Bujur Bumi 44 : Kembalikan Dia

Aroma menyengat menyeruak masuk ke indera penciuman, menembus hingga ke paru-paru siapa saja yang menghidunya. Belum lagi dentuman kencang dari musik menggema seiisi ruangan.


Meraih satu gelas kecil di atas meja bar, pria itu menenggak dengan sekali teguk. Mata Affandra memicing sejenak saat indera pengecapnya berbaur dengan pahitnya minuman beralkohol yang bartender suguhkan.

Affandra sadar jika orang tua atau keluarganya tahu ia lari dari masalah ke alkohol dan klub malam, habislah kepalanya dipukul sang ayah. Pria paruh baya itu tidak pernah menyentuh minuman memabukkan itu apalagi mencicipinya. Oleh sebab itu, ia tak pernah menoleransi jika anak-anaknya menyentuh barang haram tersebut.

Mengangkat gelas kecil itu ke depan wajah, es batu di dalam gelas kaca itu bergoyang seiring dengan pergerakan tangannya. Affandra berdecih, begitu banyak pengaruh yang Lintang bawa dalam hidupnya. Termasuk menyicipi minuman beralkohol pun ia mulai dengan Lintang.

Menarik garis senyum miris, ia berdecak kesal saat bayangan mereka dulu terlintas lagi. Dua remaja yang baru saja menginjak usia dua puluh tahun. Untuk pertama kalinya ia dan sahabatnya itu mencoba menjadi anak badung dengan pergi ke klub malam. Alhasil ... aksi mereka ketahuan oleh sang ayah dan Affandra berakhir dihukum dengan dicabutnya segala fasilitas yang diberikan ayahnya selama satu semester.

Ini memang bukan kebiasaan yang pasti akan ia lakukan jika sedang stres, tetapi setidaknya dalam hidupnya selama 33 tahun, Affandra beberapa kali lari ke alkohol sebagai penenangnya.

Pertama, saat Achala dan Lintang menikah. Pria itu benar-benar merasa harapannya untuk mendapatkan Achala pupus tak bersisa. Ia pria pengecut yang hanya menyimpan perasaannya dan mengalah untuk sang sahabat.

Ke dua, saat mendiang istrinya meninggal dunia. Satu minggu setelah kepergian Tyas, Affandra benar-benar kehilangan tempatnya bertumpu. Ia tak tahu harus ke mana lagi selain mabuk dan melupakan hari yang berat. Wanita yang telah memberinya buah hati itu adalah salah satu wanita yang berhasil mengambil tempat tersendiri di hatinya—setelah Achala.

Dan yang ke tiga, hari ini. Hari di mana ia ditinggalkan Achala. Istrinya itu memang bukan pulang seperti mendiang istrinya, tetapi hanya pulang ke rumah orang tuanya membawa serta sang buah hati.

Namun, bukan itu yang menjadi alasan Affandra menginjakkan kaki ke tempat terkutuk ini lagi. Lintang lah yang menjadi faktor utama pria itu berada di sini. Ketakutan yang membayangi sepanjang rumah tangganya, sekarang terjadi juga. Ia takut Lintang datang kembali, menagih perjanjian yang sempat mereka buat. Ia tak ingin Achala bertemu dengan Lintang karena sejujurnya ia belum sanggup atau bahkan tak akan sanggup melepaskan Achala.

"Ivan, satu botol." Affandra mengangkat telunjuknya, memberi kode pada sang bartender.

"Bang, lo sendirian ke sini? Jangan kebanyakan minum, ntar lo kobam, Bang. Repot!"

Affandra mengangkat kedua bahunya, tak acuh akan peringatan dari laki-laki yang sedang meracik minuman untuk pelanggan lain. Barterder yang Affandra sapa dengan nama Ivan tersebut sudah cukup lama ia kenal.

"Ada masalah berat lo, Bang?" tanya Ivan seraya mengansurkan satu botol minuman yang sama seperti Affandra pesan tadi. "Kalo lo kobam, gue mesti ngehubungi nomor mana, nih?"

Affandra tertawa pelan, menuangkan minuman ke dalam gelasnya. Menambahkan dua balok kecil batu es ke dalam gelas kemudian ia menjawab, "Cari aja nomor Pak Dirman di HP gue."

Satu lagi orang yang bisa Affandra andalkan dalam hal ini adalah sosok pria paruh baya yang bekerja di rumahnya. Menenggak minum yang ada di tangannya. Sensasi pahit dan candu mulai bermain di indera pengecapnya.

"Berat banget kayaknya masalah kali ini," sindir Ivan menaikkan kedua alisnya. "Ada apa, Bang? Sini cerita ke gue. Mana tahu sedikit meringankan."

Affandra menarik senyum miring, pemuda di hadapannya tahu apa tentang masalah yang tengah ia hadapi. Solusi apa yang akan ia berikan jika ayah dari Juang itu bercerita padanya? Namun, Affandra tak pungkiri jika tebakan laki-laki itu perihal masalah di dalam rumah tangganya tergolong berat. Kalau ia merasa hal ini tidak berat, Affandra tak akan lari ke alkohol.

Lagi-lagi Affandra berdecak kencang, meraih ponselnya dari saku celana. Memeriksa pesan masuk, tak ada satu pun pesannya dibalas oleh sang istri.

Derit stol bar di sampingnya terdengar samar di antara musik yang kembali bergema kencang, Affandra menoleh ke samping kanan saat pengunjung yang baru saja datang menjatuhkan bobotnya di kursi kosong.

Affandra berdecih mengejek pada pengunjung yang datang, matanya menelisik penampilan laki-laki di sampingnya. Tidak ada yang salah dari penampilan pengunjung baru itu, hanya mengenakan pakaian bekerja sama seperti dirinya. Mungkin laki-laki itu sama seperti Affandra, pulang bekerja langsung lari ke tempat ini. Entah karena ada masalah berat atau memang hobinya berada di tengah kebisingan dan alkohol.

"Sedang ada masalah berat? Gue tahu lo nggak akan lari ke tempat ini. Mau cerita?" Pria itu bertanya menerka dan menawarkan tempat untuk Affandra berkeluh kesah.

Genggaman Affandra pada botol minuman mengencang, rasanya ingin ia ayunkan ke wajah pria yang tanpa dosa berkata demikian. Dia tidak akan menginjak tempat terkutuk ini jika bukan karena Lintang dan sekarang pria itu tanpa dosa duduk di sampingnya, menawarkan pundak untuk mengurangi beban Affandra. Lintang benar-benar bajingan.

"Kembalikan Acha ke gue. Bisa gue jamin, beban lo akan hilang."

Mendelik tajam ke netra elang sang sahabat. "Acha bukan barang. Sampai kapan pun dia tetap istri gue. Gue harap lo yang menyingkir, jangan ganggu kedamaian rumah tangga kami."

Lintang tertawa kencang meremehkan ucapan Affandra. "Lo yakin Achala cinta lo? Ingat, Acha menyukai anak kecil, dia mau nerima lo karena ada anak lo. Gue rasa Acha nggak keberatan ninggalin lo dan kembali ke gue. Acha pasti juga sudah menyayangi Vanilla."

Affandra berdiri, emosinya naik seketika. Tungkainya terayun menendang kaki stool bar yang Lintang duduki hingga bergerak mundur, beruntung pria itu tidak oleng dan terjatuh. Tubuh Affandra sedikit terhuyung karena energinya yang sudah terkuras sejak Achala keluar dari rumah mereka.

"Fuck! Bajingan sialan! Sampai kapan pun gue nggak akan melepaskan Achala. Pergi lo dari sini, anjing!"

Umpatan Affandra mengundang tatapan dari pengunjung sekitar. Bartender yang melayaninya tadi sontak keluar dari meja bar, berdiri memegangi lengan Affandra yang tersulut emosi.

"Sabar, Bang. Bisa dibicarakan baik-baik," ucapnya menarik Affandra sedikit menjauh dari Lintang.

Merasa tertantang, Lintang berjalan mendekat ke arah Affandra. Lengan Ivan yang bebas menghalau pria itu agar menjauh, tetapi Lintang adalah pria bebal yang tak mengerti makna dicegah.

"Bang, udah ... tolong jangan buat keributan. Bang Affandra pasti sudah mabuk, maafkan aja, Bang." Ivan berkata pada Lintang.

Menarik senyum miring, tangan Lintang terulur menepuk pundak Affandra. "Lo belum mabuk, gue tahu lo nggak akan mabuk hanya dengan minum dua gelas kecil. Jadi, dengerin ucapan gue. Kembalikan apa yang jadi milik gue!"

Benar, toleransi alkohol Affandra cukup tinggi. Ia tidak mudah mabuk hanya dengan dua gelas kecil. Lintang benar-benar mengenal sahabatnya dengan baik.

Tubuh Affandra yang dirangkul Ivan kembali memberontak, pria itu tidak peduli jika besok akan ada berita online tentang CEO Manggala Grup salah satu perusahaan terpandang, ribut di sebuah klub.

"Setan! Achala bini gue, dia bukan barang yang bisa lo ambil sesuka perut lo, setan!" Affandra lagi-lagi mengumpat.

Lintang berdiri satu meter di depan Affandra, tangan pria itu disimpan di saku celananya. Maju dua langkah ke depan Affandra pria itu benar-benar memancing emosi Affandra.

"Mau sampai kapan jadi pecundang? Jangan jadi bajingan kecil yang tidak menepati janji. Ingat perjanjian yang kita sepakati. Lo boleh menikahi Achala, tapi setelahnya harus lo ceraikan. Gue udah berbaik hati ngasih lo waktu buat nikmatinya, hampir tiga tahun ini. Sekarang ... gue datang menagih janji itu, sialan!"

Tanjung Enim, 04 November 2022
RinBee 🐝

Mulut Lintang pengin aku remes terus cabein pake cabe setan. 😠😠😡😡
Tolong, jangan tahan aku buat emosi ke Lintang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top