Sidang Ketiga

Mereka berdiri di posisi masing-masing membentuk lingkaran. Hanya sekat kayu saja yang menjadi jarak antar mereka.

Posisinya yaitu : Huda, Karin, Diane, Aldo, Nico, Teguh, Seila, Fiki, Novi, Vero, Oriza, Uli, Opick, Lusian serta Rikfi. Untuk bagian posisi Aldo, Nico, Novi, Opick, Lusian dan Rifki hanya terdapat foto wajah mereka yang diberikan garis X merah.

"Selamat berdiskusi... 😊" ucap Kumatobi menyeringai lebar.
.
.
.
.

"Apa yang telah kalian temukan?" Tanya Fiki memulai pembicaraan.

"Surat misterius serta ancaman angka 4 yang bertuliskan warna merah darah." Jawab Diane.

"Selain itu apakah ada lagi?" Tanya Fiki tak puas.

"Kami menemukan sesuatu benda yang penting." Jawab Uli.

"Apa itu?" Tanya Seila penasaran.

"Sebuah jepit rambut berwarna merah." Jawab Teguh. Ia menunjukkan kepada yang lain.

"Benda itu tertinggal saat aku menemukan surat misterius ini di sebelahnya. Sepertinya pelaku melakukan suatu kecerobohan." Jelas Uli.

"Hmm... Berarti pelakunya adalah seorang wanita." Ucap Fiki.

"Be-belum tentu bisa saja dia menjebak wanita." Elak Karin gugup.

"Iya, aku sependapat dengannya. Bagaimana bisa jika seorang wanita membunuh Rifki yang berbadan besar itu?" Sanggah Diane.

Semua orang pun berpikir apa yang dikatakan oleh Diane. "Masuk akal juga." Komen Vero.

"Apakah kau sependapat dengannya Huda?" Tanya Vero melirik Huda.

"Hmm... Aku tak sependapat dengannya." Jawab Huda. Ia menatap semua wajah temannya.

"Aku juga!" Sahut Oriza.

"Memang apa yang membuat kalian berdua tak sependapat?" Tanya Fiki dingin.

"Karena kami berdua telah bertemu dengan sang pelaku." Jawab Huda tenang.

"Iya, aku dan Huda sama-sama pernah di serang oleh sang pelaku." Tambah Oriza.

Semua pun kembali terdiam. Banyak pikiran yang menyeruak di otak.
.
.
.
.

"Hoamm.... Membosankan!" Celetuk Kumatobi. Ia berpose sedang tertidur di singgahsananya.

"Berisik kau beruang bodoh!" Hardik Teguh.

"Fufufu... Cepatlah kalian menebak siapa pelakunya. Aku tak sabar ingin memberikan hukuman kepadanya." Kata Kumatobi menyeringai lebar.

"Jangan terpancing! Kita harus tetap fokus!" Seru Huda memperingati.

"Jelaskan kepada kami bila pelaku bukanlah seorang wanita!" Teriak Fiki menantang.

Seila melihat perbedatan kedua teman akrabnya menangis. Ia tak sanggup harus seperti ini.

"Hiks... hentikanlah..." ucap Seila lirih.

Salah satu dari mereka menatap tajam Huda. Tapi seseorang juga memperhatikan kelakuannya. "Hmm... dia mencurigakan!" Batin seseorang itu memandang sinis.

"Aku melawan sang pelaku. Aku berhasil menendangnya, lalu terdengar suara umpatan seorang wanita walau sangat pelan." Jelas Huda tenang. Ia tak terpancing emosi.

"Sepertinya Oriza juga ingin menjelaskan sesuatu." Kata Vero.

"Saat aku di serang, aku menemukan sebuah petunjuk yang penting. Saat aku akan memberitahukan kepada kalian. Pelaku tiba-tiba menyerangku dengan menggunakan pisau." Jelas Oriza.

"Menakutkan..." gumam Karin gemetaran. Ia sudah tak kuat berlama-lama di ruangan ini.

"Apakah benda itu sebuah kamera milikmu?" Tanya Diane.

"Iya." jawab Oriza cepat.

"Anoo... saat malam hari, aku menemukan kamera milik Oriza." Ungkap Uli.

"Mana kamera itu? Tidak rusak kan?" Tanya Oriza bertubi-tubi. Ia bersikap seperti itu karena kamera tersebut benda berharga miliknya pemberian dari ibunya.

"Kau jangan terlalu banyak bergerak." Ujar Seila cemas melihat luka di perut Oriza.

"Ini kamera milikmu. Sepertinya tidak rusak." Ucap Uli lalu memberikan kamera tersebut kepada Oriza.

Oriza mengambil benda berharganya itu dengan senang. Langsung saja ia mengecek isi dari kamera.

"Tidak ada!" Teriak Oriza.
.
.
.
.

"Apa ya yang tidak ada?" Tanya Diane bingung.

"Foto petunjuk sang pelaku." Jawab Oriza lemas.

"Astaga! Apa yang terjadi sekarang?!" Seru Karin panik. Ia pun menangis tersedu-sedu.

"Sial! Akan ku bunuh kau!" Hardik Oriza tiba-tiba. Ekspresinya berubah menjadi dingin dan tatapannya tajam.

"Di-dia kenapa?" Tanya Uli ketakutan.

"Pasti kau yang telah menghapus foto itu! Dasar licik! Akan ku bunuh kau!" Bentak Oriza menuduh seseorang.

"Bu-bukan aku..." elak Uli. Ternyata yang di tuduh oleh Oriza adalah dirinya.

"Jangan sembarangan kau bicara!" Bela Teguh. Ia tak suka melihat Uli di bentak dan di tuduh olehnya.

"Cih! Kalian berdua pasti sekongkol!" Tuduh Oriza.

"Hentikan!!!" Teriak Karin histeris. Air matanya mengalir deras.

"Aarrgghhh!!!" Teriak Oriza kesakitan. Ia memegang kepala. Ia pun tertunduk lemas. Suasana menjadi semakin menegangkan.

"Jadi benar, kaulah murid yang memiliki kepribadian ganda!" Seru Fiki tiba-tiba. Ia menunjuk ke arah Oriza.

"Ada apa ini?" Tanya Oriza polos.

"Dia memiliki kepribadian ganda." Kata Diane terkejut.

"Iya, kami menemukan data yang berisi identitas tentang dirinya." Jawab Vero membenarkan.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Ahh kameraku kembali!" Seru Oriza bingung, lalu tiba-tiba merasa senang.

"Mengerikan!" Komen Diane.
.
.
.
.

"Waktu tinggal 10 menit lagi. Tentukanlah dari sekarang siapa pelaku pembunuhan Yoshiko Rifki, Super Akja Leadership!" Kata Kumatobi.

"Waktunya sudah mau habis. Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Karin kembali histeris.

"Aku sudah tahu siapa pelaku itu." Kata Huda tiba-tiba. Semua pun menoleh kepadanya.

"Ka--kau sudah mengetahuinya." Ucap Uli menyakinkan.

"Iya," jawab Huda.

"Ayo beritahukan kepada kami!" Seru Karin.

"Pelaku sebenarnya adalah..."

Suasana menjadi menegangkan. Semua menjadi penasaran siapa pelaku sebenarnya yang akan disebutkan oleh Huda.

"Pelaku sebenarnya adalah... kau Tastsumi Diane!" Ujar Huda.

"Tak mungkin!" Seru Karin.

"Aku... Bagaimana bisa kau menuduhku tanpa adanya barang bukti?" Tanya Diane tenang.

"Kau pasti cuma asal menebak." Ucap Fiki dingin.

"Aku tak asal menebak. Buktinya yaitu jepit rambut yang ditemukan Uli." Jawab Huda.

"Hanya karena jepit rambut kau menuduhku sebagai pelaku." Komen Diane meremehkan.

"Tidak! Bukti kedua yaitu sebelah kakimu sedikit pincang." Seru Huda.

"Hal konyol apalagi ini. Kakiku pincang karena aku terpeleset di kamar." Elak Diane.

"Tapi kaki Karin juga terlihat pincang." Kata Seila.

"Itu karena ulahku. Dia pernah hampir membunuhku, tapi aku dengan sigap mengelaknya." Ujar Vero.

"Benarkah itu, Karin?" Tanya Seila.

Karin hanya menunduk lemas ke bawah. "I-iya, tapi bukan akulah pembunuh Rifki." Jawab Karin jujur.

"Kenapa kau ingin membunuh Vero?" Tanya Fiki.

"Karena ku kira dialah pembunuh Rifki." Jawab Karin. "Maafkan aku..." Ia menangis tersedu.

"Memang ada hubungan apa kau dengan Rifki?" Tanya Oriza penasaran.

"Dia adalah teman yang mau melindungiku. Tapi... dia telah mati terbunuh. Aku takkan memaafkan pelaku tersebut." Jawab Karin.

"Jadi, kau takkan memaafkan sang pelaku. Walaupun itu sahabatmu sendiri." Ujar Diane tersenyum miris.

"Di-Diane-chan..." ucap Karin bingung dengan perkataannya.

"Sepertinya pelaku telah mengungkapkan jati dirinya." Kata Teguh.

"Iya, kaulah pelaku pembunuhan kali ini. Tatsumi Diane." Seru Vero dan Huda serempak.
.
.
.
.

"Tidak mungkin kan! Bukan kau kan pelakunya!" Seru Karin bertubi-tubi.

"Maaf Karin-chan... Iya akulah pembunuhnya." Ujar Diane.

"Kenapa kau membunuhnya?" Tanya Seila.

"Aku hanya ingin melindungi Karin-chan." Jawab Diane akhirnya mengakui perbuatannya.

"Melindungiku..." gumam Karin penasaran.

"Iya. Aku tak ingin sahabatku ini dibohongi ataupun dikhianati oleh kalian." Ucap Diane.

"Mengapa kau mengirimkan kami surat ancaman dengan angka 4 bertinta merah?" Tanya Huda.

"Aku hanya ingin menakuti dan bermain-main dengan kalian saja." Jawab Diane menyeringai tipis.

"Angka 4 dalam arti negara kita ini adalah angka sial." Ucap Fiki.

"Dan merupakan angka yang mengandung arti kematian pula." Lanjut Seila.

"Hmm... lalu?" Tanya Diane tenang.

"Dasar wanita gila!" Cibir Teguh.

"Katamu kau ingin melindungi Karin. Tetapi kenapa kau juga mengancamnya hingga ia merasakan ketakutan yang berlebih?" Tanya Oriza.

"Hahaha... itu kulakukan agar ia merasa selalu membutuhkanku." Jawab Diane tertawa.

"Diane-chan..." ucap Karin lirih. Ia tak menyangka sahabat yang selalu ada untuknya telah melakukan hal ini kepadanya. Setetes air mata kembali terjatuh dari kelopak mata miliknya.

"Kau pasti juga menginginkan hadiah yang telah dijanjikan oleh beruang itu." Kata Vero tepat sasaran.

"Hahaha... Hidup ini harus mempunyai uang dan kekayaan yang berlimpah. Kalau ada orang yang tak menginginkan itu hanyalah seorang munafik." Jelas Diane menyeringai lebar.

"Dasar iblis!" Ejek Vero menatap sinis Diane.

"Hanya karena itu pula kau membunuh orang yang tak bersalah!" Seru Uli emosi.

"Hmm... dia telah merebut Karin-chan tercintaku ini." Jawab Diane tersenyum manis. Tapi bagi orang yang melihatnya seperti jijik.

"Fufufu... Waktunya habis! Saatnya memilih siapakah pelaku pembunuhan sebenarnya?!" Kata Kumatobi.

Semua pun telah memilih. Layar monitor yang berada di atas Kumatobi menyala.

Tiga gambar yang menampilkan wajah Diane. Tring! Tring!

"Tepat sekali pilihan kalian! Sang pelaku pembunuhan Yoshiko Rifki adalah Tatsumi Diane, Super Akja Idol POP!!! Banzai! Banzai!" Kata Kumatobi bergoyang ke kanan dan ke kiri.

"Kita saksikan hukuman apa yang ku berikan padamu. Dan hadiah itu hangus karena kau telah tertebak dengan benar." Jelasnya.

Layar monitor menampilkan gambar kembali ilustari Diane yang di tarik oleh Kumatobi. Di bawahnya tertulis Game Over.

"Karin-chan, maafkan aku. Semoga kau selalu kuat dan sehat selalu. Sampai jumpa, my bestfriend." kata Diane. Ia memeluk sekilas Karin, lalu masuk ke dalam pintu kayu tersebut. Hukuman untuknya telah menanti di balik pintu.

"Diane!!!" Panggil Karin menangis histeris.
.
.
.
.
.

Bersambung... 😂

Pelaku pembunuhan ketiga kali ini telah terkuak. Hukuman apakah yang diberikan untuk sang pelaku? 🤔😊

Selamat membaca! 😎

#9 😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top