Bab 29. Perjalanan Singkat
HALLO, MASIH NUNGGU CERITA INI?
BACA BESOK AJA YAA..
SEKARANG VOTE AJA HEHE..
2000 vote dan 1000 komentar untuk next yaa. Ini dipublish ulang karena beberapa nggak muncul notifikasinyaa..
SELAMAT MEMBACA
(baca besok shgskahskahs ya)
----------------------------------------------------
Bab 29. Perjalanan Singkat
Kenapa Sekala bisa selama itu mencintai Nirbita?
"Karena, orang yang tepat tidak akan pernah bosan mencintai."
***
"GREESA kebiasaan makan sarden sih, Ta. Susah banget dibilangin. Jadi ya gini.. Kena usus buntu."
Ada banyak hal yang diceritakan Galina, mama Raiden. Namun, Nirbita tidak bisa menangkap semuanya dengan utuh. Pikirannya buyar ke sudut-sudut ruangan yang menjadi favoritnya dulu. Segala kenangannya masih utuh, meskipun hampa karena euforia di dalamnya mulai ditempa waktu dan keadaan.
"Kata papa nggak apa-apa selama bukan jalur napasnya nggak buntu." Lalu, Galina menyentil pelan kening Greesa.
"Kebiasaan. Ngeyel terus."
Greesa nyengir. Setelah itu menatap Nirbita dengan raut yang begitu antusias. "Oh iya!! Kak Nirbita deket sama Sekala ya?!! Gree baca beritanya loh di akun gosip! Itu beneran cuma temenan atau gimana sih?"
Mendengar pertanyaan yang tidak terduga di saat sedang melamun, Nirbita jelas kebingungan dan nampak gugup dalam beberapa saat. "Euh.. Itu temen kakak doang kok. Temen sekelas."
"Beneran cuma temenan??? Gree kenal loh sama kak Sekala. Soalnya, mama sahabatan sama mama dia.."
"Oh ya?"
"Iya." Greesa meringis memegangi perutnya karena terlalu bersemangat "Dia tuh nyebelin dan jahil banget. Tapi, orangnya baik sih. Tulus juga! Iya kan ma?"
Galina tersenyum sebagai jawaban.
"Dibanding sama kak Raiden, aku lebih setuju kalau kak Nirbita sama Sekala.."
"Mereka cuma temenan, Gree," ucap Galina menghindari canggung yang bisa saja menyusup sebab, di sekat antara ruang tengah dan depan ada Raiden yang baru saja datang dengan seragam basah kuyup dan helm di tangannya.
"Tapi emang cocok sama Sekala, ma. Sama-sama positif vibes. Gree tuh tahu mana aura cowok yang baik dan mana yang- halo kakakku." Greesa langsung cengengesan. Ia salah tingkah mendapati orang yang sedang dibicarakan muncul begitu saja. Praktis ia menggaruk pipi, lanjut ke pelipis dan.. "Waduh.., ganti baju dulu, kak. Keburu masuk angin. Hehe."
Namun, Raiden tidak menggubrisnya. Pandangannya justru tertuju pada Nirbita. Seolah hubungan mereka baik-baik saja, lelaki itu tersenyum. "Udah dari tadi, Ta?"
"Iya nih."
Raiden melipat bibirnya lalu mengangguk mengerti. Setelah itu ia mundur. "Oh.. ya udah. Gue ganti baju dulu ya."
Setelahnya, hanya terdengar suara air conditioner dan detak jam dinding. Nirbita semakin merasakan ketidaknyamanannya. Gadis itu berdeham, lalu melihat angka jam yang tergantung di atas televisi. Sudah pukul setengah tujuh lewat, itu artinya sudah cukup lama ia berada di sini.
"Aku.. pulang dulu ya, tan. Udah malem soalnya," ucap Nirbita.
"Loh, nggak mau nunggu papa Raiden dateng dulu???"
Nirbita tersenyum tidak enak. "Next time aja, tan. Aku pasti ke sini lagi kok."
"Emang udah dijemput, kak? Masih hujan gini loh," timpal Greesa.
"Iya.. ini kakak mau pesan taksi online. Soalnya buru-buru, di rumah lagi nggak ada orang dan lampu belum dinyalain semua," jawab Nirbita asal sambil merogoh ponselnya. Ia sampai melupakan pesan Garin untuk menghubunginya jika hendak pulang.
"Bahaya naik taksi malem-malem. Dianter Raiden aja. Bentar."
"Eh. Nggak usah, tan," tolak Nirbita cepat. Namun, Galina sudah berteriak memanggil Raiden. Beberapa saat setelahnya lelaki itu turun dengan kaus dan celana pendek.
"Kenapa, ma?"
"Minta tolong anterin Nirbita ya, kak. Bisa kan?"
Raiden mengangguk. Membuat segala penolakan Nirbita tidak berarti apa-apa lagi. "Aku ambil kunci mobil dulu."
Semua terasa buruk bagi Nirbita. Apalagi ketika lelaki itu kembali menampakkan diri dan berjalan ke arahnya dengan langkah pasti. "Ayo, Ta."
Mau tidak mau, ia menyerah. Nirbita bangkit diikuti Gali dan Greesa yang hendak mengantar sampai depan.
Suara rinai hujan terdengar semakin jelas ketika pintu dibuka. Hawa dingin berebutan masuk, menghantarkan aroma tanah tapi itu semua sama sekali tidak mengalihkan atensi mereka. Sebab, tatapan mereka tertuju pada titik yang sama, pada seseorang yang baru saja memarkirkan motor dengan mantel membungkus tubuhnya.
"Loh, Sekala??!! Kok hujan-hujanan kamu?? Ya Allah! Cepet masuk!!" pekik Galina.
Dan Sekala hanya tersenyum, menunjukkan deretan giginya dengan tampang polos. Lelaki itu mengambil sesuatu di jok motor terlebih dahulu sebelum akhirnya berlari ke beranda rumah.
"Dari mana kamu kok hujan-hujan gini masih di luar? Latihan futsal sama Raiden?" cecar Galina.
Untuk mempersingkat, Sekala mengangguk meskipun kenyataannya tidak. Lalu, ia menatap Nirbita dan mengulurkan mantelnya. "Mau pulang kan?"
"Nirbita balik sama gue," ucap Raiden sebelum Nirbita menjawab. "Pake mobil biar nggak kehujanan." Dan hal itu sukses membuat Sekala menurunkan tangannya.
"Iya. Kamu di sini aja dulu. Nonton sama nyemil tuh di dalem sama Gree. Nanti pulangnya nunggu reda," timpal Galina. "Nirbita biar sama Raiden dulu ya.."
Demi apapun, hati Sekala benar-benar sakit mendengarnya sekalipun itu sebuah kebenaran dan saran yang baik. Tapi.., ah andai ia bisa mengalahkan traumanya dan bisa naik mobil, pasti ia tidak akan pernah melewati moment menyakitkan ini..
Sekala berdeham. Sebisa mungkin ia mengendalikan raut wajahnya agar tidak terlihat masam. Ia menguasai emosinya dalam sekali tarikan napas dan hembusan yang benar-benar pelan. "Eung.. ya udah deh." Lelaki itu sudah membuka kancing bagian atas mantelnya ketika Nirbita mendekat dan meraih mantel di tangannya.
"Ayo pulang," katanya.
***
DERUM kendaraan, gemericik air yang jatuh di kubangan, juga klakson dan decit ban menjadi harmoni yang cukup menggambarkan seberapa basah serta lembabnya kota malam ini. Mungkin jika Pantone mendeskripsikan dengan warna, classic blue akan berada di opsi pertama. Sebab, suasananya menang melawan sendu, biru, dan hampir menabrak abu-abu langit.
Sementara dua orang di atas motor itu masih bertahan dengan diam. Baik Sekala maupun Nirbita sama-sama berada di satu titik, tapi pikirannya justru kemana-mana. Menabrak dinding pencakar langit, tersangkut di kap lampu jalanan, bahkan mengambang tidak jelas di atas kepala lalu terbawa angin begitu saja dan perjalanan diisi hening itu justru membuat jarak yang ditempuh terasa semakin jauh.
Ingin malam ini cepat berakhir, Sekala menaikkan kecepatan hingga menyentuh 80 km/jam. Angin semakin kencang menubruk telapak tangannya yang mulai pucat pasi. Bersamaan dengan itu, terasa sebuah cengkraman di sisi bajunya. Yang semakin ia menaikkan kecepatan, semakin erat pula pegangannya.
Jujur, Sekala senang dan sedih di saat bersamaan. Tidak dapat dipungkiri perlakuan Nirbita tadi membuatnya melayang tinggi. Sampai-sampai menubruk sisi langit dan air hujan yang turun membuatnya sadar perlahan bahwa..., ia baru saja menggagalkan kebahagiaan gadis itu.
Jika dipikir menurut logika, Nirbita jelas lebih bahagia jika bisa pulang bersama Raiden, menghabiskan waktu berdua dengan lelaki itu di dalam mobil tanpa kehujanan. Namun, hanya karena tidak enak hati, Nirbita malah memilih bersamanya. Membiarkan sepatunya basah, rambutnya lepek, dan berada di bawah rinai hujan yang jelas-jelas tidak begitu disukainya.
Perasaan Sekala campur aduk. Menyesal, kecewa, marah, sedih, sakit, semua menjadi satu. Ia tidak bisa menghitung persentase masing-masing yang jelas ketika motornya berhenti dan Nirbita turun dari jok belakang, ia masih betah tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Dari balik kaca helm, ia melihat sosok Nirbita lebih gelap, menyatu dengan malam di belakangnya. Gadis itu terlihat membenahi mantelnya yang terlipat kemudian menatapnya dengan senyum yang tulus sekali.
Benar jika Nirbita adalah langit sebab, ia punya sabit di bibir dan bintang di matanya. Dua objek itu tergambar jelas dengan bantuan sisa cahaya sekitar.
"Mau mampir dulu nggak? Nunggu reda.." tawar Nirbita dan Sekala menggeleng sebagai jawaban.
"Gue langsung balik aja."
Lalu tangan Nirbita terulur mengusap kaca helm Sekala yang dibiarkan tertutup, membuat langit di depannya terlihat lebih jelas dari sebelumnya. Meskipun, beberapa rintik mulai berjatuhan kembali dan perlahan memudarkannya lagi.
"Makasih ya.." ucap Nirbita dengan senyum yang tak kunjung pudar. "Makasih udah nggak biarin gue pulang bareng Raiden malam ini," lanjutnya dengan suara lebih rendah.
Sekala tersekat mendengarnya. Namun tak urung ia mengangguk. Segala pemikiran buruk yang ada di kepala, satu-persatu jatuh. Dan ketika Nirbita menepuk bahunya beberapa kali sebelum mundur perlahan, segala pemikiran buruk itu ibarat dedaunan yang dihempas angin berskala besar; hilang tak tersisa.
"Hati-hati.."
---------------------------------------------
Gimana bab ini??
Udah cukup, bentar lagi full yang manis-manis. Janji...
Karena, kita bakal mulai berburu senja!!!!
KALAU DITANYA BAKAL LANJUT DI WATTPAD APA TIDAK, JAWABANNYA lanjut ya.. Tapi ya cerita ini bakal terbit. Kalian nabung aja dari sekarang hehe..
Dah, SPAM FOR NEXT
See you on the next chapter!!!
-love, yupi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top