Bab 18. Dark Side of The Moon
Kangen nggak? Hahaha
1/100 berapa nih kangennya?
Udah siapa baca? Wait, tarik napas dulu!!!!
Nah oke!
Selamat membaca, jangan lupa vote dan komentar yaaa..
_____________________________
Bab 18. Dark Side of The Moon
Dark side of the moon adalah sisi bulan yang tidak pernah kelihatan dari bumi.
***
LIST acara yang nggak pernah Nirbita datengin selama 2 tahun lebih jadi bagian dari kelas IPA 1 :
1. Makan-makan di rumah Serena buat rayain anniversary kelas pertama kalinya. Lo bener-bener udah ngelewatin moment sakral yang nggak akan pernah terulang.
2. Sleep over (khusus cewek). Kenapa sih, Ta? Seribu alasan tiap kali kita ajak nginep?? Fyi, cewek-cewek di kelas kita nggak ada yang punya kutu kalau itu yang lo khawatirin.
3. Main ke Dufan (waktu kelas kita dapet duit abis menang lomba tarik tambang dan futsal kemerdekaan). Lo udah ketinggalan banyak hal seru tau!! Kayak misalnya ketika Pragia -yang notabene cowok cool paling lakikk di kelas- jerit-jerit sampe melotot matanya merah perkara naik rollercoaster. Terus, pas dia turun muntah... kelabang.
4. Nongkrong. Lo jarang banget mau diajak nongkrong bareng kita!! Kenapa? Najis ya? Dari 35 anak, masa lo cuma deket sama Garin!!
5. Camping di puncak pas liburan semester. Ini seru banget. Serunya melebihi apapun soalnya disana dingin dan kita main ehem.
6. Clubbing. Oh oke, maybe lo nggak suka alkohol dan musik jedag jedug but ayolah sekali-kali mau kita ajarin joget sampe bawah... Kalau someday lo mau, gue (Acacia yang menulis bagian ini) bakal OPEN TABLE buat anak sekelas. Nb : tapi yang bayarin tentu bapak ketua kelas terhormat ; Sekala Diwangkara.
7. Nonton Java Jazz Festival. Kita sekelas udah janjian ngeheboh bareng karena Sekala tampil tapi dengan teganya lo memilih jalan bareng Raiden:)
8. Meskipun kelas kita mungkin 11-12 sama isi neraka tapi kita selalu berusaha untuk saling care satu sama lain. Kayak misalnya, selalu rayain dan kasih surprise kalau ada yang ulang tahun. Tapi, selama ini, lo masuk dalam list teratas orang yang banyak absennya dalam hal ini. Alasannya, kalau nggak cuaca ya... RADEN MAS RAIDEN.
9. New year dalam dua tahun terakhir lo absen terus sampe-sampe surprise yang kita bikin buat your birthday always failed. Lagi dan lagi... "Maaf ya, gue lagi sama Raiden." Omg Raiden, mau you root in hell!!! Terus pernah sekali, after your birthday kita sekelas janjian ke Gili Trawangan dan lo juga nggak ikut. Padahal, niatnya kita bolos dan dihukum bareng-bareng. Tapi, seperti biasa... lo NGGAK BISA!!!!
Meskipun belum selesai satu halaman, Nirbita menutup buku bersampul navy itu lantas menatap satu-persatu orang di hadapannya dengan raut bingung. Tas masih tersampir di pundak, bahkan ia belum menyentuh ujung meja saat 'mereka' mencegat jalannya.
Dan kalau ditanya 'mereka' itu siapa, jawabannya adalah... pengurus kelas.
"Udah baca semua nyonya Nirbita?" tanya Acacia.
Nirbita menggeleng. "Bel-"
"Ah ya, udah pasti belum karena for your information, hampir separuh buku itu berisi catatan lo. Dan waktu tiga menit nggak bakal cukup buat baca keseluruhan."
Acacia mengambil alih catatan itu, menyerahkan pada Serena -siswi yang berdiri paling dekat darinya- lalu kembali menatap Nirbita. "Sebagai sekretaris kelas yang bertanggung jawab mencatat apapun termasuk dosa-dosa anggota IPA 1, gue udah mulai muak nulis setiap hal di kolom nama lo. Oleh karena itu, berhubung tahun ini adalah tahun terakhir kita bareng-bareng. Gue dan teman-teman lainnya sangat berharap dari lubuk hati yang paling dalam agar lo aktif ikut kegiatan kita. Hal ini bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan yang semakin lama semakin renggang karena try out dan ujian-ujian kehidupan mulai menyerang."
"Woy buruan! keburu Sekala dateng!!" teriak Tenggara memecah moment dramatis yang diciptakan Acacia. Lelaki bermata upturned itu berada di pintu kelas, seolah berjaga-jaga tapi Nirbita tidak tahu hubungannya dengan semua ini. Sekala dan catatan dosa-dosanya jelas tidak memiliki korelasi sama sekali.
"Kalau lo lihat Sekala di ujung koridor cepet seret ke mana kek. Lo handle satu orang aja ketar-ketir gimana mau jadi bodyguard Presiden?!" balas Acacia memutar matanya malas. Hal itu membuat umpatan dan istighfar keluar dari mulut Tenggara. Lalu, gadis itu kembali pada Nirbita. "Jadi gimana, Ta?"
"Apa?" tanya Nirbita bingung.
"Tahun ini sanggup nggak aktif ikut kegiatan kita? Sebelum Ujian Nasional dan promt night nantinya."
Belum sempat Nirbita menjawab, gadis dengan rambut di curly mendekat membuat Acacia menggeser tubuhnya. Amara, wakil ketua kelas itu tersenyum lebar. Menunjukkan deretan giginya yang di-behel. "Sebenarnya, kita nggak perlu persetujuan lo sih, Ta mengingat list absen lo banyak banget. Jadi, mau nggak mau lo harus ikut. Selama ini, alasan lo Raiden kan? Berhubung udah putus, berarti udah nggak ada alasan lain."
Nirbita menggigit bagian dalam bibirnya. Terbesit rasa tidak enak dan malu mengingat ia selalu mengabaikan teman-temannya demi seorang Raiden. Dulu, ia berpikir lelaki itu segalanya sebab, ia lebih dulu mengenalnya daripada yang lain. Namun sekarang, semua sudah berubah. Raiden mungkin pergi dan jauh darinya tapi teman-temannya masih disini. Tidak kemana-mana.
"Lo jangan berpikir kita lagi ngehakimin ya, Ta. Kita cuma mau lo membaur sama kita, biar dunia lo nggak berpusat di situ-situ aja. Lo nyadar nggak sih, selama ini, di sekolah lo cuma sama Raiden dan Garin? Padahal, di sekitar lo juga banyak kok yang peduli dan mau berteman sama lo," papar Amara panjang lebar. Seperti biasanya, ketika gadis itu berbicara kelas akan hening. Seolah setiap kata yang dilontarkan adalah hal yang penting yang tidak boleh dilewatkan. "Lo pernah mikir nggak gimana kalau misalnya mereka pergi? Mungkin lo bakal ngerasain sakit yang rasa-rasanya bisa bikin dunia lo berhenti. Karena yang lo punya cuma mereka."
Tidak ada yang bisa disangkal dari ucapan Amara. Kehilangan Raiden saja sudah cukup memukulnya telak. Membuatnya menangis dan menyakiti diri-sendiri setiap malam. Apalagi kalau ditambah Garin suatu saat nanti.
Bahkan.. ia tidak bisa membayangkan hari terburuk itu. Kepalanya terlalu penuh untuk menampung semua hal tentang kehilangan. "Gue minta maaf."
"Udah dimaafin."
"Gue... gue bakal belajar berteman sama kalian," ujar Nirbita.
"Harus," kata Amara. "Hidup itu terus berjalan. People come and go. Makanya lo nggak boleh terlalu lama menangisi kepergian seseorang. Nggak ada kesedihan yang abadi kok. Lo cuma perlu lanjutin hidup untuk lihat warna-warna yang baru. Biar lo nggak berhenti di satu titik yang hanya bikin dunia lo kelabu. Lo bisa berteman sama kita semua, kita siap kok mejikuhibiniu di sepanjang perjalanan lo."
Nirbita tersenyum. Ia kehilangan kata-kata, tidak tahu harus merespon apa. Rasanya aneh sebab, dari awal ia tidak begitu dekat dengan mereka. Ada canggung yang tersisa hingga Amara menepuk bahunya pelan lalu mengambil alih sesuatu mencolok dari Serena.
Perasaannya mendadak tidak enak.
Amara kembali dengan crown silver dan selempang yang dalam hitungan detik sudah terpasang sempurna di tubuhnya. "Ini sebagai tanda sambutan karena lo udah memulai hidup yang baru tanpa Raiden juga penghargaan karena udah mau berteman sama kita," katanya tanpa dosa.
Belum sempat Nirbita protes dengan segala keanehan mereka, Acacia kembali mengambil alih suasana. "Untuk merayakan semua ini. Gimana kalau nanti ikut kita party?"
Nirbita menaikkan sebelah alisnya. "Party?"
"Iya dugem. Ajep-ajep."
Nirbita menggeleng sembari melepas crown yang kebesaran di kepalanya. "Gue nggak biasa gitu."
"Nanti kita ajarin biar terbiasa," celetuk Serena. Yang lain mengangguk setuju.
"Oke. Kalau nggak huj-"
"Nanti Arshaka jadi pawang hujan. Dijamin reda. Iya kan, Shaka?!!!" potong Acacia cepat.
Dan Arshaka yang baru saja datang hanya menatap sinis lalu berjalan ke arah bangkunya tanpa menjawab. Sedangkan teman-temannya yang lain masih asik menonton kehebohan yang terjadi di deretan kursi depan.
"Terus, dalam waktu dekat kita bakal punya acara besar. Yaitu ulang tahun yang mulia Sekala Diwangkara. Sebagai punishment karena lo jarang berkontribusi juga karena lo lagi dekat sama dia, gue mau lo berada di team inti buat planning surprise."
"Tapi gue nggak lagi deket sama dia."
"Pernyataan lo nggak mengubah apapun. Lo tetap team inti," tandas Acacia.
Nirbita mulai merasa tidak nyaman. Ia tidak suka memakai atribut yang mereka berikan, ia tidak suka mereka terlalu menuntut, tapi ia tidak enak untuk menolak dan protes. "Jadi gue harus ngapain?"
"Nembus apartemen dia."
"Caranya?"
"Bisa lo pikirin dari sekarang. Dan..."
"Apaan nih rame-rame?!"
Acacia mendengus. Ingatkan ia untuk tidak mengandalkan Tenggara dalam hal keamanan suatu saat nanti sebab lelaki dengan nama mata angin itu tidak becus sama sekali. Lihat saja, sekarang Sekala sudah berhasil melewati pintu. Mendekat dengan tatapan mengintimidasi dan membuatnya mundur perlahan.
"Lo dikerjain, Ta?" tanya Sekala curiga Pasalnya, penampilan Nirbita cukup menggambarkan apa yang sedang dipikirkan kepalanya. Gadis itu berdiri di depan kelas, dikerubuni beberapa orang, dan jadi tontonan yang lain. Saat ia datang pun, mereka semua bungkam seolah sedang tertangkap basah melalukan tindak kriminal. Namun, Nirbita malah menggeleng seraya tersenyum tipis.
"Nggak kok, nggak apa-apa."
Sekala menatap Nirbita seolah memastikan. Dan ia tidak menemukan apapun ketika gadis itu mengangguk, sekali lagi mengatakan bahwa ia tidak apa-apa.
"Terus itu apaan maksudnya gratis dan bisa dihangatkan?" tunjuk Sekala pada selempang bertuliskan 'Free and Can be Heated'.
Sementara Amara tidak bisa menahan tawanya. Arti dari tulisan selempang yang dilontarkan Sekala terkesan ambigu. Harusnya, ia mengingatkan Acacia untuk menggunakan kalimat yang lebih masuk akal dan mudah dimengerti saat custom kemarin. "Ini maksudnya bebas dan bisa dihangatkan, La. Soalnya kan Nirbita udah nggak sama Raiden. Jadi, udah bisa dihangatkan sama yang lain gitu."
"Bisa dihangatkan yang lain?" ulang Sekala.
"Iya. Mau nyoba lo?" celetuk Acacia asal.
Sekala melotot. "Mulut lo, Cia. Turun pangkat lo jadi pembantu umum."
"Lagian, lo... ah ganggu banget tiba-tiba dateng!!!"
***
"MINUM, Ta. Coba dikit." Serena menyodorkan gelas berisi alkohol yang tidak Nirbita tahu jenisnya. Yang jelas, dituang dari sebuah botol bening dengan label merah bertuliskan tahun 1857.
"Gue nggak minum alkohol, Ser."
"Coba doang, dikit."
Tidak enak hati, Nirbita meraihnya, menenggaknya sedikit lalu menyimpan kembali di meja. Di luar ekspektasi, air berbuih itu tidak begitu buruk. Rasa kecut dan sedikit manis menguasai tenggorokan. Ia membasahi bibirnya lalu mengalihkan pandangannya ke penjuru ruangan.
Bagi Nirbita yang lebih menyukai ketenangan, tempat ini tidak lebih dari sebuah bentuk kecil neraka. Suara dentuman musik memekakkan telinga, aroma segala jenis parfum dan alkohol membaur menjadi satu dalam remang. Di bagian depan ruangan, orang-orang menari bebas. Ada Garin di antara mereka. Sedangkan ia lebih memilih duduk di sofa. Bengong sambil sesekali memperhatikan sekitar.
Ia tidak tahu seberapa jeli matanya hingga menemukan seseorang yang begitu dikenalnya berdiri sambil memegangi snifter. Dari raut wajahnya terlihat sangat menikmati alunan musik yang dibawakan DJ. Seperti ada sebuah bisikan, orang itu berhenti mengangguk-anggukkan kepalanya dan di detik berikutnya menoleh. Tatapan mereka bertemu. Saling mengikat hingga seorang perempuan menghampiri.
"Raiden itu cuma nyari 20% yang nggak ada di lo terus dapetnya di Aruna. Tapi begonya, dia malah lepas yang 80% cuma buat si 20% tadi," kata Acacia -yang entah sejak kapan menggantikan posisi Serena- mengalihkan atensi Nirbita. Gadis itu mencebik dengan pandangan lurus ke arah Raiden dan Aruna di seberang. Lalu, Sekala datang diantara mereka, nampak berbicara namun suaranya ditelan bising. Dari gesture yang terlihat, mereka sedang mendebatkan sesuatu.
Nirbita tersenyum kecil. Ia mengambil gelas miliknya dan meminumnya hingga tandas. "Tapi bisa aja kan gue yang 20% sedangkan cewek barunya yang 80%. Lagian, nggak mungkin orang sebodoh itu nentuin pilihan ketika mutusin sesuatu."
"Nah itu. Kebetulan si Raiden bodoh, Ta. Semua orang juga tahu lo hampir sempurna. Nggak mungkin banget buat ditinggalin kecuali sama orang-orang sejenis dia," kata Acacia sambil menuangkan minuman ke gelas Nirbita hingga setengah.
"Orang yang kelihatan terlalu bersih dan sempurna pasti punya sisi gelap yang gelap banget. Termasuk gue. Remember the dark side of the moon? Kurang lebih kayak gitu."
Acacia tersenyum menanggapi. Ia mengangkat gelasnya lalu mengajak Nirbita cheers. Satu tegukan, dua tegukan, Nirbita mulai merasakan kepalanya pening. Namun entah kenapa, ia malah menghabiskan kembali ketika Acacia menambah minumannya. Mungkin karena rasanya enak, mungkin karena ia terbawa suasana melihat Raiden terlihat berbahagia disana. Nirbita tidak tahu, termasuk sudah berapa gelas gin yang ia minum malam itu.
"Mau ke dance floor, Ta?"
Nirbita menggeleng. Sesaat ia merasakan pandangannya kabur sementara sakit di kepalanya semakin menyiksa. "Cia, bisa anterin gue toilet nggak?"
Perutnya seperti diaduk, ada sesuatu yang terdorong naik dan berhenti di tenggorokan saat ia menahan napas. Gadis itu menutup mulutnya, mencoba menoleh ke samping hanya untuk mendapati Acacia sudah tidak berada di tempanya.
Di sisa kesadarannya, Nirbita mencoba berdiri namun tubuhnya limbung. Ia kembali ambruk di sofa. Suara bising, gemerlap lampu, dan hiruk pikuk orang-orang membuatnya seperti terjebak dalam labirin rumit yang membuatnya tidak bisa kemana-mana. Gadis itu menangkup wajah, memijat pelipisnya pelan.
"Ta? You okay?"
Nirbita mendongak. Dalam samar, ia melihat seseorang datang dan duduk di sampingnya. Tidak begitu jelas sebab separuh wajahnya tertutup masker, namun suaranya mengingatkannya pada seseorang. "Sekala?"
"Iya. Ini Sekala."
"Sekala Diwangkara??"
Sadar Nirbita tipsy, lelaki itu berdiri dan mengambil air mineral di mejanya tadi. "Minum dulu, Ta."
Nirbita meminumnya hingga setengah. Belum sempat ditelan, ia memuntahkannya. Gadis itu terbatuk sampai-sampai tubuhnya berguncang hebat.
"Tadi minum berapa banyak?" tanya Sekala panik.
"Empat. Lima. Kayaknya delapan."
Sekala mengintruksi agar Nirbita minum air mineralnya lagi lalu mengalihkan tatapannya pada meja dan melihat isi botol gin yang tersisa sedikit. Ia mengedarkan pandangan dan tidak melihat satupun orang terdekat yang bisa dimintai bantuan.
Saat gadis itu akan muntah lagi, Sekala meraih telapak tangannya. Dengan gerakan hati-hati, ia melakukan akupresur di antara ibu jari secara perlahan, selama tiga menit. Satu tekanan yang membuat Nirbita meringis dan menatap Sekala sayu.
"Maaf ya, Ta."
Sekala merapikan rambut gadis itu, mengumpulkannya jadi satu lalu mengikat asal dengan bracelet tali yang melingkar di pergelangan. Sebuah tindakan yang membuat Nirbita terlihat berada dalam pelukan. Benar-benar dalam pelukan ketika tubuhnya limbung dalam dekapan Sekala.
"Lo apain Nirbita??!"
Sekala menoleh. Garin datang dengan tatapan siap menerkam. Belum sempat menjawab, kerah bajunya sudah ditarik lalu sebuah tamparan keras menyusul, membuat pipinya terasa kebas.
"Berengsek lo!! Anjing!!"
Garin memukulnya, mengenai pelipis dan sudut mata. Kemarahan gadis itu membungkam Sekala untuk menjelaskan apapun. Jadi, yang bisa ia lakukan hanya menangkis atau menghindar dengan harapan amarah itu lekas reda.
"Rin, udah!! Heh!!" Arshaka datang melerai. Keributan yang terjadi memancing orang-orang melihat ke arah mereka, lalu satu-persatu temannya yang lain berdatangan.
Napas Garin memburu. Setelah mengumpat dan melempar bungkus rokok tepat mengenai wajah Sekala, ia kembali menangani Nirbita .
Sedangkan Sekala memilih menenangkan diri. Tidak mengatakan apapun sebelum emosinya terkendali. Lelaki itu menarik napas, mengembuskan perlahan seiring hitungan dalam benaknya.
"Sebenernya tadi Nirbita sama gue. Gue yang kasih dia minum, bukan Sekala," kata Acacia. Sebuah pengakuan yang kemudian disusul oleh Serena. Gadis itu mengatakan bahwa, ia yang menawari Nirbita minum pertama kali.
Tapi, itu bukan lagi masalah untuk Sekala. Setidaknya, ia dan yang lain sudah tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya. Meskipun, dalam bagian dirinya yang paling gelap, Sekala ingin marah. Pada Acacia, Serena, Garin, juga dirinya sendiri. Namun, ia selalu ingat ucapan papa kala itu, katanya ; Dunia ini luas. Semakin lama kita disini, semakin banyak kita ketemu orang dan semakin banyak pula sudut pandang yang harus di mengerti. Kayak misalnya, soal jahat dan baik. Sebenarnya, nggak ada yang benar-benar jahat dan benar-benar baik. Semuanya tergantung siapa yang melihat dan seperti apa takaran yang telah mereka tetapkan untuk menentukan jahat dan baik tersebut. Hidup itu simple kok, cuma soal sudut pandang. Makanya, kita nggak boleh hakimin orang cuma dengan lima detik pengamatan.
Seperti Acacia dan Serena, bagi Sekala mereka jahat karena memberi pengaruh buruk pada Nirbita namun lewat sudut pandang lain, kedua gadis itu mungkin terlihat seperti teman yang sedang berusaha mengeluarkan temannya yang lain dari lorong gelap pasca putus cinta. Begitu pula Garin. Gadis itu jahat karena memukulnya tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan apapun tapi kalau dilihat dari sudut pandang orang lain atau bahkan Garin sendiri, pasti beda...
Sebab, hidup itu soal sudut pandang yang harus dimengerti.
Maka, dengan hati yang lebih lapang. Sekala menghampiri Garin, tidak ada amarah di raut wajahnya. Bahkan, sebuah senyuman hangat terbit dan kalimat selanjutnya justru membuat gadis itu menunduk, tidak berani menatapnya.
"Lo bawa mobil kan, Rin? Anterin Nirbita balik aja, kalau enggak ke rumah sakit dulu. Gue khawatir dia kenapa-napa. Nanti gue bakal ngikutin kalian dari belakang."
___________________________________
KALAU JADI GARIN, KALIAN BAKAL NGAPAIN?
A. Minta maaf sampe sujud
B. Bawa santai aja soalnya gengsi
C. Diem sampe disapa duluan
ASWHWH GIMANA BAB INI?
SPAM FOR NEXT YEAAA!!!
BONUS FOTO :
Sekala Diwangkara
Garin Nnandira
Follow Instagram :
@wattpadyupi
@sekaladiwangkara
@nirbitaasteria
@raidenantasena
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top