Bujur Bumi 25 : Kepengin Kencan

"Sayang, mas nggak jadi jemput anaknya. Mas kepengin kencan."

Achala tercenung mendengar ucapan Affandra via telepon tiga puluh menit lalu. Jika biasanya sebelum meninggalkan kantor, pria itu akan menelepon Achala hanya sekadar menanyakan apakah ada sesuatu yang ia inginkan, tetapi lain halnya kali ini. Justru ajakan kencan yang Achala dengar dari suaminya. Agak lain memang.

Apalagi anak semata wayangnya sedang tak di rumah. Sepulang sekolah anak itu dijemput supir mertuanya. Katanya, ibu dari suaminya itu sangat merindukan cucu satu-satunya. Sebelum jarum jam menunjukkan waktunya pulang kantor pun, Achala sudah menghubungi suaminya agar sekalian menjemput Juang. Namun, Affandra mengurungkan niat menjalankan amanat yang istrinya beri.

"Sayang ...." Suara derit pintu disertai panggilan yang sangat Achala hapal, membuatnya mengalihkan atensi ke arah pintu.

Achala bangkit dari posisi, langkahnya tergesa menghampiri pria yang sudah melongkarkan belitan dasi di lehernya. Affandra sudah pulang dari kantor pun tak Achala sadari. Sangking dia masih bingung dengan keadaan.

"Terus anaknya gimana, Mas?"

"Ya, ditinggal, Honey. Kita dinner berdua aja. Kalau ajak anaknya, nanti ganggu kita mesra-mesraan." Affandra berujar enteng, tangannya melemparkan kemeja yang ia kenakan ke tengah tempat tidur.

Achala mendesah pelan. Bisa-bisanya suaminya itu berpikiran demikian. Memunguti pakaian Affandra dan mengangsurkan handuk bersih. Wanita itu masih tidak mengerti dengan keinginan suaminya yang sangat mendadak ini.

"Mas, nanti dia ngambek, gimana? Tadi dia telepon dan aku udah bilang, nanti dijemput kamu pulang kerja. Nanti dia nangis, loh?"

"Ya nggak apa-apa, nangis juga kan dia di rumah mami. Mas udah telepon mami tadi, titip Juang. Macha sama papaf mau kencan dulu," tukas pria itu sembari mengerling nakal dan berlalu ke kamar mandi.

Achala memijit dahinya, ia gamang. Sejujurnya ia pun sangat senang Affandra mengajaknya makan malam hanya berdua, mengingat sejak merintis bisnis baru di Surabaya, sudah lama sekali mereka tidak menghabiskan waktu hanya berdua saja. Namun, tidak mendadak seperti ini juga.

Entah bisikan dari mana, pria itu selalu saja tiba-tiba mendadak mengajak pergi. Sama halnya sewaktu Affandra melamarnya, niat awal Achala mengajak Juang kecil jalan-jalan di mall, tetapi nyatanya justru ia diajak menjalani rumah tangga oleh ayah si bayi.

"Kenapa, sih, seneng banget tiba-tiba mendadak kayak gini. Aku curiga almarhumah dulu diajak nikah mendadak juga," gerutu Achala pada suaminya.

Tentu saja pria itu tak mendengar gerutuan Achala, pun wanita itu tak bisa melihat detail kegiatan suaminya di dalam kamar mandi. Ia hanya tahu suaminya mandi setelah seharian bergelut dengan aktivitas di kantornya.

Rasanya tak ada guna juga Achala menggerutu, lebih baik ia bersiap. Meraih handel pintu lemari besar, Achala memilih baju mana yang akan ia kenakan di kencan romantis bersama sang suami.

Pilihannya jatuh pada setelan long dress hitam dengan dipadupadankan blazer warna sama. Rambutnya sengaja ia Gelung, aksesoris yang ia pakai pun hanya jam tangan kecil yang melingkar pas di tangan kirinya.

***

"Gimana? Suka nggak?"

"Suka, tapi lain kali jangan gini lagi lah, Mas. Masa anaknya ditinggal, kita seneng-seneng berdua aja."

Affandra merebahkan bahu lebarnya pada sandaran kursi berbahan kayu jati kualitas terbaik. Kedua alisnya terangkat menatap wanita yang duduk di seberangnya. Menu utama mereka sudah dilewatkan secara tuntas, pasutri itu tengah menikmati makanan penutup.

"Ya, kalau kita bawa dia. Nggak bisa dinner di sini, dong, Honey."

Achala mengedarkan pandangan ke tiap sudut ruangan resto. Benar juga kata suaminya, tempat ini memang dikonsepkan untuk pasangan dewasa. Tidak ramah untuk anak-anak, mengingat di mana menu minuman beralkohol pun menjadi pelengkap di sini.

Affandra meraih gelas berkaki itu, minuman berwarna merah gelap di dalam gelas berputar-putar seiring dengan gerakan yang pria itu buat. Tidak, jangan salah sangka dulu. Affandra masih cukup waras, apa yang ia teguk itu hanya minuman serupa sirup rasa buah anggur.

Pria itu sedikit condong ke depan, kedua lengannya bertumpu di meja.
"Sayang, pesan wine, ya? Segelas aja."

Mata Achala mendelik tajam, kentara sekali ia tidak suka dengan permintaan suaminya kali ini.

"Kamu harus nyetir setelah ini. Nggak ada alkohol!" Achala mengingatkan agar suaminya tidak memesan minuman itu.

Meraih gelas kaca yang satunya, Affandra menghabiskan hampir setengah gelas air mineral. Titah sang pujaan hati pun ia turuti tanpa membantah. Padahal ia tak serius meminta itu, tetapi jika dapat izin, ya, syukur. Tidak munafik, Affandra bukan tidak pernah menyentuh minum beralkohol, tetapi sejak menikah dengan Achala sebisa mungkin ia menghindari minum memabukkan tersebut. Termasuk di jamuan pertemuan koleganya sekalipun.

Tubuh Affandra kian maju, tangannya terulur membenahi poni Achala yang menutupi dahi. Menelisik wajah wanita itu lama, Affandra tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi rapinya.

"I love you, Achala," ujarnya dengan mimik wajah sangat bahagia.

"Nggak usah senyum-senyum! Senyum kamu mirip Juang, Mas."

Alih-alih menjawab ungkapan cinta suaminya, wanita itu justru melayangkan kalimat larangan. Mata Affandra mengerjap untuk beberapa detik, tangannya ia bawa ke depan dada, kembali menyandarkan bahu di sandaran kursi.

"Ya, kan, aku ayahnya. Lupa? Kalau nggak mirip aku, mirip siapa lagi? Artis Hollywood?"

"Aku jadi kepikiran Juang, Mas. Sekarang pasti ngamuk karena nggak jadi dijemput, mami pasti kewalahan. Kamu tahu sendiri gimana anaknya kalau ngambek."

Affandra tertawa renyah. "Lain kali kita ajak anaknya ke tempat lain. Mas kan juga pengin kencan sama kamu, Sayang. Kemarin kalian ke Pepper Lunch nggak ngajak mas, kalian ngedate berduaan aja." Pria tiga puluh tahun itu mencebik.

"Jadi, maksudnya ini cemburu sama anaknya. Iri sama anaknya?"

"Nggak, aku nggak iri. Kalian kesayangan aku semua." Affandra tersenyum lebar.

Meraih ponsel Achala yang tergeletak di samping gelas kosong, dengan sigap perempuan itu mencegat lengan Affandra, matanya mendelik tajam.

"Mau ngapain sama ponsel aku?"

"Mau foto kamu, Sayang. Pasti minta foto, kan?" Affandra memicing, tumben sekali wanita itu melarang suaminya menyentuh ponsel.

Benar, benda itu adalah salah satu privasi Achala. Namun, tidak biasanya ia mencegah seolah ada sesuatu yang disembunyikan dan tidak boleh Affandra lihat.

"Oh, mau foto." Achala semringah, "aku kira mau ngapain. Tau aja, sih, kebiasaan aku. Tolong, ya, Sayang."

Mengatur posisinya, wanita itu sudah mulai bersiap bergaya. Namun, telapak tangannya mengarah ke Affandra, ekor matanya melirik sudut kanan. Sedikit di pojokan ada tempat yang menurutnya sangat tepat untuk mengambil foto.

"Sayang, di sana aja, gimana? Keren, kan?"

Affandra memutar kepalanya ke arah yang Achala tunjuk. Mengangguk sebagai persetujuan, Affandra keluar dari mejanya dan diikuti Achala. Wanita itu meraih tasnya dan menyimpan benda itu di samping kirinya. Duduk menyilangkan kakinya, tangan kirinya menopang dagu, dan tatapannya tertuju lurus ke Affandra.

Membuka kamera, pria itu mengambil beberapa foto Achala dengan berbagai gaya. Jika sudah urusan berfoto ria, wanita itu seakan tak mau berhenti. Beruntung, ruangan resto yang Affandra reservasi hanya diisi dengan beberapa meja saja, itupun cuma meja mereka yang masih berpenghuni. Pengunjung dua meja lainnya sudah lama beranjak dari sana.

Achala tersenyum melihat foto hasil jepretan Affandra. Seperti perempuan kebanyakan, Achala mengunggah beberapa foto yang menurutnya terbaik ke sosial medianya.

Senyumnya pudar, saat notifikasi pertama muncul. Ada seseorang menekan ikon hati berwarna merah pada foto yang baru saja terunggah beberapa detik lalu itu. Menggigit bibir bagian dalam, Achala tidak berhalusinasi, kan?

Lintang Darmawan? Ini sosial media bajingan Lintang?

Ibu jari Achala bergerak membuka profil akun sosial media yang menyukai fotonya barusan. Benar, Achala tidak salah mengenali. Meskipun sosial media orang tersebut terkunci, melalui foto profilnya, tak salah lagi itu adalah Jibran Lintang Darmawan, mantan suami Achala. Orang yang sama, yang ia lihat kemarin di satu tempat makan.

"Sayang, dari kita awal menikah, sampai sekarang. Kamu pernah nggak ketemu ... Lintang, secara nggak sengaja, gitu?" Affandra bertanya tiba-tiba.

Achala menelan ludahnya, gerakan kepalanya mendongak sangat lamban. Pertanyaan suaminya seolah batu kerikil tak kasat mata di pangkal tenggorokannya. Wanita itu mengerjap beberapa detik, suaminya seakan bisa membaca yang ada di kepalanya. Atau mungkin Affandra mengetahui Achala kemarin bertemu Lintang secara tidak sengaja.

"A-aku nggak pernah ketemu. Kalau pun ketemu, a-aku lebih baik ngambil jalan lain. Ngapain, ketemu dia. Malesin banget."

"Aku percaya kamu." Affandra tersenyum, tangannya terulur mengusap puncak kepala Achala.

Tanjung Enim, 13 Oktober 2022
Republish, 4 April 2023
Rinbee 🐝

Ciyee yang dinner nggak ajak buntut. Siap-siap nanti diamuk bocah tirex.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top