Bab 1. Kita yang Hampir Selesai
Bab 1. Kita yang Hampir Selesai
Perasaan itu dinamis, bisa berubah.
***
HARI ini Jakarta hujan. Rinainya membasahi setiap sudut kota-yang biasanya panas. Angin dan petir seolah menari menyambut datangnya air itu. Keduanya berembus dan saling bersahutan satu sama lain, seperti telah bersepakat dengan semesta untuk menemani perjalanan pulang Nirbita dan Raiden.
Tidak ada pembicaraan di antara mereka. Baik Nirbita ataupun Raiden masih betah saling diam. Lagu My Immortal mengalun pelan dari tape mobil. Suaranya beradu dengan embusan napas dan rintik hujan di luar.
Perjalanan menuju Kemang terasa dingin. Nirbita tidak pernah tahu batas maksimal rasa itu. Tapi, yang dirasakannya saat ini adalah dingin yang menusuk hingga ulu hati. Dan itu sakit sekali.
Gadis itu mencengkram erat seatbeltnya, menggigit bibir bawahnya lalu melirik lelaki di sampingnya itu. "Sampai kapan Rai, sampai kapan kamu ngehindarin aku terus?" tanya Nirbita memecah hening.
Raiden tidak menjawab. Lelaki itu memilih fokus dengan jalanan di depannya. Hujan yang semakin lebat membuat kota berkabut, sehingga sulit baginya untuk memecah konsentrasi.
"Udah sebulan lebih kamu nggak jelas gini. Aku bingung harus gimana."
Nirbita menatap Raiden penuh harap akan jawaban tapi lelaki itu tetap memilih bungkam. Padahal, Nirbita tidak meminta apapun. Ia hanya butuh jawaban atas kebingungannya selama ini. Bagaimana tidak, Raiden tiba-tiba berubah. Lelaki itu jadi dingin dan cuek. Bahkan seringkali menghindar lalu menghilang begitu saja.
"Kalau aku ada salah, bilang. Diam kamu nggak akan menyelesaikan apapun." Gadis itu menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia merasa direndahkan karena lelaki di balik kemudi itu masih enggan menggubris.
Tidak kunjung ada jawaban, Nirbita mengalah. Ia memalingkan wajahnya ke arah luar dan melihat jalanan Darmawangsa sore itu. Ada genangan di trotoar, embun tampias hujan di jendela pertokoan, dan pohon tumbang di pinggir jalan.
Nirbita masih menoleh ke belakang, melihat bagaimana pohon itu dilewati begitu saja. Besok, pasti akan ada ruang kosong di tempat itu. Beberapa waktu lagi bisa ditebak, akan ada pohon baru sebagai pengganti. Alurnya sama seperti jalan hidup manusia. Cepat atau lambat, yang bertahan akan mati dan yang mati akan segera diganti.
"Aku mau kita selesai, Ta."
Seketika dunia Nirbita berhenti berputar. Analogi soal pohon tumbang tadi buyar seketika. Ia langsung menoleh.
"Maksudnya?"
"Aku mau putus."
Nirbita tercekat. Tubuhnya lemas seketika. "Kamu ngerjain aku?"
"Aku serius."
"Kenapa?" tanya Nirbita.
Tidak ingin hal buruk terjadi, Raiden menepikan mobilnya. Sekarang, lelaki itu menatap penuh pada gadisnya. Ada jeda panjang, kurang lebih satu menit hingga akhirnya lelaki bermata hitam pekat itu berkata lirih...
"Aku udah nggak punya alasan untuk bertahan sama kamu."
"Emang alasan kamu bertahan sama aku apa?"
"Cinta."
"Dan sekarang itu udah nggak ada?"
Raiden tidak menjawab. Ia mencoba mengulurkan tangannya untuk meraih Nirbita tapi gadis itu lebih dulu menepisnya.
"Aku nggak mau putus. Aku udah terbiasa sama kamu."
"Makanya kita harus belajar untuk nggak terbiasa, Ta."
"Nggak bisa. Aku nggak mau."
"Ta... kalau terus sama kamu, aku yang nggak bisa."
"Ada perempuan lain, Rai?"
"Nggak ada."
"Jujur aja, aku nggak bakal marah."
"Nggak ada, Ta. Nggak ada perempuan lain. Ini cuma soal perasaan aku yang udah nggak ada buat kamu."
"Kenapa tiba-tiba."
"Nggak tiba-tiba. Sebenernya, udah dari lama."
Sore itu terasa dingin sekali. Matahari sudah pergi, hujan juga semakin deras seiring dengan turunnya tangis Nirbita.
Gadis itu melepas seatbeltnya lalu menghambur dalam pelukan Raiden. Aroma musk membuat Nirbita semakin menyembunyikan wajahnya di ceruk leher lelaki itu. Gadis itu terisak hebat.
"Aku bakal bikin kamu cinta aku lagi, Rai. Aku janji. Tapi kamu nggak boleh pergi. Aku gimana kalau kamu nggak ada?"
***
NIRBITA menyukai senja. Cukup baginya berdiri di balkon kamar, menyesap greentea dan menikmati prosesi ketika langit perlahan meredup, ia sudah merasa lebih hidup. Ada tiga alasan mengapa ia menyukai detik-detik itu.
Pertama, senja begitu indah untuk dilewatkan. Sekali dalam sehari, ia tidak mau tertinggal barang sebentar. Bisa jadi, besok ia tidak bisa lagi menikmati ketika mentari beringsut pergi dan meninggalkan pendaran warna yang sangat indah. Moment sakral itu seolah menahannya untuk tidak pernah absen melihat.
Kedua, saat burung-burung senja melintasi kota Jakarta sore itu, ia akan merasakan aroma angin yang bercampur polusi. Bau knalpot kendaraan dan bisingnya seolah terhantar sampai rumah bersamaan dengan datangnya papa. Suara mobil yang terparkir di carport, pintu utama yang terbuka, langkah kaki di pijakan tangga, lalu obrolan dan tawa ketika menuju kamar. Papa dan orang itu akan menghabiskan waktu bersama selagi mama tidak di rumah. Lalu, ia akan menulikan pendengarannya dan kembali melihat langit barat. Sesaat kemudian ia akan berbisik; ayo, bawa aku ke ruang yang lain.
Sebab, orang-orang bilang, ketika matahari benar-benar tenggelam, disitulah pintu rahasia dua alam bertemu. Dan Nirbita ingin pergi ke dimensi lain tersebut. Tidak apa, asal tidak disini.
Lalu, alasan ketiga mengapa ia menyukasi senja adalah karena pertemuan pertamanya dengan sang kekasih. Raiden Antasena Sandyakala.
Mereka bertemu di halte sekolah ketika senja turun empat tahun yang lalu. Saat itu sedang kemarau di bulan Juni. Angin kering yang dingin membuat sekujur tubuh Nirbita meremang karena mobil jemputannya belum datang.
Tiga puluh menit hingga sebuah motor berhenti di depannya. Untuk ukuran anak kelas dua SMP yang polos, terlalu mengejutkan ketika siswa paling populer di sekolah berhenti di depannya sembari tersenyum hangat.
"Nunggu jemputan ya? mau bareng gue nggak? Kayaknya kita searah."
Alih-alih menjawab, Nirbita justru fokus pada lesung pipi di sebelah kiri milik lelaki itu. Pada senyum yang nampak lebih indah dari semburat senja, lebih menenangkan daripada angin yang berembus pelan.
Ketika lelaki itu turun dari motor, Nirbita tidak tahu apa yang dirasakannya saat itu. Ia hanya diam dengan jantung berdegup kencang. Ada gelayar aneh di hatinya yang menghangatkan, membuatnya tersipu dengan pipi merah padam.
"Hei, gue serius sama tawaran gue barusan."
"Hmm g-gue..."
Nirbita mendadak gagu. Jika disuruh memilih, ia lebih baik presentasi di depan kelas atau menyanyi di depan khalayak dibanding harus berhadapan dengan orang di depannya itu. Benar kata teman-temannya, Raiden dari dekat mirip dewa yunani. Ketampanannya mampu membuat orang di hadapannya membeku.
Tangan Nirbita berkeringat dingin, ia merutuki hipotalamus yang membaca jelas emosinya saat ini. Pada hembusan napasnya yang berat, ia berdo'a semoga mama datang dan menyelamatkannya.
Angin berembus sekali lagi, deru mobil yang berhenti membuatnya menoleh ke arah trotoar. Melihat mobil SUV berhenti disana, ia bernapas lega. Lalu, seperti anak panah yang lepas dari busurnya, gadis itu berlari dengan cepat untuk masuk mobil. Ia menutup pintunya dengan suara gebrakan keras, membuat mama melotot.
"Kamu ini, serampangan."
Dan Nirbita hanya meringis. Ia melirik sedikit ke arah halte tanpa mempedulikan mama. Dari sudut matanya, ia melihat Raiden masih disana, menatap kepergiannya dengan pandangan... biasa saja.
"Tadi itu siapa? Teman kamu?" tanya mama.
"Iya, Ma," jawab Nirbita. Ia jelas berbohong karena bertahun-tahun sekolah, ia belum pernah bertegur sapa dengan orang itu.
Namun, ternyata semesta telah memberi tanda di pertemuan sore itu sebagai chapter pertama dalam petualangan kisah mereka. Sebab, di hari-hari selanjutnya, mereka jadi saling bertemu, saling menyapa, saling berbicara, dan akhirnya... saling jatuh cinta.
_____________________________________
Semoga kalian suka dengan cerita baruku..
Ngomong-ngomong, kalian pernah ngalamin hal kayak Nirbita nggak? Tiba-tiba diputusin dan kalian nggak mau, malah milih untuk bertahan untuk satu kesempatan lagi..
Ya, mungkin bagi orang lain itu adalah salah-satu hal paling bodoh. Intinya, cara simple buat jatuhin harga diri tapi, enggak buat anak broken home yang udah terlanjur jadiin cowok satu-satunya harapan. Jadi, kita nggak bisa hakimin orang lain hanya dengan sudut pandang yang kita ciptakan sendiri.
Oke,
Untuk info update dll, follow instagram :
@everydaywithyupi
@yupitawdr
@nibirtasteria
@sekaladiwangkara
@raidenantasena
SPAM FOT NEXT
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top