Ruang Rahasia
Mereka kini telah kehilangan satu teman lagi. Semua dalam keadaan terpuruk dan putus asa.
Sidang ketiga telah berakhir. Tangga ke lantai 4 pun telah terbuka. Ini adalah lantai terakhir di sekolah bagaikan neraka.
Kedelapan murid berbakat tak ada yang menyelusuri lantai 4. Harapan hidup mereka seakan tinggal sedikit saja. Satu persatu murid berbakat tengah menjadi korban kejahatan dari permainan Kumatobi.
Waktu terus berlalu. Hingga sudah menunjukkan hari kesepuluh mereka terjebak di sana. Huda berjalan menyelusuri lantai 4. Ia di temani oleh Seila dan Vero.
"Lantai 4 ini terlihat menyeramkan." Ucap Seila sedikit takut.
"Kita harus tetap bersama. Jangan sampai ada yang terpisah." Pesan Huda. Ia menjadi pemimpin dalam kelompok kecil ini.
"Tak ada yang menarik di sini." Komentar Vero bosan.
Ketiga telah sampai di tengah lorong. Tapi tak menemukan satu pun ruang. "Apa kita cukupkan sampai di sini saja untuk hari ini?" Tanya Huda.
"Cukup saja! Aku tak sanggup berada di sini." Jawab Seila. Ia merasa seluruh tubuhnya merinding.
"Dasar penakut!" Ejek Vero. Ia menatap sinis Seila.
Seila tak membalas. Ia lebih memikirkan tentang keadaan dirinya sendiri.
"Kau bisa kembali duluan. Aku masih ingin menelusuri lebih lanjut." Ucap Huda. Ia masih penasaran dengan lantai 4.
"Aku ikut denganmu!" Sahut Vero. Ia tersenyum puas.
"A-aku juga ikut..." ujar Seila gemetaran.
Saat Seila menyandarkan tubuhnya di dinding. Dinding itu bergerak dengan sendirinya. "Ahh!!" Teriak Seila ketakutan.
Dreett!!
Dinding tersebut ternyata adalah sebuah pintu rahasia. "Apa kau tak apa-apa?" Tanya Huda. Untungnya ia bisa menarik tangan Seila agar tak terjatuh.
"Aku tak apa-apa. Terima kasih, Huda-kun." Jawab Seila malu-malu. Wajahnya semerah tomat.
"Wajahmu merah. Apa kau demam?" Tanya Huda panik. Ia tempelkan telapak tangannya di dahi Seila. Wajah Seila semakin memerah.
"Waahh!!" Teriak Seila. Ia melepaskan tangan Huda paksa.
"Sudah hentikan drama romantis kalian! Ini sepertinya jalan rahasi." Seru Vero. Mereka pun memutuskan masuk ke dalam pintu itu.
.
.
.
.
Di perpustakaan...
Fiki terlihat sedang serius membolak-balikkan sebuah dokumen berukuran tebal. Akhirnya ia membanting kencang dokumen itu di atas meja.
"Ahh! Sial! Tidak ada satupun informasi yang berguna!" Umpat Fiki kesal. Ia menjambak rambutnya frustasi.
"Kemana mereka pergi?!" Teriaknya tak jelas. Fiki menarik napas sejenak lalu menghembuskan secara perlahan. Ia sudah mulai tenang.
"Aku harus tenang." Gumamnya. Ia kembali membuka dokumen tersebut secara halus. Ia akan membacanya lebih teliti lagi.
Hingga lembaran yang entah ke berapa. Ekspresi wajahnya terlihat ceria. "Akhirnya..." ujar Fiki merasa puas.
"Di sini dikatakan bahwa orang-orang yang berbakat terpilih karena memiliki kesamaan." Kata Fiki membaca setiap kalimat di dokumen tersebut.
"Memiliki kesamaan ya, maksudnya apa?" Ungkap Fiki berpikir. Ia menautkan telunjuk di keningnya.
"Hah!" Fiki menghela napas berat. "Aku menyerah!"
.
.
.
.
Di kantin...
Karin akhirnya keluar dari kamarnya. Setelah mengurung diri selama 2 hari. Badannya terlihat lebih kurus, wajahnya nampak lesu nan pucat serta kantung mata yang sudah bengkak.
Ia duduk sendiri di kantin. Di meja terdapat secangkir teh melati dan sebuah kue cokelat keju.
Karin meminum teh melatinya dengan lesu. Raganya berada di sini namun jiwanya entah pergi kemana.
"Aku merasa tak berguna..." gumamnya frustasi.
Ia teringat akan pesan terakhir dari Diane. Setetes butir liquid meluncur di wajahnya. "Diane-chan..." ucap Karin lirih.
Srek!
Pintu kantin tiba-tiba terbuka. Karin menoleh ke arah pintu kantin. Matanya melotot sempurna. "Ka--kauu!!" Teriak Karin terkejut.
.
.
.
.
Di ruang auditorium...
Seperti biasa yang menghuni ruangan tersebut adalah Uli. Ia mendeklarasikan ruangan ini menjadi ruang pribadi miliknya. Itu tanpa sepengetahuan dari Kumatobi.
Klik!
"Oke! Aplikasi terbaruku sebentar lagi akan selesai." Ucap Uli meregangkan badan.
Loading 50%...
Uli memperhatikan sekelilingnya. Iya merasa ada yang memperhatikan daritadi. "Huh! Siapa yang daritadi memperhatikan ku?!" Batin Uli was-was.
Loading 75%...
"Yosh! Tinggal 25% lagi!" Seru Uli senang. Walaupun begitu ia tetap memperhatikan keadaan sekitar.
Loading 90%...
"Ayo cepatlah!" Ucap Uli pelan. Ia berencana akan pergi meninggalkan ruangan ini setelah aplikasinya mencapai 100...
Loading 99%...
"Kumohon... Tinggal 1% lagi..." gumamnya mulai panik.
Loading 100%...
Succsess
"Tinggal klik enter, maka aplikasi ini menjadi sempurna." Kata Uli semangat.
Srek!
Pintu ruangan terbuka. Uli pun buru-buru mengklik tombol enter. "Fiuh! Selesai juga..."
"Kucari kemana-mana rupanya kau ada disini." Ucap Teguh. Uli menghela napas lega. Sosok yang mengintainya telah pergi.
"Iya! Ini kan menjadi ruang pribadiku sekarang." Balas Uli riang.
"Huh! Seenaknya saja mengaku-ngaku." Seru Teguh pura-pura kesal.
"Hahaha... kau tak cocok bila berekspresi seperti itu." Tawa Uli lepas.
"Aku hanya ingin menghiburmu saja. Kulihat wajahmu berkeringat banyak sekali." Ucap Teguh. Ia mengelap wajah Uli dengan menggunakan sapu tangan miliknya.
Semburat warna merah menghiasi wajah Uli. "Kenapa aku gugup sekali? Pasti wajahnya sudah semerah tomat." Batin Uli malu.
"Ada apa dengan jantungku ini? Kenapa berdetak sangat kencang sekali?" Batin Teguh bertanya-tanya.
"Ayo kita pergi!" Ajak Teguh memecah keheningan.
"Baiklah!" Sahut Uli tersenyum manis.
.
.
.
.
Di kamar...
Ruangan kamar ini sangat gelap. Hanya cahaya merah kecil yang meneranginya. Terdapat beberapa foto tergantung di tali yang megait sepertu jemuran.
"Hahaha... foto-foto ini sangat bagus sekali. Ekspresinya terasa natural." Ucap Oriza.
Ia memegang salah satu foto. Foto itu bergambar Diane yang sedang menerima hukuman berupa konser yang bertema sadis.
"Kalau yang ini ekpresi wanita yang pingsan. Aku suka sekali." Kata Oriza. Ternyata sosok Oriza saat ini adalah kepribadian lain darinya. Kepribadian ini berkebalikan dari sifat yang biasa Oriza perlihatkan.
"Hmm... aku butuh beberapa foto lagi untuk melengkapi koleksi milikku ini." Guman Oriza. "Ah! Apa aku harus membunuh mereka saja?" Lanjutnya. Ia pun diam terbawa dengan imajinasi seni gilanya.
.
.
.
.
Ruang Rahasia...
Huda, Vero serta Seila masih menelusuri ruang rahasia tersebut. Mereka kini sudah berada di bagian dalam.
"Apakah ini masih jauh?" Tanya Seila cemas.
"Entahlah..." jawab Huda cuek.
"Pfftt!" Vero menahan tawa.
Seila menatap tajam Vero. Sedangkan Vero hanya masih menahan tawa.
"Ah lihat! Di depan ada sebuah pintu!" Seru Huda senang. Ia berjalan semakin cepat. Kedua wanita itu juga mengekori dari belakang.
Sampailah mereka di pintu bercat kecokelatan. Huda mencoba pintu itu secara perlahan. Tapi pintu tersebut tak bergeming.
"Tak bisa dibuka." Ucap Huda lemas.
"Coba liat di samping kanan. Ini semacam alat pendektesi seperti di ruangan lain." Ujar Vero.
"Biar aku coba buka dengan menggunakan kartu identitas milikku." Seru Seila. Ia tempelkan kartu identitas itu ke alat pendeteksi. Namun, hasilnya nihil.
"Sial! Tak bisa dibuka juga!" Umpat Huda kesal. Ia berpikir keras bagaimana caranya membuka pintu ini. Dia sangat penasaran sekali apa yang berada di balik pintu tersebut.
"Lebih baik kita pergi dari sini!" Ujar Vero.
"Memang kenapa?" Tanya Seila penasaran.
"Aku memiliki perasaan yang tak enak." Jawab Vero datar.
Huda melirik sekilas pintu itu. Ia pun melangkah balik ke arah lorong lantai 4. "Aku sangat penasaran sekali!" Batin Huda.
Mereka pun memutuskan meninggalkan pintu tersebut. Ternyata sepasang mata memperhatikan merek daritadi di balik tembok.
.
.
.
.
Di suatu gedung di luar Super Akja High School. Terdapat beberapa orang yang memperhatikan gedung sekolah tersebut. Salah satunya ada yang mengenakan teropong.
"Mereka sudah menemukan pintu rahasia itu." Ujar pria berambut hitam berponi. Ialah yang mengenakan teropong.
"Bagus sekali..." sahut wanita berambut blonde panjang.
"Apa kita akan memperhatikan mereka terus menerus seperti ini?" Tanya seorang pria berkuncir satu malas.😥
"Lebih baik kau diam saja!" Seru seorang wanita memakai celemek putih.
Keempat orang tersebut mengamati segala aktifitas yang dilakukan oleh murid berbakat yang terjebak di dalam. Seuntas senyum tipis menghiasi wanita blonde panjang.
.
.
.
.
.
Bersambung... 😂
Wah semakin ke sini semakin bermunculan sosok-sosok misterius. Siapakah mereka itu? Lalu apa yang berada di balik pintu rahasia di lantai 4? Hmm... semakin membuat penasaran saja 🤔😊😉😀
Selamat membaca! 😎
#8 😁
Keterangan Murid Berbakat yang tersisa :
1. Kaito Huda, Super Akja Author
2. Mizuki Seila, Super Akja Smart Girl
3. Amaru Fiki, Super Akja Organization
4. Katashi Uli, Super Akja Programmer
5. Himeka Vero, Super Akja Ruler
6. Yamada Teguh, Super Akja Athletis Pencak Silat
7. Akiyama Oriza, Super Akja Photographer
8. Tatsumi Karin, Super Akja Chef Desserts
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top