Bab 30. Cara Mencintai dan Jurnal Mimpi
SELAMAT MEMBACA YAA
------------------------------------------------------
Bab 30. Cara Mencintai dan Jurnal Mimpi
Katanya, orang yang dikhianati akan lebih mudah melupakan tapi kenapa rasa itu masih bergumul di hati. Ia menggerogoti setiap inchi tubuh kemudian menguasai kemanapun kaki pergi. Sehingga, ketika diri hendak berlabuh pada seseorang, tidak akan ada yang dirasa selain hampa dan kenangan-kenangan yang lalu terasa dekat di pelupuk mata.
***
SETELAH disurvey melalui pemikiran terbatas dan mata setengah mengantuk, ternyata ada banyak sekali cara orang-orang untuk mencintai. Beberapa orang bisa mencintai tanpa syarat. Beberapa orang lagi sanggup mencintai tanpa jeda, dengan tergesa, bahkan cenderung memaksa.
Sementara di sudut terkucilkan itu, ada gerombolan manusia yang pandai menyimpan perasaannya sampai-sampai tidak diketahui siapapun. Padahal, jika saja lebih berani mungkin hatinya akan utuh oleh sebuah penerimaan. Namun, kembali lagi..., setiap manusia berhak memilih cara mencintai pujaan hatinya. Termasuk Sekala.
Dulu, Sekala masuk dalam gerombolan terkucilkan itu hingga Tenggara menariknya dengan tali-tali petuah dan waktu memberinya kesempatan untuk lebih berani. Makanya, belakangan ini ia mulai mencoba mencintai seseorang dengan cara tanpa memikirkan segala resikonya. Terlebih yang ingin ia jumput setengah hatinya adalah Nirbita.
Nirbita Asteria Gantari itu mendekati sempurna dan mencintainya jelas tidak bisa dengan cara yang sederhana. Makanya, sejak kejadian malam dimana ia harus menerobos hujan yang dingin dengan gadis itu, besok dan hari-hari berikutnya ia belajar mengendarai mobil. Dari pulang sekolah hingga larut malam, dari mengitari tanah lapang hingga jalanan komplek. Yang jelas, hal itu membuat papa serta teman-temannya yang dimintai bantuan agak kebingungan.
Mungkin benar, cinta itu bisa memberikan kekuatan di setiap ketakutan. Sebab, setelah berhari-hari mencoba di balik kemudi, sesak itu sudah tidak terlalu terasa ketika ia membayangkan pengalaman-pengalaman seru yang akan dilewati dengan Nirbita di sampingnya. Ia mulai bisa menyalakan mobil, menjalankannya, belok kanan ke kiri, meyusuri ruas jalan Panglima Polim dengan kecepatan 40km/jam, bahkan menginjak rem tiba-tiba saat mobil yang dibawanya hampir menabrak pembatas jalan.
“Anjing! Konsentrasi, sat! Lo tuh.. bawa 3 nyawa di sini!” Semprot Arshaka dengan wajah merah padam karena malaikat maut baru saja melambai ke arahnya. Sementara Tenggara yang duduk di sebelah lelaki itu, memegang dadanya shock. Tidak dapat berkata apa-apa.
“Fokus, La. Kalau hilang kendali jangan panik dan langsung injek rem kayak tadi. Bahaya,” ucap Kalingga yang berada di kursi depan untuk mengajari Sekala. Lelaki itu mencoba tenang dan sabar meskipun Civic barunya hampir tak terselamatkan. “Tenangin diri dulu. Abis itu mundur pelan-pelan terus jalan lagi. Euforianya emang bikin lo pengen nambah kecepatan karena ngerasa udah bisa, tapi jangan ngebut kalau masih belajar.”
Sekala menelan ludahnya susah payah. Jantungnya masih berdegup kencang tapi ia bersyukur karena jalanan cukup sepi dan tidak memakan korban. Dengan tangan bergetar ia membuka seatbeltnya. “Lo aja yang nyetir. Nanti kalau udah masuk komplek lo, gue lagi yang nyetir.”
“Emang selamanya lo mau naik mobil cuma buat keliling komplek? Nggak kan? Mumpung udah di jalan gede nih sekalian lo belajar biar nggak kaget kalau papasan sama kendaraan lain,” ucap Kalingga. Ia berdecak melihat Sekala masih ogah-ogahan. Sebelah kakinya sudah serong minta tukar posisi. "Udah. Jalanin lagi mobilnya. Lo mau ngehindar kayak gimanapun ujung-ujungnya bakal belajar di jalan raya juga kan.."
Sekala menenangkan dirinya sejenak sebelum akhirnya melihat spion untuk memastikan keadaan di belakang. Setelah itu ia kembali melajukan mobil menuju rumah Kalingga. Sesekali temannya itu memberi instruksi dengan sabar, membatu memutar setir jika oleng.
“Lo beneran segitu cintanya ya, La sama Nirbita?” tanya Tenggara yang kini sudah lebih tenang. Dari broadway, ia dapat melihat Sekala menaikkan kedua alisnya. “Maksud gue..., ya gue tahu lo cinta sama dia. Sampe bertahun-tahun dan sekarang.. lo bela-belain belajar naik mobil terus cuma perlu beberapa hari buat bisa? Lo habis diapain sih sama dia? Dikasih harapan apa hinaan sampe sebegininya?” Tenggara jelas sangat ingin tahu mengingat untuk membujuk Sekala naik mobil itu susah sekali. Pernah waktu sekelas liburan ke puncak, yang lain naik mobil Sekala justru pakai sepeda motor. Mau tidak mau ia, Kalingga juga Arshaka ikutan untuk menemani.
“Kata siapa gue belajar naik mobil karena Nirbita? Gue cuma pengen belajar aja karena kan habis ini udah lulus terus kuliah. Jadi biar enak aja..”
Tenggara memicing matanya. “Bukan karena lo habis hujan-hujanan jemput Nirbita di rumah Raiden waktu itu kan?”
“Loh, lo ngapain jemput tuh cewek di rumah Raiden?” tanya Arshaka dengan tatapan tajam. “Gila lo ya. Cinta mah cinta aja jangan ditambahin bego. Bisa-bisanya lo mau aja dijadiin babu gitu,” cerocosnya tidak memberi kesempatan Sekala menjelaskan terlebih dahulu.
“Bukan babu juga kali, Ka.” Kalingga menengahi. Tidak ingin fokus Sekala terpecah karena pertikaian itu. “Mungkin Nirbita emang nggak ada yang jemput makanya minta tolong sama Sekala.”
“Ya kan dia lagi di rumah Raiden jadi bisa lah minta anter tuh cowok. Ngapain larinya jadi ke Sekala?”
“Nggak gitu.. Garin yang minta gue buat jemput Nirbita, bukan Nirbita. Soalnya dia nggak mau kalau Nirbita balik sama Raiden," jawab Sekala jujur. "Lagian, Nirbita kesana cuma jenguk adiknya si Raiden yang lagi sakit.."
"Garin tahu lo suka Nirbita?" tanya Tenggara. Kepo lagi.
Sekala mengedikkan bahunya. "Kayaknya sih iya. Kebaca banget kali gerak-gerik gue."
"Tuh kan.. Akhir-akhir ini lo terlalu nunjukin kalau suka sama Nirbita makanya gampang dimanfaatin," timpal Arshaka.
"Nirbita nggak manfaatin gue."
"Garin yang manfaatin lo." Arshaka menyandarkan tubuhnya dengan tangan terlipat di dada.
"Kok jadi Garin sih?" Kalingga dibuat geleng-geleng karenanya. Pembahasannya jadi kemana-mana. Lalu, ia meraih botol minuman di atas dashboard dan meminumnya. "Lo selalu sensi sama Garin. Awas suka."
Arshaka berdecih. "Sumpah. Bisa-bisanya lo ngomong gitu.."
***
JAM sepuluh malam, Nirbita terbangun dari tidurnya. Bulir-bulir keringat berjatuhan, menghantar degup dan deru napas yang memburu kantuk. Ada basah di buku latihan soal, ada sisa air pula di sudut matanya. Ingatan tentang mimpi beberapa waktu yang lalu mulai kabur seiring ia menegakkan tubuhnya lalu bersandar pada kursi.
Ia baru saja tenggelam dalam lautan lepas. Tempatnya gelap, tapi ia dapat melihat paus dan hiu saling menari. Lalu, nyanyian siren terdengar di kejauhan. Suaranya begitu magis, seperti serenade kematian dan Nirbita dapat membayangkan bagaimana rupa itu. Cantik dengan ekor setajam tatapan matanya. Dingin, sedingin kisah hidup yang diceritakan dari telinga ke telinga.
Arus air membawanya tenggelam semakin jauh. Lalu, sebuah kapal melayang menumpahkan penumpang di dalamnya. Ratusan orang saling mendorong sebelum akhirnya mengambang, mengenaskan.
Lautan itu begitu gelap.. menyeramkan dengan banyak luka di dalamnya.
Nirbita tahu, saat itu ia berada dalam sebuah mimpi. Ia ingin bangun tapi sesuatu yang berat menahannya, terus mendorong sampai-sampai ia tidak dapat melihat apapun kecuali warna hitam. Warna yang menjadi dasar hidupnya setelah kehilangan silih berganti dan Raiden datang membawa ribuan warna di dirinya.
Lantas, dalam sesak sebab napasnya hampir tak tersisa, Nirbita memejamkan mata untuk melihat hari-harinya setelah lelaki ikut pergi dan muncul sebuah tanya. Apakah saat ini hidupnya telah kembali ke warna semula?
Tiba-tiba, ia tidak dapat melihat kehidupannya sendiri.
Mimpi itu seperti mozaik acak ketika sebuah kehangatan merengkuh tubuhnya. Saat itu, ia berdiri di tengah hamparan pasir pantai dengan Raiden di depannya. Tatapan lelaki itu menyiratkan luka tapi tidak ada kata-kata sebagai penjelasan. Raiden justru berbalik, pergi bersama sandyakala dan arakan awan yang berjalan ke arah utara.
Dengan tangannya yang dingin, Nirbita meraih buku jurnal yang terhimpit ensiklopedia lalu mencatat semua hal yang masih tertinggal di ingatan. Di sebelahnya, ia menulis sebuah mantra untuk menghalau mimpi buruk itu datang ke kehidupannya.
"Pergilah segala hal yang buruk, menyatulah dengan debu, dan terbanglah bersama angin. Kamu bebas pergi menjelajahi penjuru bumi tapi jangan pernah hinggap di pundak-pundak yang rapuh. Jangan hinggap di kehidupan yang mendekati runtuh."
Di tengah kegiatannya itu, ia melihat layar ponselnya menyala. Ternyata, ada sebuah pesan masuk. Dari Sekala. Nirbita meletakkan sejenak bolpoinnya lalu membaca deretan kalimat di bubble chat.
Sekala Diwangkara
List tempat berburu senja bareng Nirbita :
1. Jakarta Aquarium
2. Pelabuhan Sunda Kelapa
3. Le Bridge
4. Taman Lembang
5. Balkon apartemen gue
6. GBK
7. Kota Tua
8. Rumah Nirbita
9. JPO
10. Sunter Lake
11. Perpustakaan sekolah
12. Mau dimana lagi, Ta?
Nirbita mengetik balasannya dengan cepat diiringi alunan lagu Where Are You Now yang terputar di ponselnya. Suaranya terdengar lebih kuat dalam keheningan membuat tubuh Nirbita meremang hanya karena liriknya yang 'dingin'.
Nirbita Asteria
Dimana aja, La. Yang penting 11 lainnya udah didatengin wkwk
Saat tahu Sekala menyukainya sejak lama, Nirbita jadi lebih berhati-hati pada setiap tindakan ataupun ucapannya agar tidak menyakiti lelaki itu. Pikirnya, jika ia tidak bisa membalas perasaan Sekala, setidaknya ia tidak menyakiti. Sebab, selain baik, ia tahu kalau lelaki itu sudah babak belur hatinya.
Sekala Diwangkara
Jadi, besok ke Sunter mau nggak?
Nirbita Asteria
Langsung nomer 10 banget nih?
Sekala Diwangkara
Hahaha
Gue pengen naik bebek-bebekan
Nirbita Asteria
Bebek-bebekan?
Sekala Diwangkara
Iya. Lo tahu bebek-bebekan kan?
Yang dikayuh itu
Nirbita Asteria
Oh.. itu
Ok deh
Sekala Diwangkara
Mau bawa baju ganti apa pulang dulu?
Nirbita Asteria
Bawa baju ganti aja. Biar lo nggak usah bolak-balik
Lalu, Nirbita bangkit. Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Tidak lama balasan pesan dari Sekala kembali masuk. Namun, ia tidak membukanya. Untuk sementara, biarlah pesan itu mengambang ditelan waktu karena sekarang Nirbita hanya perlu jeda untuk meredakan berisik di kepalanya.
Seharusnya, Raiden tidak perlu datang bahkan ke dalam mimpinya sekalipun. Belakangan ini ia sudah berusaha sekeras mungkin untuk menyembuhkan lukanya dan berdamai dengan kehilangan tapi hanya dengan melihat wajah lelaki itu, segala usahanya berakhir sia-sia. Ia jadi membuka-buka setiap lembar kenangan mereka, membaca ulang deretan pesan yang masih tertera, setelahnya menangis.
Nirbita sampai pernah berjam-jam di depan cermin untuk melihat dirinya sendiri. Memperhatikan setiap jengkalnya tubuhnya dan berpikir seandainya ia 'menyerahkan' diri pada Raiden, mungkinkah ketidaknyamanan lelaki itu akan penerimaan orang tuanya akan tertutupi. Tapi, setelah sepenuhnya sadar ia akan menangis hanya untuk merutuki pemikiran bodohnya itu.
Dulu, ia juga berpikir bahwa berteman dengan Raiden setelah mereka berpisah adalah satu hal yang paling baik dan melegakan namun kenyataannya tidak. Sekarang ia malah ingin membentang jarak sejauh mungkin sampai lukanya benar-benar sembuh. Setelah itu mereka bisa bertemu kembali dengan keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Tapi.. itu tidak mudah.
Raiden masih ada di sekitarnya. Raiden masih ada di setiap sisi dirinya.
-----------------------------------------------------
EUNGG AYOO RAMAIKAN!!!
ABIS INI KITA NONTONIN SEKALA NAIK BEBEK-BEBEKAN 😭
YUK SPAM FOR NEXT!!!
2000 vote dan 1000 komentar yaak untuk next😻🌼
SEE YOUU<3
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top