir? Aku mau lewat!"
"Bisa nggak lo stop berhubungan sama Raiden? Gue nggak mau lo menyesal!"
Aruna enggan menatap Sekala. Gadis itu mendorong Sekala agar menjauh tapi lelaki itu lebih dulu menahan tangannya.
"Kakak nggak usah ikut campur urusan aku. Aku nggak suka."
"Lo juga nggak usah ikut campur di hubungan Nirbita dan Raiden. Gue nggak suka."
Dengan mata berkaca-kaca, Aruna menatap Sekala. Sekali saja gadis itu mengerjap, maka air matanya akan luruh. "Kenapa? Bukannya kalau aku sama Kak Raiden, kakak bisa sama kak Nirbita?"
"Na!" Tegur Sekala.
"Lagian, hubungan aku sama Kak Raiden juga atas kemauan orang tua kita. Kenapa jadi masalah?"
"Lo sadar nggak sih? Mereka cuma ngenalin kalian, cuma ceng-cengin biasa. Bukan serius!"
"Terus kalau aku sama kak Raiden mau lebih serius, salah? Toh, aku suka kak Raiden, begitu pun sebaliknya."
"Pertanyaan lo retoris tahu nggak?! Lo jelas salah karena posisinya Raiden udah punya pacar!" Sekala mengeratkan pegangan tangannya. Lelaki itu mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat menatap Aruna. "Raiden pacar Nirbita. Dan lo nggak seharunya ada di antara mereka!" Tegas Sekala.
"Kak Raiden udah putusin kak Nirbita kok tapi kak Nirbita nggak mau," jawab Aruna enteng. Gadis itu tersenyum sinis. "Sampe sini masih mau nyalahin aku?"
Sekala melepas genggaman tangannya. Ia menatap Aruna yang matanya memerah karena menahan tangis.
"Na, nggak gini... Pokoknya lo nggak boleh ambil apapun dari Nirbita."
"Kenapa nggak? Kak Nirbita udah ambil kak Sekala dari aku? Kenapa aku nggak boleh ambil kak Raiden dari dia?"
"Karena gue bukan milik Nirbita."
"Tapi kak Sekala cinta sama dia!"
"Terus kenapa kalau gue cinta dia?!" Suara Sekala naik satu oktaf. Lelaki itu terbawa emosinya. Untung saja rumah sedang sepi. Ia tidak bisa membayangkan jika orang tuanya ada dan tahu kedua anaknya bertengkar perkara perasaan.
"Aku nggak suka! karena aku cinta kak Sekala dan kakak tahu itu!" Air mata Aruna luruh. Gadis itu menangis.
"Na, we can't. Lo adik gue!"
"Nggak! Kakak bukan anak papa dan mama! Sadar diri lah!"
Perkataan Aruna berhasil membungkam Sekala. Lelaki itu ingin sakit hati dengan kalimat tadi, namun rasanya tidak pantas karena memang begitu kenyataannya. Jadi, ia hanya diam. Memberi Aruna kesempatan untuk mengatakan hal yang mungkin lebih menyakitkan.
Namun, dugaannya salah. Gadis itu justru mendorongnya untuk minggir. Dengan tangis yang belum reda, Aruna masuk ke dalam rumah, meninggalkan masalah-masalah yang belum terselesaikan malam itu.
***
"TADI kenapa bohong?" tanya Raiden dingin.
Alih-alih menjawab, Nirbita justru berpaling. Dari balik jendela mobil, ia memperhatikan jalanan Latuharhary yang sesak akan kendaraan. Suara klakson dan deru knalpot bersahutan, saling redam satu sama lain, membuatnya hanyut dalam melodi Jakarta malam itu.
"Tadi kenapa bohong, Ta?" Ulang Raiden penuh penekanan.
"Aku cuma nggak mau ngerepotin kamu," jawab Nirbita akhirnya.
Gadis itu menyandarkan tubuhnya di kursi penumpang, ia menghela napas kemudian meringkuk di sana. Jika diputar kembali, beberapa waktu yang lalu, Raiden menanyakan keberadaannya. Lalu, ia berbohong dengan mengatakan bahwa sedang di rumah. Sialnya, tiba-tiba Raiden datang ke apartemen Garin dan lebih sial lagi, ia yang membuka pintu ketika lelaki itu datang. Maka berakhirlah Nirbita seperti sekarang setelah dipaksa pulang oleh Raiden.
"Ngerepotin gimana?"
"Ya aku cuma nggak mau bikin kamu panik dan berpikiran yang aneh-aneh. Nanti malah repot dan ganggu aktifitas kamu yang lain." Nirbita terkesan ogah-ogahan. Dengan sudut matanya, ia melirik Raiden. Lelaki itu menoleh sekilas hingga kemudian kembali fokus menyetir.
"Kamu tambah aneh, tambah bikin bingung tahu nggak? Beberapa hari ini juga tiba-tiba nggak bisa dihubungin. Maunya apa sih?" Keluh Raiden.
"Aku nggak mau apa-apa. Aku cuma capek aja, pengin istirahat."
"Sekarang, aku yang capek kalau kamu nggak jelas gini."
Karena emosinya sedang tidak stabil, Nirbita tersinggung. Gadis itu menegakkan tubuhnya dan menatap penuh ke arah Raiden. "Terus, apa kabar aku, Rai? Tiba-tiba kamu putusin aku dengan alasan yang nggak jelas. Aku minta waktu kamu untuk qtime, kamu bilang aku drama. Giliran aku ngilang, kamu bilang aku aneh. Aku harus gimana? Kamu mau aku gimana?" Gadis itu mengerjapkan matanya. Untuk malam ini, ia sedang tidak ingin menangis sebab sudah banyak air mata yang ia buang akhir-akhir ini. Netranya sampai kebas dan panas. "Aku cuma nggak mau permasalahan aku dibilang drama."
"Ya udah, putus aja kalau gitu."
"Kenapa sih pengin banget putus? Yakin cuma karena perasaan kamu ke aku udah nggak kayak dulu? Atau jangan-jangan ada cewek lain? Aruna mungkin."
"Kamu jangan asal nuduh deh! Omongan kamu tuh dijaga! Bukannya memperbaiki hubungan kita, kamu malah memperkeruh pake tuduhan-tuduhan nggak berdasar!" bentak Raiden.
"Gimana aku nggak overthinking, tiba-tiba kamu ngehindarin aku. Kalau sehari dua hari aku masih nggak apa-apa. Tapi, kamu sampe sebulan lebih loh. Belum lagi pas kamu putusin aku dengan alasan yang nggak masuk akal, aku rasa-"
"Bagian mananya yang nggak masuk akal? Bagian perasaan aku yang udah nggak lagi sama buat kamu? Iya?!" potong Raiden.
"Iya."
"Itu kenyataannya, Ta. Aku udah nggak cinta sama kamu."
"Dan itu nggak mungkin terjadi kalau nggak ada alasannya, Rai."
"Orang tua kamu," kata Raiden tiba-tiba. Jawaban singkat yang membuat Nirbita menebak-nebak kemana bahasan ini akan bermuara.
"Kenapa?"
"I feel like they hate me..."
"Itu cuma perasaan kamu aja. Mama sama papa aku nggak pernah benci kamu."
"Terus aku percaya gitu sama omongan kamu?"
Lalu hening. Mobil memasuki area perumahan elite dan berhenti di depan sebuah rumah bergaya art deco. Sekarang, Raiden menatap sepenuhnya ke arah Nirbita.
"Sekarang gini deh, Ta. Empat tahun kita pacaran, cuma dua kali aku ketemu sama mereka. Ngobrol pun nggak sampai sepuluh menit. Kedua kalinya malah diusir, disuruh cepet pulang. Setelah kejadian itu, kamu juga selalu punya alasan kalau aku mau mampir, kamu selalu punya cara untuk batalin janji kita, kamu selalu disuruh cepet pulang kalau lagi bareng aku. Mereka mungkin nggak bilang kalau benci aku, tapi aku tahu, aku ngerasain itu."
Nirbita terperangah. Empat tahun berlalu, baru kali ini ia mendengar Raiden mengeluh dan mempermasalahkan tentang hal tadi. Tentang orang tuanya. Nirbita pikir, semuanya akan baik-baik saja sehingga ia tidak menyiapkan jawaban yang tepat jika Raiden bertanya dan membahas hal ini.
Dan sekarang terlambat, lelaki itu sudah lebih dulu membahasnya sebelum ia tahu harus menjawab apa.
Sesaat Nirbita bergeming hingga akhirnya gadis itu merasa siap dengan apapun yang akan terjadi sebentar lagi.
"Orang tua aku nggak pernah benci kamu. Dulu, mereka cuma nggak ngebolehin aku pacaran. Biar aku fokus belajar."
Nirbita tidak sepenuhnya berbohong karena memang begitu adanya. Meskipun, inti dari yang Raiden katakan tadi ada benarnya bahwa, orang tuanya tidak begitu menyukai Raiden. Nirbita tidak tahu alasan jelasnya, yang ia tahu, mama dan papa tidak suka Raiden karena Raiden adalah pacarnya, sedangkan ia tidak boleh pacaran karena dapat menggangu waktu belajar. Itu saja.
"Aku nggak percaya."
"Tapi aku jujur. Waktu papa usir kamu, itu karena nilai aku turun. Makanya, aku selalu sibuk belajar sampe sering batalin janji bahkan beberapa kali lupa hal-hal penting. Itu aku lakuin biar nilai aku stabil dan tetap boleh berhubungan sama kamu."
"Terus, kenapa sampe sekarang aku tetep nggak boleh main ke rumah kamu?"
Nirbita tidak menjawab. Gadis itu menunduk untuk menghindari tatapan terluka Raiden. Nirbita ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, tapi ia tidak mau. Ia tidak ingin memperkeruh suasana. Ia tidak mau Raiden tahu suatu hal.
Raiden berdecih, "nggak bisa jawab kan?"
"Emangnya mau ngapain sih ke rumah aku?"
"Kamu kalau ke rumah biasanya ngapain?" Tanya balik Raiden.
Nirbita menggigit bibir dalamnya. Pertanyaan mudah namun menyakitkan untuknya.
"Masak, nonton, berkebun, gosip, cerita sama mama dan adik aku. Kamu bisa deket sama mereka. Bahkan papa juga. Kenapa aku nggak bisa sebaliknya?" cecar Raiden.
"Karena kamu nggak bakal bisa dapetin itu!"
"Thats point, Ta. Karena mereka benci aku!" Pungkas Raiden. "Dan sekarang kamu kabur dari rumah, bolos sekolah berhari-hari. Dengan itu kamu malah bikin mereka berpikiran kalau aku yang bawa pengaruh buruk ke kamu!"
Nirbita sudah berusaha keras menahan tangisnya, tapi pada akhirnya gagal juga. Untuk hari ini, ia menangis. Lagi.
Raiden menyerah. Lelaki itu mengusap kasar wajahnya karena bingung harus bagaimana lagi menjelaskan pada Nirbita tentang perasaannya. "Aku udah nggak bahagia sama kamu, Ta."
"Tapi, kalau nggak sama kamu, aku yang nggak bahagia, Rai," lirih Nirbita.
"Kamu egois. Kamu cuma kejar kebahagiaan kamu sendiri."
"Karena aku cinta kamu." Nirbita terisak. Dalam benaknya mulai rancu, ia tidak bisa berpikir apapun selain alasan-alasan mengapa tidak ingin Raiden pergi. "Sebelum ada kamu, dunia aku cuma ada hitam dan putih, Rai. Terus, kamu datang bawa banyak warna untuk aku. Lantas, kalau kamu pergi, dunia aku gimana?"
"Pasti bakal ada orang baru. Orang yang bakal kasih warna dan kebahagiaan yang lebih banyak daripada aku."
Nirbita menggeleng. "Tapi percuma kalau orang itu bukan kamu."
___________________________________
Gimana? Yang baca udah direstuin sama orang tuanya belum?? Jangan sampe kayak lagu Melawan Restu deh wkwk
Tapi emang, yang dibilang Raiden itu relate nggak sih?
Kayak... ya orang tua Nirbita emang nggak bilang kalau nggak suka Raiden. Tapi, dari tindakan dan perlakuannya itu emang cukup buat ngasih tahu kalau mereka itu nggak suka.
Soalnya, gue pernah ketemu orang kayak itu. Kalau kalian??
Ya emang nyebelin dan bikin sakit hati. Jadi, daripada berkelanjutan, mending di cut off aja:)
Oh iya
Semoga suka ya!!
Next??
Untuk info update dll, follow instagram :
@everydaywithyupi
@yupitawdr
@nibirtasteria
@sekaladiwangkara
@raidenantasena
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top