13. Kembali Pulang
Kalau kata Raissa - Kau Rumahku, "Jika mampu kumenjelajahi langit, kan kupetik pelangi tuk warnai harimu. Jangan khawatir, masih ada aku."
.... dan Aldila menyetujui hal itu.
Gentar's First Daughter: Aldila Kireina Hana
cw: major character death
_____
"Duh, Neng Aldila jangan lari-lari begitu! Kenapa sih, buru-buru amat?"
"Duh, maaf, ya Tante! Emang buru-buru."
Aldila namanya. Usianya 16 tahun, tapi masalah mandiri jangan dipertanyakan, dia sudah terlewat mandiri. Sama seperti Arva, dia dimandirikan karena keadaan. Namun bedanya dia masih dapat perhatian dari ayahnya. Ups.
"Oh, yaudah hati-hati di jalan!"
"Iyaaa, makasih banyak Tante!"
Gadis ini belum bisa mengendarai motor, sehingga untuk pulang-pergi sekolah atau hal lainnya dia menggunakan ojek online. Masalah uang, Gentar akan memberikannya kepada Aldila ketika gadis itu memang perlu. Namun, untuk kali ini dia tidak memesan ojek online, habisnya jaraknya lumayan dekat dari rumah. Oleh karena itu dia berlari sampai membuat warga terheran-heran. Semangat sekali anaknya Bapak Gentar, begitulah pikir mereka.
Tujuannya kali ini adalah toko bunga yang dikelola oleh teman ibunya, lebih tepatnya tetangga wibu ibunya dulu. Gadis remaja yang sempat ingin merebut ibunya dari ayahnya. Ingat tidak? Tetangga wibu itu, yang ikut andil dalam proses kelahiran Aldila.
Namanya tidak pernah diberi tahu oleh sang penulis, tapi kalau Aldila sendiri lebih suka memanggilnya Tante Manis, karena memang semanis itu. Dia sudah menikah dengan pria yang sama wibunya. Setelah menikah dia pindah rumah tapi tidak jauh dari rumah orang tuanya. Mereka memiliki usaha berupa toko bunga, toko yang selalu Aldila kunjungi setiap bulannya.
"Sore, Tante Manis!"
"Tuh kan bener, Tante udah duga kamu bakal dateng hari ini!" Kekehnya. Aldila yang melihat itu hanya ikut tertawa kecil sebelum akhirnya dia duduk di salah satu kursi.
"Bunga kayak biasa ya, Tan."
"Siap! Btw udah nonton episode baru belum?"
"Konteks?"
"Anime yang Tante rekomendasiin waktu itu."
"Oh! Iya sudah Tan, tapi aku bakal drop animenya, sih. Nggak begitu tertarik."
"Ya keliatan kamu nggak bakal suka, sih. Cuma Mamamu suka banget loh anime genre kayak begitu."
"Oh iya?"
Si Tante Manis hanya mengangguk, dia sambil mengobrol juga sambil menyiapkan bunga yang biasa Aldila pesan setiap bulannya. Bunga Forget-Me-Not. Biasanya yang memesan bunga ini adalah seorang pria atau wanita untuk pasangannya. Namun, berbeda dengan Aldila, bunga ini dia peruntukkan untuk ibundanya tercinta. Setiap bulan dia selalu membawa bunga ini.
Omong-omong, Tante Manis ini sedang mengandung anak kedua, loh. Katanya kalau semisal anak keduanya perempuan, mau diberi nama [Name]. Aldila yang mendengar itu hanya tertawa dan mendukung. Tante satu ini memang sangat mengidolakan ibunya.
"Aldila, ini bungamu."
"Ah, makasih, Tante."
Aldila tidak perlu membayar lagi, dia sudah membayar di awal bulan Januari untuk pertahun. Dalam satu tahun, dia akan membeli 12 bunga yang sama, dan dia ambil setiap satu bulan sekali. Praktis.
Kelar dari toko bunga, Aldila memesan ojek online untuk pergi ke sana sebelum malam. Ini sudah menjadi rutinitas Aldila sejak usianya enam tahun. Pada tanggal 10 setiap bulannya dia akan pergi ke tempat sang ibunda.
"Sebentar, ya, Mama."
____
Sampai di sana, Aldila langsung menuju ke tempat bundanya. Hari ini dia cukup terlambat, terlalu sore. Sebentar lagi hampir maghrib. Aldila tidak berani di makam saat maghrib. Oleh karena itu, hari ini dia hanya akan sebentar mengunjungi makam ibunya.
Kalau kalian bertanya bagaimana perasaan Aldila kala itu―dia benar-benar terkejut. Sebuah reuni SD yang seharusnya menyenangkan malah menjadi sebuah petaka. [Name], ibunya, meninggal karena reuni itu. Mereka bereuni di salah satu gedung, Aldila tidak tahu persis itu gedung apa. Namun singkat kejadiannya, gedung itu terbakar, lebih tepatnya kebakaran. Ibunya adalah salah satu korban di sana. Kala itu, dia maupun Gentar tidak ada yang menyalakan televisi untuk melihat berita. Oleh karena itu, ketika mendengar kejadian itu, Gentar, ayahnya, sangat terkejut.
Pada usia enam tahun tanggal 10 Desember, Aldila ditinggal ibunya pergi untuk selamanya.
Dia saat itu masih kecil, tidak mengerti apa-apa. Satu hal yang dia mengerti: tidak ada lagi sosok perempuan hebat di hidupnya.
"Halo, Mama."
Mungkin [Name] yang dulu akan sangat sebal karena putrinya sangat mirip dengan Gentar, bahkan kini sifatnya pun seperti Gentar. Namun, kalau semisal [Name] bisa melihat atau merasakan ini, mungkin [Name] akan merasa sangat bersyukur karena putrinya sangat mirip dengan Gentar; yang dalam situasi apapun akan tetap menampilkan senyum khas ala Gentarnya itu.
Aldila bukan tipe yang susah menerima kenyataan. Menurutnya, semua yang ada di dunia itu tidak kekal, akan kembali kepada Yang Maha Kuasa pada waktunya masing-masing. Dia tidak pernah takut pada kematian, tapi yang dia takutkan adalah, bagaimana dengan ayahnya jika dia mati lebih dulu? Bagaimana orang-orang di sekitarnya? Dia tidak takut mati, tapi dia takut orang yang dia sayang menyedihkan kematiannya.
Menurut Aldila, itu akan lebih baik jika mereka tertawa di hari kematiannya. Ah cukup, bicara tentang kematian, Aldila memiliki perspektif yang dalam tentang itu.
Lagipula, Aldila sudah ikhlas. Tidak ada yang perlu ditakutkan tentangnya, dia tidak merasa sensitif orang membahas tentang kematian ibunya atau hal semacam itu. Menurutnya, dibanding khawatir dengannya, lebih baik kalian khawatirkan ayahnya.
Ayahnya itu benar-benar berubah, menjadi sedikit lebih diam tapi berusaha tegar demi menjadi perisai untuknya. Aldila mungkin tidak memiliki sosok perempuan hebat lagi, tapi suatu saat―dia akan menjadi sosok perempuan hebat itu.
Mendoakan ibunya, lalu pulang. Itu yang Aldila lakukan di makam hari ini. Hari sudah mulai gelap, ada baiknya dia pulang ke rumah. Ayahnya pasti khawatir dengannya.
―――
"Aldila, astaga, kok baru pulang?!"
Benar saja, di depan pintu rumah ada Gentar yang menunggunya dengan raut khawatir. Mau bagaimana pun, Gentar masih trauma. Rasa khawatirnya menjadi berlebihan.
"Maaf, hari ini aku telat perginya."
"Oh...? Ah, ya... Ini tanggal 10." Sorot mata tidak bisa berbohong, tercetak jelas ayahnya itu tampak sedih. Selama sepuluh tahun ini, ayahnya masih belum berani pergi ke makam mamanya. Padahal itu istrinya sendiri. Tidak apa, Aldila paham.
Tujuh tahun lamanya Gentar mendapatkan hati [Name], tujuh tahun pula Gentar dapat bersama dan serumah dengan [Name]. Namun, sepuluh tahun dan akan terus berlanjut luka yang Gentar dapatkan dari tragedi itu.
Katakanlah Gentar merasa muak. Dia sendiri bingung bagaimana bisa putrinya tetap bertahan dan bersikap seolah dia tidak apa-apa. Namun, satu hal yang Gentar tahu: putrinya juga berusaha tegar agar dia tidak jatuh.
Memang, mereka ini saling bahu-membahu.
"Ayah,"
"Hm?"
"Kenapa Ayah nggak nikah aja lagi sih?"
"Orang gila! Yang ada Ayah digentayangin Mamamu."
Candaan mereka mungkin agak gelap, tapi itu adalah bentuk dari rasa ikhlas mereka. Hati mereka sudah ikhlas.
"Haduh, dasar duda."
"Loh, kamu? Dasar yatim."
"HEH, AYAH! Eh bentar, kalo gak punya ibu bukannya disebutnya piatu?"
"Berarti anak piatu gitu?"
"Aneh, sih... Yaudah, yatim aja."
"... Ya Allah."
―
Gemar sekali kau lukiskan bintang untukku.
Sungguh lihai tanganmu menata kembali hati yang hampir mati.
Kan kuletakkan hangat di tengah dekap kita.
―
_________
Hehehe 🥰🥰🥰 aku sudah pernah bilang ada satu yang sad ending... Shshsh
aku cuma mau menggambarkan "satu sosok perempuan hebat yang selalu terlihat bermasalah di depan orang lain." jadi kayaaakk, dia itu keliatannya frik, wibu, aneh, nggak jelas gitu... tapi di dalem hatinya, ada luka yang sudah dia tutup rapat-rapat.
ALDILAAA AYANGKU CANTIKKU KAMU KUAT 🥺🥺🥺❤ bersama ayah gentar kalian menjadi kuat.
jujur, aku lebih kasian sama gentar dibanding sama solar. gentar ngeluarin effort lebih banyak. mulai dari pdkt, nikah, ditinggal.
gentar, makasih udah setia.
see you lain waktu!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top