Penyelidikan Kembali
Lantai 2 Ruang Gym...
Teguh memasuki ruangan itu dengan tenang. Ia melihat seluruh ruangan gym khusus pria. Beberapa peralatan gym seperti barbel dengan berbagai ukuran dan variasi, treadmill, dll. Ruangan yang berdominasi warna biru membuatnya terlihat maskulin. Poster seorang binaragawan yang memamerkan otot-ototnya terpajang di dinding dekat kaca berukuran besar.
"Tempat ini keren juga," komen Teguh. Ia berjalan melihat-lihat ruangan tersebut dengan semangat.
Zep!
Pintu gym yang menggunakan sistem otomatis terbuka. Nampak sosok seorang wanita berdiri di depan pintu. "Ehh maaf... aku salah ruangan," ujarnya gugup.
"Hmm..." jawab Teguh cuek. Ia juga tak menoleh ke arah belakang sedikit pun. Wanita itu hanya mendengus kesal. Ia segela berbalik arah keluar.
"Huh! Dasar menyebalkan!" Umpat Lusian. Ia melangkah ke tempat sebelahnya. Sebenarnya ia ingin melihat tempat gym khusus wanita. Namun, ia salah tempat dan malah masuk ke tempat gym khusus pria.
Zep!
Pintu gym khusus wanita terbuka lebar. Di sana sudah ada Vero yang sedang menggunakan tredmill. "Lagi-lagi aku sial," umpat Lusian pelan. Ia segera berbalik arah.
"Kalau kau mau memakai alat ini bilang saja. Tak usah kabur seperti tikus!" Kata Vero sinis.
Perempatan muncul di kening Lusian. Ia mendekat ke arah Vero. "Aku sedang tak ingin berurusan denganmu! Jadi jangan memancing amarahku!" Emosi Lusian meluap-luap. Ia mencengkram tangan Vero kencang.
Vero sendiri hanya diam dan tak merasa kesakitan. Ia menghiraukan dengan melepaskan tangan Lusian pada lengannya. "Jangan pernah berani menyentuhku! Atau ku bunuh kau!" Ancam Vero menatap tajam.
Vero hempaskan tangan itu kasar lalu berjalan menuju ke tempat duduk yang berada di dalam. Ia juga meminum air botol mineral dengan tenang.
Lusian tetap diam tak bergerak. Ia merasa merinding mendengar ancaman Vero barusan. "Fiuh!" Lusian menghembuskan napas kasar. Ia pergi meninggalkan ruangan gym tanpa menoleh sedikit pun ke arah Vero yang duduk manis di pojok ruangan.
Tanpa sepengetahuan mereka. Seseorang menguping pembicaraan keduanya di balik pintu. Walaupun terbuat dari besi, tapi suara sekecil apapun dapat terdengar dari luar ruangan. "Ini sangat menarik..." katanya menyeringai kecil.
.
.
.
.
Di ruang UKS...
Fiki dan Diane memeriksa ruangan ini. Diane mengecek peralatan medis yang cukup lengkap di sini. "Andai saja Opick masih ada..." ujarnya lirih.
"Kau jangan menyebut nama orang yang telah tiada," sambung Fiki. Ia sedang duduk di atas kasur untuk pasien berbaring. Terdapat 2 ranjang pasien, alat medis yang cukup lengkap, sebuah tirai untuk membuat jarak antar ranjang pasien serta meja kecil dan kursi kecil beroda.
"Tak ada yang mencurigakan di tempat ini." Ucap Fiki. Akhirnya ia tertidur juga di ranjang. Sedangkan Diane duduk di kursi itu.
"Iyaa. Ayo kita pergi dari sini," ajak Diane mulai merasa tak nyaman. "Aku masih ingin di sini. Bila mau kau pergi saja duluan." Sahut Fiki.
Diane pun beranjak bangun dan melangkahkan kaki keluar ruang UKS. "Sampai jumpa,"
"Hmm... sampai jumpa," balas Fiki. Ia memejamkan mata karena merasa kelelahan.
.
.
.
.
Di ruang laboratium dan penyimpanan obat...
Cekrek!
Oriza memotret segala isi ruangan tersebut. Hasil yang telah selesai, ia simpan di tas kecil yang menggantung di pinggangnya.
"Ruangan lab sekaligus tempat penyimpanan obat-obatan ini sangat lengkap. Dari peralatan lab, cairan kimia dan obat-obatan dari segala macam jenis." Kata Oriza setelah memeriksa ruangan tersebut.
"Oii Oriza," panggil Aldo lemas.
"Ada apa? Aku sedang sibuk memotret," sahut Oriza.
Cekrek!
"Apa kau tak merasakan ada hal ganjil di sekolah ini?" Tanya Aldo serius. Hal itu menghentikan aktivitas Oriza.
"Hal ganjil apa?" Tanya Oriza tak mengerti.
"Hal ganjil bahwa sekolah sebesar ini tidak ada penghuninya sama sekali selain kita dan Kumatobi saja." Jelas Aldo. Ia menghela napas sejenak karena lelah.
"Hmm... kau benar juga. Aku tak melihat kakak kelas maupun guru-guru selama kita terkurung di sini." Balas Oriza mulai menyambung.
"Mungkinkah hanya kita yang terjebak di sini. Dan semua itu..." jeda Aldo.
"Semua itu apa? Kalau berbicara jangan di potong-potong!" Kesal Oriza.
"Dan semua itu adalah jebakan dari pihak kepala sekolah langsung." Lanjut Aldo.
Oriza mulai mencerna dan memikirkan perkataan Aldo. "Iya analisismu boleh juga. Tapi kita tak boleh berprasangka buruk dulu." Kata Oriza mengingatkan.
"Hmm... akan ku coba," balas Aldo.
.
.
.
.
Di kolam renang...
Kolam renang di sekolah ini berada di in door. Jadi, jangan heran kalau bisa terdapat kolam renang sebesar dan sedalam 3 meter.
"Wahh... Segarnya kalau kita berenang di sini," komen Karin. Ia memainkan air di sisi kolam.
"Yasudah kamu berenang saja sana." Saran Nico yang fokus dengan gamenya.
"Tch! Sedikit lagi padahal aku bisa menang!" Gerutu Nico.
"Hahaha... kau ini selalu saja main game. Apakah di otakmu hanya game PSP saja?" Tanya Karin sekaligus menyindir.
"Di otakku ini hanya ada game dan makanan saja." Jawab Nico polos.
Karin yang mendengar jawaban Nico yang polos. Ia tertawa terbahak-bahak. "Mwahahahaha...." tawa Karin tak berhenti-henti, hingga memegang perutnya kesakitan.
"Sudah selesai berhentinya?!" Tanya Nico menatap tajam Karin. "Maa-maaf..." jawab Karin kelelahan.
"Dasar wanita!" Cibir Nico. Ia melanjutkan memainkan game PSP nya. Karin berjalan mendekati Nico yang duduk di tempat pinggiran kolam.
"Maafkan aku..." ucap Karin merasa bersalah.
"Hmm..." gumam Nico. Ia masih fokus dengan gamenya.
"Hei... apa kau bisa berenang?" Tanya Karin mengalihkan pembicaraan agar Nico tak marah padanya.
"Aku tidak bisa berenang. Kalau kau mau berenang, sana sendirian saja!" Jawab Nico ketus.
"Ahh... kau tak asyik," sahut Karin sedih. Keduanya pun terdiam.
.
.
.
.
Di lorong lantai 2...
"Aku tak percaya dia berkata seperti itu.." ucap Lusian murung.
Pluk!
Sebuah tangan berada di pundak Lusian. "Kyahh!!!" Teriak Lusian kencang.
"Aww! Teriakan mu kencang sekali..." kata Diane menutup kupingnya.
"Hah! Hah! Ku... kira kau..." kalimat Lusian terpotong.
"Hantu maksudmu? Enak saja!" Elak Diane kesal.
"Siapa suruh mengagetkanku?!" Bentak Lusian.
"Hehehe... maaf. Habisnya kau terlihat sedih, jadi aku sedikit menghiburmu." Ucap Diane cengegesan.
"Huh!" Sewot Lusian. Ia pergi meninggalkan Diane. Ia tak menoleh ke belakang walau Diane meneriaki namanya.
Setelah Lusian menghilang di balik belokan. Diane menatap bingung Lusian. "Aneh sekali," komentarnya.
.
.
.
.
Pom! Pom! Pom!
"Selamat malam semuanya... Kumatobi kembali lagi. Aku hanya ingin memberitahu, bahwa aku sudah menambahkan satu peraturan baru.
7. Dilarang memasuki ruangan gym lawan jenis. Akan ada senjata yang akan membunuh kalian di tepat.
Terima kasih, semoga hari kalian menyenangkan 😊."
Perkataan terakhir Kumatobi menghentikan segala aktivitas maupun penyelidikan mereka. Semua tengah berkumpul di kantin untuk makanan penutup pada malam hari.
"Aku... tak tahu harus berkata apa. Dia... sungguh gila," kata Uli shock.
"Menurutku peraturan itu sungguh bodoh!" Komen Nico.
"Bagaimana bisa kau mengatakan seperti itu?" Tanya Aldo penasaran.
"Entahlah... hanya feeling saja," jawab Nico seadanya.
"Kalian membicarakan hal yang tak penting!" Ejek Teguh. Ia telah selesai dengan makanan penutupnya yaitu red valvet.
"Enak sekali kudapan malam ini," ucap Vero tersenyum.
Semua yang melihat Vero tersenyum tak percaya akan apa yang mereka lihat. "Sepertinya aku akan gila," gumam Lusian sekaligus menyindir.
"Senyumanmu menarik juga," puji Huda.
"Hahaha... kau bisa saja penulis." Balas Vero tertawa kecil. Ia pun pergi meninggalkan yang lain menuju ke kamar. Di susul oleh Teguh dan Rifki. Rifki tak mengeluarkan suara apapun selama makan malam.
"Dia terlihat aneh," bisik Diane pelan kepada Karin.
"Aku tak mau memikirkan orang lain. Maaf aku sudah mengantuk." Balas Karin langsung meninggalkan ruangan.
Tanda tanya besar terniang di dalam pikiran Diane. "Kenapa semua bersikah aneh?" Gerutu Diane tak habis pikir pada kelakuan teman-temannya.
"Tak usah kau hiraukan mereka." Sahut Fiki.
"Hmmm..." gumam Diane.
"Hoam... Selamat malam semuanya," ucap Seila mulai mengantuk.
"Yoo... selamat malam juga," balas Huda.
Keduanya pergi mengarah ke kamar masing-masing. Kini hanya tersisa Diane, Fiki, Oriza dan Aldo.
"Oriza, apa kau menemukan sesuatu di lab?" Tanya Fiki memulai pembicaraan.
"Tidak!" Jawab Oriza singkat. "Maaf, aku tiba-tiba merasa lelah sekali, selamat malam." Lanjut Oriza. Ia pun pergi dengan tergesa-gesa.
"Aku tidak tahu!" Seru Aldo saat Fiki akan menanyakan sesuatu kepadanya.
"Ini sudah malam, lebih baik kita tidur. Sebelum pelaku berkeliaran dan membunuh kalian." Ujar Uli menakuti-nakuti. Ia melangkah pergi menuju kamar miliknya.
Aldo ingin menyusul, tetapi sudah di dahului oleh Fiki. Aldo pun berjalan di belakang Fiki.
.
.
.
.
Sudah 3 hari mereka tinggal dan terjebak di Super Akja High School. Kegiatan mereka hanya biasa-biasa saja. Tak ada kasus pembunuhan berikutnya. Dan itu membuat Kumatobi merasa frustasi berat.
Di ruang khusus Kumatobi...
"Aku bosan sekali. Kenapa tidak ada yang membunuh lagi. Aku ini sangat buruk sekali..." sesal Kumatobi.
Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide brilian. Lampu bohlam menyala terang di atas kepala.
"Fufufu... Aku tahu sesuatu untuk mereka tersiksa, terpuruk dan akhirnya saling membunuh..." ujar Kumatobi menyeringai lebar.
.
.
.
.
.
Bersambung... 😂
Maafkan kalau masih kurang misterinya 😁
Selamat membaca! 😎😀😉
#13 😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top