Bab 34. Sebuah Pamit untuk Kepergian

Hai, udah lama ya aku nggak update:(

Semoga masih stay di sini buat nunggu Nirbita dan Sekala sembuh bareng. Ayo ramein dulu!!!

Udah siap?

Tarik napas. Selamat membaca!!!

----------------------------------------------------

Bab 34. Sebuah Pamit untuk Kepergian

Ketika dua orang yang terluka dipertemukan, kemungkinannya cuma dua; saling meninggalkan atau saling menyembuhkan.

***

12 hari setelah ujian, rapotan yang ditunggu-ditunggu akhirnya datang. Jam 8 pagi, saat seluruh wali murid sudah masuk ke ruang kelas masing-masing anak, beberapa staf Tata Usaha datang membawa map berisi kertas-kertas yang pada akhirnya ditempel di jendela setiap kelas. Hal itu membuat degup jantung murid yang menunggu di depan langsung berdegup kencang, termasuk Nirbita.

Tidak seperti biasanya, pengumuman peringkat semester ganjil kali ini ditempel di jendela kelas. Mungkin, bertujuan agar murid-murid tidak terlalu berdesakan dalam kerumunan massa yang besar juga agar wali murid yang datang mengambil rapot tidak perlu jauh-jauh ke mading untuk melihat grafik prestasi anaknya.

Begitu sampai di depan kelas 12 IPA 1, semua langsung mengerumuni. Ada pekikan yang membuat Nirbita penasaran ingin bergabung. Namun, ia menahan dirinya bersandar di balkon, menunggu gerombolan di depannya mengurai.

“AKKKHHHH Sekala traktiran!! Posisi lo nggak geser nih!” Serena heboh. Gadis itu langsung berbalik mencari-cari orang yang dimaksud, namun tidak menemukan apa-apa. Sekala tidak ada diantara mereka.

"Mana sih Sekala? Kabur ya dia?!!"

"Tadi ke lantai bawah. Ambil rapot adiknya kali."

Lalu, sahutan demi sahutan tumpang tindih. Nirbita hanya menguping dari tempatnya berdiri.

“Arietty to the moon, woy! Bisa-bisanya nyerobot sampe nomor 2!!”

Tangan Nirbita dingin mendengar itu. Arietty adalah teman sekelas Raiden. Ia tahu karena pernah satu ekskul KIR dulu. Jika gadis itu berhasil merebut tempatnya, apakah ia akan kembali menyicipi posisi 3?

Didorong rasa penasaran, meskipun belum siap dengan hasil di depannya, Nirbita mencoba menyelip dan bergabung dengan teman-temannya yang lain.  Meninggalkan Garin yang masih asik menggendong adik Arshaka.

Begitu sampai di barisan depan, ia langsung mencari namanya. Dan bukannya naik, peringkat Nirbita justru turun ke angka 5. Ia harus  mengembuskan napas, menenangkan diri sejenak sebelum akhirnya mundur lalu keluar dari kerumuman.

Ia kembali menyandarkan tubuhnya ke balkon. Ada raut kecewa yang tidak bisa disembunyikan. Bahkan, ia tidak begitu menanggapi ketika beberapa temannya mengucapkan selamat atau memberinya semangat. Semuanya terasa lewat begitu saja di telinga.

Sementara Garin, gadis itu tidak mengatakan apa-apa seakan mengerti ia butuh waktu untuk tidak bicara apapun. Garin hanya menepuk bahunya sekilas kemudian kembali bersenda gurau dengan adik Arshaka yang masih berada di gendongannya.

“Garin udah mahir banget gendong anak. Tinggal bikin aja nih abis ini bareng Shaka. Mumpung orang tua kalian pada dateng kan,” celetuk Tenggara jahil yang langsung dihadiahi pelototan Garin.

“Lambemu njaluk dikeplak tah, cok?”

“Jangan ngomong kasar di deket adek gue!! Kebiasaan!” tegur Arshaka. Lelaki itu bermaksud mengambil alih adiknya, tapi Garin lebih dulu menjauhkan dari jangkauan. “Anjir. Siniin, Rin.”

Tatapan tajam Arshaka sukses membuat Garin mengalah. “Nggak boleh ngomong kasar, tapi sendirinya bilang anjir,” gerutunya pelan sembari memberikan kembali adik Arshaka dengan tampang tidak ikhlas. Setelah itu, ia mencuri ciuman di pipi gembul itu sebelum akhirnya Arshaka membawanya menjauh.

“Rumit permasalahan rumah tangga ini. Dua-duanya punya emosi, gengsi, dan harga diri yang tinggi,” kata Tenggara sambil geleng-geleng kepala.

“Setinggi apa tuh?” tanya Kalingga.

“Burj Khalifa.”

Kalingga tertawa. Sementara Garin melengos dengan wajah kesal.

“Turunin dikit dong, Rin biar akur dan nggak diem-dieman lagi. Udah mau lulus loh masa nggak ada perkembangan berarti sama Shaka. Nggak kasihan tuh Shaka ngasuh adeknya seorang diri,” goda Tenggara mengedikkan dagunya ke arah Arshaka. Garin sudah mengeluarkan lirikan supernya tapi lelaki itu masih enggan berhenti menjahili. “Samperin gih. Udah kayak duda—”

“Lo mau gue tendang apa tonjok?!” potong Garin sebelum Tenggara menyelesaikan ucapannya.

“Cium.”

Garin sudah mendekat hendak melayangkan pukulan, namun Kalingga cepat menahan. “Udah jangan berantem.” Lelaki itu menengahi. Ia menarik Garin ke sebelahnya.

“Temen kamu tuh.”

“Iya tahu ... nggak usah diladenin. Kewarasan dia emang setengah.”

“Enak aja!” protes Tenggara tidak terima.

Mereka tidak berhenti adu argumen membuat Nirbita dan yang lain menyaksikan keseruan itu sambil geleng-geleng kepala. Sebagian malah mengompori untuk meriuhkan suasana. Sementara Bu Giya, wali kelas yang sedang memimpin rapat di dalam beberapa kali memberi kode agar tidak berisik, namun tidak digubris.

Untuk sesaat, Nirbita bisa melupakan soal nilainya. Setidaknya sampai Haira, mamanya, keluar dengan tatapan tajam menghakimi. 

“Mau nggak?”

Nirbita menatap kaleng pringles di hadapannya. Ia menaikkan pandangan dan melihat Sekala tersenyum kecil.  Lelaki itu datang dengan sebuah rapot di sebelah tangannya. Sepertinya, yang ia dengar tadi benar. Sekala baru saja rapat sebagai wali kelas Aruna.

Tanpa ragu, ia mengambilnya satu kemudian memakannya tanpa mengatakan apapun, sebab ingatannya terlempar ke sebuah kejadian yang terlihat begitu sama-samar. Rasa bawang dari chips, sedikit asam, dan hiruk pikuk sekitar membuat segalanya perlahan jelas. Ia menoleh sekali lagi. Pada senyum Sekala juga aroma parfum lelaki itu.

Ah, iya...

Dulu, waktu kenaikan kelas 12, ia pernah hampir menabrak Sekala karena tidak fokus setelah mengetahui rankingnya turun. Lalu, lelaki itu memberinya makanan yang sama. Pringles.

Selama ini, ternyata ia sering melupakan hal-hal kecil yang dilakukan orang-orang sekitarnya karena terlalu fokus pada belajar, pressure orang tua, dan Raiden. Bahkan, ketika Garin mengatakan Sekala pernah bernyanyi untuknya ketika MOS pun, ia harus benar-benar menggali memorinya kembali untuk mengingat secara jelas.

Ia memperhatikan Sekala yang kini berdiri di sebelahnya, menggantikan posisi Garin. Lelaki itu dengan sabar meladeni ucapan selamat serta tagihan traktiran teman-temannya. Kaleng pringles yang semula di tangannya sudah berpindah tangan ke Tenggara, dioper sana-sini, dan berakhir di tempat sampah karena habis.

“Semester depan kita belajar bareng aja gimana? Mau nggak?” tanya Sekala tiba-tiba sambil menoleh. Membuat Nirbita sedikit gelagapan karena secara tidak langsung kepergok memperhatikan lelaki itu. “Saling sharing. Buat persiapan ujian nasional sama masuk UI.”

Nirbita mengambil satu chips lagi. “Boleh, tapi....” Ia sudah ingin mengatakan satu hal yang lebih panjang, namun bertepatan dengan itu para wali murid mulai keluar satu-persatu. Termasuk Haira yang sejak awal kedatangannya mencuri perhatian –dari tahun ke tahun dan selalu begitu— sebab kecantikannya.

Awalnya, tatapan tajam itu menyorot tepat ke arahnya. Hingga, pandangan Haira jatuh pada Sekala. Senyum ramah terbit, terlebih ketika Sekala lebih dulu menghampiri untuk salaman. Sebuah pemandangan yang langsung mengundang dehaman jahil teman-temannya.

Haira begitu hangat ketika menyapa Sekala. Setiap kata yang terlontar terdengar santun, halus, dan menenangkan. Begitupun tatapan perempuan itu pada teman-teman Nirbita yang lain. Kontras lagi dengan ketika ia memperlakukan anaknya sendiri.

Mereka bertukar kabar, berbincang remeh temeh, dan sedikit mengabaikan Nirbita. Lalu, sesaat setelahnya, Sephora, mama Sekala datang menghampiri dan obrolan mereka semakin berlanjut kesana-kemari.

"Ini Nirbita ya? Cantik banget aslinya."

Itu kalimat pembuka yang membuat topik 'Nirbita' selalu menyelip di setiap obrolan. Sehingga beberapa kali Nirbita harus ikut nimbrung. Sephora juga minta maaf soal kejadian yang sempat viral beberapa bulan lalu, ketika Sekala tidak sengaja me-repost postingannya. Dan itu hanya mengundang gelak tawa Haira.

Mereka terlihat nyaman satu sama lain. Bahkan, berencana makan siang bersama setelah ini. Namun, Sekala tidak bisa ikut sebab sudah ada janji dengan ketiga temannya. Lelaki itu hanya ikut mengantar sampai parkiran. Di sana sudah ada Aruna yang menunggu, dengan Raiden di sampingnya.

"Wihh, makin deket aja nih Kak Sekala sama Kak Nirbita," sambut Aruna. Gadis itu tersenyum lebar, tidak ada kesan dibuat-buat. Sorot ketulusan terpancar di matanya, meskipun baik Nirbita dan Sekala tahu, itu hanya sebuah manipulasi. Mengingat apa yang sudah gadis itu lakukan. "Udah jadian belum?" tanyanya seolah menggoda.

"Na.." tegur Sekala. Bermaksud menghentikan omong kosong yang dimulai Aruna.

Nirbita tersenyum canggung, begitupun Haira. Sedangkan Sephora tertawa dan mengacak gemas rambut Aruna.

"Kamu nih, kasian tuh kakakmu mukanya udah kayak kepiting rebus," katanya.

Aruna ikutan tertawa. "Kan buat memastikan. Dari kelas satu loh dia suka Kak Nirbita, masa nggak dapet-dapet sih. Padahal udah mau lulus."

"Lo apaan sih?!!" protes Sekala tidak suka. Dari ekor matanya, Nirbita melihat Sekala menyimpan kekesalan dan amarah. Tatapan lelaki itu lurus melayang tajam pada adiknya itu.

"Kan emang bener Kak Sekala suka Kak Nirbita dari dulu. Dari MOS.."

Semua orang kaget, termasuk Raiden.

Nirbita tahu Sekala mencintainya sejak dulu. Tapi, untuk mendengar faktanya di hadapan lelaki itu langsung jelas membuat beban di pundaknya semakin berat. Ia harus bagaimana setelah ini?

"Oh ya?" Haira memecah hening. Nada suaranya begitu sumringah. "Bagus dong. Berarti Sekala loyalitasnya tinggi," katanya. Ia tersenyum kemudian mengusap bahu Sekala. "Sekarang, cowok setia itu langka. Patut dilestarikan nih Sekala," tambahannya. Lalu, ia mengalihkan pandangannya pada Raiden. "Cepet di dikerangkeng ya, Ta. Biar nggak ada yang ngambil."

***

SELAMA pindah dan tinggal di rumah barunya, Nirbita tidak pernah masuk ke ruang kerja Haira. Sebab, jika ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan, mereka akan bertemu di ruang tengah atau Haira akan menghampiri Nirbita langsung ke kamar. Namun, kali ini berbeda.

Tadi, bibi mengetuk pintu kamarnya untuk menyampaikan pesan perintah agar menemui Haira di ruang kerja, dan Nirbita baru bergerak ketika terlebih dahulu membersihkan diri sejenak serta berganti baju.

Letak ruangan itu berada di lantai dasar, tepat di bawah utama. Mungkin, hal itu disengaja untuk mempermudah akses, karena ada sebuah tangga penghubung di dekat rak besar berisi puluhan map folder dan buku bisnis.

Begitu masuk, aroma kue coklat yang baru keluar dari pemanggangan menguar. Terasa hangat, kontras dengan hujan di luar juga interiornya yang nautical.

Lukisan laut serta perahu menghiasi dinding, digantung pada ornamen gayung, diselingi jangkar berwarna putih tulang. Sementara di sisi sebelah kiri, terdapat set meja kerja berwarna biru. Haira duduk di sana, terlihat sibuk berkutat dengan macbook sebelum akhirnya menghentikan kegiatannya begitu melihat Nirbita datang.

“Tadi mama nyuruh bibi panggil kamu jam setengah dua dan kamu baru datang 25 menit kemudian?”

“Aku masih mandi sama ganti baju .”

Haira melepas kacamatanya lalu berdiri. Ia mempersilahkan Nirbita duduk sementara dirinya beranjak mengambil sesuatu dari tasnya yang tergeletak di sofa.

“Kenapa ranking kamu bisa turun jauh? Beberapa nilai juga nyerempet KKM,” ujar Haira begitu duduk kembali. Ia menyodorkan rapot yang diambilnya tadi pada Nirbita. “Padahal kamu lagi deket sama Sekala kan? Harusnya kamu manfaatin waktu kamu buat belajar banyak bareng dia. Dia bertahan loh di ranking 1. Nggak malu kamu ketinggalan jauh?”

Nirbita tidak menjawab. Ia sudah berusaha semaksimal mungkin dan tidak dapat dipungkiri, kejadian yang lalu cukup menguras pikirannya. Sekalipun Sekala datang, memberinya banyak insight dan afirmasi positif. Hal itu jelas tidak serta merta menghapus lukanya begitu saja.

“Mama nggak pengin kamu kayak gini terus." Haira mengambil beberapa brosur yang terselip di mejanya dan memberikan pada Nirbita. “Pilih tempat bimbel yang menurut kamu cocok dan nyaman.”

“Ma, aku di sekolah udah ada pelajaran tambahan. Kalau masih bimbel, gimana cara aku bagi waktunya sama istirahat?”

“Itu kan cuma sampai jum’at. Jadi, kamu bisa ambil bimbel setiap sabtu sama minggunya aja. Lagian, pulangnya juga nggak sampai larut.”

Tidak ada celah untuk protes, Nirbita hanya mengumpulkan lembar brosur itu tanpa minat. Setidaknya, kali ini Haira tidak marah seperti semester-semester sebelumnya. Setidaknya, ia akan menurut sekali lagi sebelum....

“Ngomong-ngomong, guru aku kasih formulir beasiswa ke New Zealand." Sebenarnya, Nirbita ingin memberitahukan nanti, setelah dirasa tepat waktunya. Namun, berhubung ia memiliki waktu berdua, jadi ia memilih mengatakannya hari ini. “Jadi, kalau misalnya lolos, aku akan ambil dan cancel kuliah di UI,” lanjutnya sembari memberanikan diri menatap Haira. Terlihat keterkejutan di raut wajah perempuan paruh baya tersebut, namun sebentar dan terganti sorot mata tajam.

“Kamu mau ninggalin mama?!”

“Bukan gitu ... Aku bukan mau ninggalin mama. Aku cuma pengen jalan sebentar di ruas yang aku pilih, sekaligus membanggakan mama,” jawabnya. "Kalau aku ambil beasiswa itu, mama juga pasti nggak bakal kehabisan bahan buat banggain aku di depan orang-orang"

“Tapi, sama aja kamu pergi, Ta. Mama nggak setuju.”

“Emangnya kenapa? Toh, kepergian aku nggak bakal ngerubah apapun di hidup mama. Sejak dulu, mama udah terbiasa kan hidup tanpa aku? Begitu pun sebaliknya.” Nirbita berdeham sebab suaranya terasa serak. “Kita tuh ... sebenarnya udah hidup sendiri-sendiri dari lama.”

Nirbita benar. Sekalipun berada di ruang yang sama, ada sekat-sekat tak kasat mata yang membuat keduanya terkurung di dunianya masing-masing, yang membuat asing, yang membuat saling berpaling.

"Sejak awal, kehadiran aku di hidup mama itu udah ngehancurin banyak hal. Jadi, aku harap kepergian aku kali ini bisa sedikit memperbaiki semuanya. Meskipun nggak bisa membuat segalanya kembali utuh, seenggaknya mama nggak perlu sering-sering lihat wajah seseorang yang udah bikin hidup mama hancur." Nirbita mendapati Haira kehilangan kata-kata. Perempuan itu hanya menatap lurus ke arahnya dengan bibir terkatup rapat. "Aku minta waktu 3 tahun. Selama itu, kita bisa saling menyembuhkan diri sebelum bertemu lagi nantinya. Nggak lama, Ma. Aku janji... Tapi, kalau mama lebih nyaman aku pergi, aku juga janji buat nggak akan pernah kembali."

----------------------------------------------------

Sebenarnya, Nirbita, Haira, dan Adrian (papa Nirbita) itu sama-sama terluka karena keadaan.

Belasan tahun yang lalu, Haira yang sedang berbahagia mempersiapkan pernikahannya dijatuhi 'bom' yang bikin hidup dia porak poranda. Semua begitu tiba-tiba. Dia marah sama Tuhan, sampai sekarang pun dia masih mikir kesalahan apa yang telah dia perbuat sampai ditimpa nasib begitu.

Belasan tahun yang lalu juga, Adrian berlapang dada menerima keadaan Haira. Sebab, dia mencintai Haira. Dia tetap menggenggam tangan perempuan itu. Mendukungnya, memberinya semangat, bahkan merawat janin yang ternyata tumbuh di rahim perempuan yang dicintainya itu. Adrian juga menyambut kelahiran Nirbita dengan suka cita, mempersiapkan segalanya sampai di titik ia menerima kenyataan begitu Tuhan lagi-lagi menguji pernikahannya dengan cara mengangkat rahim Haira. Dan lagi, ia tetap menggenggam tangan perempuan itu.

Tapi, waktu bisa merubah beberapa hal. Termasuk hati manusia. Beberapa kali Adrian terjebak di ruang yang membuatnya berandai-andai. Beberapa kali juga Adrian ingin egois. Hingga akhirnya, ia merealisasikan semuanya.

Ia ingin anak. Ia ingin memiliki penerus sah untuk keluarganya Baghawanta. Dan cinta untuk Haira nyatanya tidak cukup besar untuk membuatnya lebih lama lagi bersabar. Makanya, dia melakukan pemberontakan pada takdir dengan cara yang salah. Selingkuh.

Dan jadi Nirbita jauh lebih sakit. Dia hadir karena sebuah 'kecelakaan', kehadirannya sempat dibenci bahkan hampir digugurkan, lalu ketika lahir ia harus hidup dalam banyak tuntutan sebagai bentuk dari pelampiasan atas kesalahan yang tidak diperbuatnya.

Huft..

Dari tokoh Sekala, aku jadi belajar membaca sudut pandang orang lain. Aku jadi memahami bahwa mereka emang punya luka masing-masing. Cuma, manusia memang begitu. Suka salah melampiaskan kekesalannya..

NEXT NGGAK??

BESOK?

LUSA??

2000 vote dan 1000 komentar yaaa💗

(Btw, Sekala cakep kalau pakai kuning wkwkw)


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top