Sasuke's moving castle

Disclaimer: Naruto belong to Masashi Kishimoto.
Howl's moving castle belong to Studio Ghilbi and Diana Wynne Jones.

Note: cerita ini tertumpuk di draft sejak 2017. Dari pada nganggur mending faren post di sini :)

Ini cerita Howl's moving castle versi SasuNaru.

Selamat menikmati.

******

Sasuke’s Moving Castle

******

Kepercayaan dalam diri merupakan refleksi yang akan muncul dalam penampilan kita. Itulah hal yang harus kaupegang sejak awal. Tak boleh berpikir jika nilai diri sendiri lebih rendah dari yang lain. Tidak ada yang sia-sia dalam dunia ini. Takdir akan terbentuk seperti apa yang kita usahakan.

Seperti kisah berikut ini; kisah seorang pemuda yang tak memiliki kepercayaan diri karena sering diganggu oleh penduduk desanya. Pemuda yang merasa berkecil hati karena diejek sebagai terkutuk. Seorang jenius dalam berbagai mesin, namun begitu menutup diri karena sering terhina.

Pria itu bernama Naruto.

*****

Di sebuah dunia, di mana sihir adalah kenormalan. Setiap unsur kehidupan memiliki tingkat sihir yang bermacam. Terkadang hal sepele tak disadari justru mengandung kekuatan ajaib.

Kerajaan Aeolus, merupakan satu dari beberapa kerajaan besar. Luasnya wilayah mencangkupi lautan, dataran luas terlarang, hutan para elf, beberapa kota besar di mana teknologi dan kehidupan sehari-hari berlangsung. Sayang, meski telah amat luas, namun Ratu Aeolus masih menginginkan tanah yang lebih. Terutama kekuatan yang dimiliki oleh para penguasa sihir kuno.

Beredar kabar jika Aeolus akan mengadakan perang dengan pemilik kastil berjalan. Seorang Raja penguasa alam bayang. Penguasa yang terkenal akan sikap flamboyan dan kekuatan luar biasanya.

Bunyi ketukan besi terdengar. Bertalu-talu. Seorang pria berambut pirang cepak tengah berkonsentrasi membongkar setiap bagian dari robot tua, bekas seorang penyihir. Robot berukuran manusia dewasa dengan bentuk layaknya tikus tanah. Mesin yang digunakan oleh Ratu Aeolus untuk mencari jejak kastil berjalan yang ramai dibicarakan. Ia menemukannya di dataran terlarang saat mencari besi rongsok.

Si pirang berhenti sesaat. Ia menjauh dari tubuh robot yang setengah hancur. Berjalan menuju papan yang tertempel sebuah kertas berwarna biru. Ia mengambil pensil dan segera menulis detail yang didapat dari membongkar mesin tua tadi. Menggambar ulang desain yang ada dan menambah ukuran yang pas.

Ia menyeka keringat, menambah kekusaman wajah dari bekas oli yang menempel. Memandang puas pada karyanya sendiri. Mungkin hanya ia di sekitar desa ini yang menggunakan metode uap untuk membuat mesin. Segala peralatan didukung oleh mantra para penyihir. Mereka yang manusia normal, hanya mampu melakukan semua dengan usaha keras. Dengan pemikiran ini, Uzumaki Naruto berusaha memudahkan yang lain menjalani tugas keseharian.

Si blonde berjengit terkejut tatkala alarm di meja berdering nyaring. Menyadarkan jika ia memiliki sedikit waktu untuk mempersiapkan diri. Hari ini adalah penting. Ratu Aeolus mengutus prajurit untuk mengantar berita jika ia diundang ke istana beberapa hari lalu. Penemuannya mengenai mesin uap telah menyebar. Kereta yang selama ini didukung oleh tenaga sihir dapat ia rubah menggunakan energi panas dari arang. Penggunaan sihir tak selamanya baik, menguras tenaga dan membutuhkan bahan-bahan khusus yang sulit untuk didapat. Sihir berasal dari alam. Alam sendiri adalah keseimbangan yang mutlak. Penggunaan yang terlalu lama akan merusak keseimbangan alat itu sendiri. Tak jarang sebuah mesin meledak tiba-tiba atau bergerak liar bahkan sebelum pengendali sihir menaruh klaim pada mesin tersebut.

Dengan adanya penemuan dari Naruto, metode yang lebih aman dan membutuhkan sedikit bahan, menjadi pertimbangan. Lagipula, jumlah penyihir di dunia semakin berkurang dengan bertambahnya tahun. Mereka menyebutnya sebagai fenomena di mana alam mengurangi ancaman yang ada.

Si blonde adalah orang yang terasingkan. Penduduk sekitar memanggilnya terkutuk. Ia terlahir dengan tiga garis di pipi, mengejutkan semua. Wajah yang disebut sebagai turunan para iblis. Naruto menghabiskan sehari-hari di bengkel belakang rumah kecil miliknya. Ia adalah anak dari seorang penyihir terkenal, namun kedua orang tua meninggal dalam perang yang terjadi beberapa tahun silam. Mandat memerintahkan untuk setiap penyihir membantu kerajaan dalam perang. Entah harus bersyukur atau menyesal, karena Naruto adalah seorang manusia biasa tanpa sihir. Kepergian kedua orang tua pun dianggap sebagai pertanda kutukan.

Sang pirang membereskan sebentar ruang kerjanya. Kemudian berlari untuk membasuh diri dan mempersiapkan diri menemui Ratu.

*****

"Seorang perempuan telah melarikan diri dari pengawasan Ratu Aeolus. Dengan ciri memiliki tiga garis di kedua pipi, berambut pirang, dan bermata biru. Siapapun yang menemukannya, harus segera melapor," suara bergaung keras dari berbagai kapal terbang yang melintasi ibukota.

Seruan buronan ini sebab Naruto telah berani menolak permintaan ratu untuk membuat senjata mesin pembunuh masal. Robot raksasa bertenaga uap yang canggih, kemudian akan dibalut oleh perisai pelindung dari sang ratu sendiri. Sayang, jika niatan ratu adalah baik, mungkin Naruto akan setuju.

Bukan hanya dinyatakan sebagai buronan, namun ia pun mendapat kutukan. Ia telah dirubah identitasnya menjadi seorang wanita. Ratu menganggap jika penolakan Naruto adalah sikap pengecut, karena itu tak pantas menjadi seorang laki-laki. Naruto kini tengah berlari dari suruhan ratu, rambut pirang panjangnya berkibas. Pakaian lelaki yang dikenakan menjadi begitu longgar, kecuali bagian dada. Mendengar suara memekak dari pengeras suara kapal terbang Aeolus, membuat si pirang menyambar topi dan kain bercorak yang ditemukan dari  jemuran. Celana panjang kebesaran pun diganti oleh kain bercorak sebagai rok dadakan. Lengan kemeja ia tekuk hingga sikut.

Ia melilitkan kain tersebut di pinggang sebelum melepaskan celana yang dipakai. Mengambil pisau yang tersemat di saku celana untuk disembunyikan kembali di antara lilitan kain yang ia gunakan. Merasa puas, si pirang berjalan cepat. Menjauhi langkah kaki yang mendekat.

Jantung bertalu melihat para prajurit berdiri tepat beberapa meter di depannya. Naruto menunduk dan menutupi wajah dengan topi ala musim panas. Ia mencoba berjalan perlahan. Pelan. Pelan. Pelan. Ia berhasil melewati si prajurit, namun tanpa diduga prajurit itu mengejar dan menangkap pergelangan tangan kanannya.

Naruto tak berani mendongak. Orang-orang mulai berhenti berjalan dan melihat ke arah mereka.

"Maaf nona, atas perintah ratu, semua wanita berambut pirang harus diperiksa."

Naruto mencoba menarik tangannya. Prajurit tak terpengaruh, ia mencoba mengambil topi yang menutupi si gadis. Naruto bersiap untuk menghunuskan pisau yang ada di pinggang, namun angin kencang menerpa. Menerbangkan topi yang ia pakai. Wajah sang blonde memucat, namun yang ia dapat justru siulan. Bukan teriakan marah atau gembira karena berhasil menangkap buronan yang ratu incar. Ia mendongak terkejut.

"Ratu berkata wajah gadis itu bergaris, wanita ini tidak memiliki garis apapun. Mulus," ucap sang prajurit pada temannya. Nada berubah sensual saat mengatakan mulus. Bulu kuduk Naruto meremang. Ia tak sudi digoda oleh suruhan ratu. Ia adalah pria!

"Lepas." Naruto meronta.

"Woah, tenang nona. Setidaknya ikutlah dengan kami. Ratu harus memeriksa apakah kau yang kami cari." Prajurit itu memberi satu kedipan. Tangan Naruto berkedut. Sebelum si pirang dapat menghajar si prajurit, seseorang keburu merangkul pundak Naruto.

"Apa yang kalian lakukan pada kekasihku?"

Naruto mendelik terkejut, namun sebuah tangan memasang kembali topi yang sempat diterbangkan angin. Ia menatap pada pemuda yang jauh lebih tinggi darinya. Wajah tampan. Berambut hitam dengan bagian belakang mencuat, namun aura memikat jelas menguar dari tubuh sang pria. Lelaki asing itu melirik Naruto kemudian mengedipkan mata kiri. Nyaris membuat si pirang jantungan.

Tangan di pundak meremas pelan.

"Jika kalian terus di sini untuk menggoda kekasihku, terpaksa akan kulaporkan kalian pada ratu," ancam si pemuda. Wajah para prajurit memucat kemudian mereka meminta maaf dan kembali berpencar untuk mencari kembali.

"Kau dikejar ratu. Aku akan mengawalmu sampai gerbang luar," bisik pemuda itu dengan sopan. Naruto mendongak, terkagum sesaat. Ia mengangguk setuju.

Pemuda asing menggiring Naruto. Tangan masih memeluk si pirang dengan lekat. Mereka berjalan melewati orang-orang dan perumahan. Berhenti tatkala mencapai batas kota menuju dataran luas terlarang.

"Lain kali jaga dirimu baik-baik," ucap si pria sembari melepaskan tangan dari pundak Naruto. Ia kembali memberi si pirang kedipan mata, membuatnya terpaku di tempat.

Naruto membelalak tatkala si pemuda terbang menuju sebuah pohon, kemudian bayangan di bawah pohon bergerak. Melingkupi seluruh tubuh si pemuda, menenggelamkannya dalam warna hitam. Setelahnya bayangan itu kembali rata di atas tanah. Membentuk siluet pohon. Lenyap sudah pria misterius itu.

"Ta-tadi itu... si penyihir bayang?" gumam Naruto tak yakin. Manik biru mengedarkan pandangan. Di kejauhan ia melihat sebuah kastil berjalan menuju selatan yang kemudian tertutup oleh kabut.

"Sial!" teriak Naruto geram. Padahal ia berniat mencari si penyihir kastil berjalan, demi melepaskan kutukan yang diberikan oleh ratu. Kini ia justru melepaskan kesempatan begitu saja.

Naruto memaki keras kemudian berlari ke arah di mana ia melihat kastil tersebut. Satu tangan masih memegang topi yang dikenakan.

******

Naruto kehilangan jejak. Ia sudah berlari ke sana-kemari menyusuri dataran luas terlarang. Ia harus mencari cara untuk menemukan Raja penguasa dunia bayang, apapun kondisinya. Ia ingin kembali menjadi lelaki.

Dengan satu keputusan bulat, ia melangkah kembali ke ibukota. Menyusuri jalan penuh kehati-hatian, mewaspadai jikalau prajurit kembali mengganggu. Saat ia melangkah melewati pelabuhan, tubuhnya terhenti seketika. Jantung seperti mencelos. Intuisi tubuh mengatakan jika ia harus melangkah ke arah berlawanan.

Naruto menengok kanan-kiri. Tangan memegang topi, kepala menunduk, kemudian berjalan mengikuti keinginan tubuh. Suara prajurit berpatroli terdengar. Teriakan awak kapal begitu ramai. Beberapa orang bersender di pinggir dinding perumahan. Ia mencoba membaur. Berjalan perlahan dan menghindari sentuhan tubuh. Menjadi wanita terasa aneh.

Langkah Naruto terhenti tanpa sadar. Ia kembali menilik sekitar. Seorang tuna wisma berbaring di emperan sebuah rumah. Di sampingnya sebuah pintu kayu berwarna hijau tua terlihat sangat normal, namun intuisi menyatakan jika ini yang mereka cari. Naruto menarik napas dalam, ibunya selalu berkata untuk tidak pernah mengabaikan insting dalam hati.

Naruto melangkah mendekat. Tangan kanan mengetuk beberapa kali, namun tak ada jawaban. Ia akan membalik tubuh dan pergi, namun suara klik kecil mengejutkannya. Dengan hati-hati ia mendorong pintu kayu tersebut.

"Permisi," ucap sang blonde hati-hati. Ia menatap waspada, di belakang pintu hijau ternyata sebuah lorong gelap. Terbawa akan rasa penasaran, ia melangkah masuk. Pintu hijau tiba-tiba langsung menutup, membuatnya terkejut. Seketika cahaya bersinar terang, menyilaukan pandangan mata.

"Apa yang kaulakukan di sini, nona?"

Naruto mendongak mendengar suara yang ia kenali. Sang blonde melangkah terburu pada anak tangga yang ada di depannya. Tanpa dapat ditahan, senyum lebar menghiasi wajah. Ia menemukannya, Si penyihir bayang!

"Aku butuh bantuanmu!" ucap Naruto keras. Terbawa akan rasa bahagia untuk segera melepaskan kutukan dari tubuhnya. Ia mendekat dengan terburu, namun sosok anak lelaki kecil menghadangnya. Membentangkan kedua tangan dan menatap tajam.

"Sasuke-sama tidak lagi membuka praktik. Kau bisa pergi," ucap si anak dengan kasar. Naruto langsung memandang si penyihir, meminta kepastian. Penyihir tampan itu menatap ke arahnya dengan senyum kecil.

"Biarkan dia lewat, Obito. Tak baik mengusir seorang nona muda begitu saja."

Wajah Naruto memerah. Menahan kesal karena berulang kali disebut nona. Ia seorang pria!

Naruto langsung duduk di kursi yang disediakan sang raja alam bayang. Emosi ditahan sekuat tenaga. Ia mencoba mengurangi rasa marah dengan menatap sekitar. Betapa berantakan tempat ini. Banyak buku berserakan, besi-besi tua, perkakas, dan segala macam tercampur menjadi satu dalam ruangan tersebut. Menyisakan satu meja makan kecil di mana mereka bertiga duduk saat ini.
Alis sang blonde mengerut. Ia mendengar gosip jika penyihir bayang adalah seorang playboy. Sepertinya semua benar. Kini pria dengan gaya bangsawan menatap ke arahnya, memasang senyum menawan. Seolah tengah menggoda.

"Bagaimana dia bisa menemukan kita, Sasuke-sama?" Obito mengambil duduk di samping sang penyihir. Melanjutkan memakan roti selai yang sempat tertunda. Manik hitam si penyihir -- Sasuke, tertuju padanya. Begitu meneliti.

"Aku hanya mengikuti intuisiku," jawab Naruto cepat, tak nyaman dengan pandangan yang diberikan. "Ratu mengutukku. Aku ingin meminta bantuanmu untuk melenyapkan kutukan ini."

"Apa yang akan kauberikan sebagai imbalan?" Si penyihir menopang dagu dan mencondongkan tubuh ke arah Naruto.

"Entahlah," jawab Naruto jujur. Ia tak memiliki apapun yang dapat ditawarkan. Ekspresi tertarik menghilang. Penyihir muda membenarkan posisi duduk.

"Siapa namamu?" tanya si penyihir kembali meminum dari cangkir. Postur tubuh begitu tenang. Terlihat jika ia tengah jenuh.

Naruto menggaruk belakang leher seperti kebiasaannya. "Namaku Uzumaki Naruto."

Seketika penyihir berambut melawan gravitasi menatap Naruto lekat. Melihat dari ujung topi hingga ke bawah, membuat si blonde tak nyaman. Ada ekspresi aneh di wajah Sasuke. Namun sebelum Sasuke dapat mengucapkan apa yang ingin dikatakan, sebuah ketukan pintu menyela.

"Aku saja yang bukakan." Obito berlari. Naruto menilik penasaran. Ia memutar tubuh untuk melihat. Anak lelaki itu berdiri jauh dari pintu, menggerakkan kedua tangan ke atas. Dengan sendirinya pintu terbuka. Naruto langsung bangkit dan melangkah mendekat untuk melihat. Tak pernah ia menyangka jika anak kecil mampu melakukan sihir. 

Seekor gagak terbang masuk, mengepakkan sayap hitam. Naruto tak melihat kapan Sasuke bergerak, namun ia telah berdiri di samping Naruto begitu dekat. Tangan kanan menjulur, kemudian gagak hinggap pada jemari si penyihir. Perlahan bulu-bulu hitam rontok hingga menyisakan sepucuk surat.

Dengan satu tangan, penyihir kastil berjalan membaca surat tersebut. Wajah yang biasa tersenyum penuh goda, kini berubah serius. Penyihir itu kembali mengamati Naruto tanpa henti. "Aku rasa kau bisa membayar dengan membantuku."

Pemuda bangsawan itu kembali mengambil tempat duduk. Dengan satu tangan yang lain, ia membakar surat yang baru saja dibaca menggunakan tangan kiri sebagai pematik api. Naruto menatap kagum.

"Boo!"

Naruto menjerit terkejut tatkala sebuah api besar berwarna merah kejinggaan muncul di sampingnya. Bukan itu saja, sepasang mata besar dan mulut tanpa bibir tampak di luaran api. Naruto menjauhkan diri, bergerak liar sampai terjatuh ke lantai. Mulut itu melebar dan terdengar suara tawa.

"Makhluk apa itu?" Naruto bertanya dan memandang Sasuke dengan wajah terkejut. Si penyihir tak menjawab untuk beberapa saat, hanya memandang dengan heran. Di wajah tampannya terpasang senyum kecil. Seolah keterkejutan yang dirasakan Naruto mengalihkan seluruh fokusnya.

"Hm, kaki yang mulus."  Sasuke mencondongkan tubuh ke arah Naruto, pandangan tertuju pada si pirang dengan lekat. Senyum penuh godaan kembali terpasang. Manik biru mendelik mengikuti pandangan si penyihir. Wajah lonjong tanpa garis pipi memerah. Ia lupa jika dirinya tak mengenakan celana atau rok, hanya sebuah kain yang dicuri kemudian dililitkan pada pinggang. Kini, kain itu menyibak. Mempertontonkan dua paha mulus, bahkan celana dalam berwarna hitam tampak sedikit menyembul.

"Berengsek!" Naruto berteriak dan tanpa sadar satu kepalan tangan telah menghantam wajah si penyihir.

******

Naruto bersedekap tak peduli. Obito menatap tajam pada si pirang, sedangkan api besar masih terbahak. Sasuke langsung mengamuk setelah pukulan Naruto berhasil melukai wajah tampannya. Saat ini, sang raven tengah bersembunyi di dalam kamar.

"Kyuubi, kenapa kau biarkan perempuan liar ini melukai Sasuke-sama? Dia itu tuanmu!" sulut Obito setelah gagal membuat Naruto berlutut ketakutan dengan pandangan tajamnya. Naruto justru balik menatap tajam.

"Dia bukan tuanku. Aku memang familiar miliknya, namun bukan budak, dasar kau bocah. Lagipula, Uzumaki satu ini spesial untuk Sasuke." Api besar kembali tertawa.

"Usir dia dari sini," titah Obito dengan sok, tak peduli ucapan si iblis api. Mata biru Naruto berkedut akan sikap sombong si anak lelaki.

"Dia tetap akan kembali ke sini meski aku telah mengusirnya. Dia masuk ke kastil ini tanpa izin dariku, bocah."

Obito mengerutkan dahi kesal mendengar jawaban Kyuubi. Tak pernah ada seorang pun atau sihir yang mampu menembus pertahan Kyuubi tanpa izin. Kehadiran Naruto menjadi misteri.

"Biarkan dia di sini." Semua menoleh saat suara sang penyihir terdengar.

"Tapi Sasuke-sama," tolak Obito.

Naruto bersedekap dada dengan puas.

"Dia akan membersihkan tempat ini."

Naruto membelalak. "Hey! Ini rumahmu. Kenapa aku yang harus membereskan?" tanya si pirang tak terima. Giliran Obito yang bersedekap puas. Sasuke membenarkan jas yang dikenakan. Ia melangkah mendekat, mengintimidasi Naruto.

"Kau dikejar ratu. Keberadaanmu tak aman di luar sana. Selama kau tinggal di sini, maka tempat ini adalah rumah dan tanggung jawabmu." Sasuke memberi senyum kecil menawan. Melewati Naruto tanpa menolah. Sang penyihir tampaknya masih tak terima atas tinju yang dilayangkan padanya.

Naruto akan menolak, namun ia terdiam tatkala melihat sayap hitam besar keluar dari punggung Sasuke. Tanpa pamit, si penyihir terbang melewati pintu.

"Mau ke mana dia?" tanya Naruto terheran.

"Sasuke-sama memiliki banyak pekerjaan ketimbang mengurusi gadis sepertimu," tukas Obito. Cukup sudah. Naruto melangkah panjang. Ia menepuk kedua pipi si bocah dengan keras, kemudian menariki pipi tersebut.

"Karena kau juga tinggal di sini, maka kau harus membantuku," ucap Naruto dengan semangat. Obito berusaha melepaskan diri, namun Naruto merangkul pundak anak kecil ini dan enggan melepaskan.

******

Entah berapa jam Naruto dan Obito membersihkan ruang tamu. Tempat mereka makan tadi, ternyata adalah ruang tamu. Dapur sendiri terlihat lebih berantakan.

Terdapat berbagai gir dan peralatan besi. Padahal penghuni kastil ini adalah penyihir, ia tak habis pikir kenapa Sasuke membutuhkan semua peralatan ini.

Makhluk besar yang mengejutkan Naruto tak ada bersama mereka. Obito berkata jika Kyuubi akan mengikuti ke manapun Sasuke pergi.

Naruto berhasil memisahkan peralatan gir sesuai ukuran dan kegunaan. Ia membereskan layaknya bengkel yang ia miliki di rumah.

"Aku tidak menyangka kau bisa memperbaikinya. Sasuke-sama tidak memperbolehkanku menyentuh benda-benda ini," ucap Obito menatap kagum pada mesin yang baru saja Naruto perbaiki. Robot berupa anjing kecil. Sepertinya digunakan sebagai pelacak.

"Semoga masih berjalan." Naruto mengutak-atik sebentar. Memperbaiki beberapa hal pada panel pengendali yang ada. Ia mulai menyalakan. Sesaat kaki kecil si anjing bergerak. Obito menatap tak sabaran. Sayang, baru selangkah, namun robot itu kembali terdiam.

Naruto bergumam dan mencoba memperbaiki lagi. Ia begitu fokus hingga tak menyadari Sasuke telah pulang. Si penyihir berdiri di belakang Obito yang menatap tertarik.

"Benda itu membutuhkan segel khusus untuk berjalan. Memperbaiki mesinnya tak akan cukup."

Naruto terlonjak. Ia memutar tubuh terkejut. Sasuke melangkah mendekat, menempelkan dadanya pada punggung Naruto. Tangan kanan telah memegang sebuah pena.

Naruto tanpa sadar menahan napas. Si penyihir bayang begitu dekat dengannya. Jika ia menoleh maka pipi Sasuke pun dapat dicium. Naruto menundukkan wajah, mengkonsentrasikan diri untuk melihat Sasuke yang menggambar segel dengan lihai. Kemudian pena berubah menjadi sosok api Kyuubi.

Tanda yang digambar mulai menyala. Mereka menunggu, sampai akhirnya robot anjing pun berjalan dan menatap mereka.

"Ini berhasil!" pekik Obito senang. Kemudian robot itu seperti mengerti jika Obito ingin bermain, si anjing melompat turun dari meja untuk berlari.

Obito pun mengejar dengan tawa. Naruto melihatnya dengan senyum. Mungkin saja Obito kesepian di sini. Dengan adanya si robot anjing, semoga bisa membuat anak itu lebih bahagia.

Mendadak ibu jari mengusap pipi Naruto. Manik biru menatap terkejut ke arah Sasuke. "Mandilah. Bersihkan dirimu. Aku akan menyediakan baju milikku."

Naruto menatap tertegun. Ia merasa melewatkan sesuatu.

*****

"Sasuke! Baju ini terlalu besar." Naruto turun dari lantai dua mengenakan kemeja hitam yang tampak kedodoran. Sasuke ber-hum pelan. Meneliti Naruto dari atas hingga bawah.

"Baju milikku semua berukuran sama."

"Kau bohong. Yang kau pakai terlihat lebih kecil!"

".... kau ingin memakai baju ini, Naruto?"

"Hey! Apa yang --!" Naruto membalik tubuh dengan segera. Wajah si pirang memerah. "Kenapa kau membuka bajumu di sini, Sasuke!"

******

"Kenapa aku harus tidur satu kamar denganmu?" Lagi, Naruto menolak. Menatap nyalang pada penyihir yang berbaring di atas ranjang dengan nyaman. Kedua mata Sasuke tertutup.

"Kau belum membereskan seluruh kastil ini. Tak ada kamar yang layak, selain milikku dan Obito."

"Kalau begitu aku akan tidur dengan Obito!"

"Hm." Sasuke menutup tubuh dengan selimut dan membelakangi Naruto. Tak peduli. Naruto bergumam pelan sebelum menarik bantal dari bawah kepala si penyihir. Ia melangkah marah keluar kamar. Sasuke masih tidur tak terpengaruh.

Beberapa menit kemudian.

Naruto membuka pintu kamar Sasuke dengan pelan. Rambut pirang terlihat acak-acakan. Bantal yang semula dibawa kini tengah dipeluk kencang.

Tanpa mengucap apapun Sasuke menggeser tubuhnya. Memberi ruang untuk Naruto. Si pirang dengan ragu memasuki kamar. Ia ikut berbaring dan masuk ke selimut yang Sasuke pakai. Kemudian menaruh bantal yang dibawa sebagai pembatas untuk mereka.

"Aku tidak akan lagi memasuki kamar Obito," gumam Naruto kesal. Ia tak menyangka jika bocah itu begitu teritorial. Saat Naruto berkata ingin tidur di kamarnya, Obito langsung menolak dan mengusir. Ia sempat bertahan, namun kemudian jebakan mulai bermunculan. Sial.

"Hm." Sasuke ber-hum pelan. Manik hitam masih menutup. Naruto memandang wajah si penyihir. Posisi mereka saling menghadap sekarang. Ia sempat melihat bibir Sasuke menyungging senyum kecil.

******

Naruto tinggal beberapa hari bersama Sasuke dan Obito. Pada siang hari, si penyihir akan keluar dari kastil dan kembali saat petang atau malam.

Entah kenapa Naruto merasa familier dengan Sasuke. Memang, mereka lebih banyak bertengkar akan hal sepele, namun tak ada kemarahan yang menyertai saat mereka tengah beradu pendapat.

Saat ini Naruto mulai makin tak nyaman dengan tubuh barunya.

"Kapan kau akan melepaskan kutukan ini?" tanya Naruto tak sabar.

Sasuke tak menjawab dari posisi duduk di depan perapian. Sebuah buku ada di pangkuan.

"Kyuubi akan mematahkan kutukanmu setelah kau membantuku memisahkan ratu dari familiar-nya," jawab Sasuke. Sebuah bayangan datang menuangkan teh dari teko untuk gelas Sasuke yang kosong. Si penyihir meminum teh dengan tenang.

"Tapi aku sedang diincar ratu! Aku tidak bisa kembali ke istana," ucap Naruto dengan keras. Apa Sasuke sengaja menggiring Naruto menuju kematian?

"Aku tidak akan membiarkan siapapun melukaimu." Sasuke menaruh buku di pangkuan pada meja. Ia bangkit, berjalan menuju Naruto.

Naruto menatap skeptis, namun Sasuke meraih tangan kiri si pirang. Ia memasangkan sebuah cincin pada jari manis Naruto.

"Ini adalah sebuah jimat. Ke manapun kau pergi, jimat ini akan mengantarmu padaku. Karena itu kau tidak perlu khawatir. Aku akan menjagamu." Naruto terdiam terpaku. Manik hitam Sasuke menatapnya lekat, membuatnya merasakan dèjavu yang tak dapat dijelaskan. Si pirang tak mampu bicara, ia pun hanya mengangguk kecil.

*******

Tangan hangat mengitari pinggang Naruto. Sebuah topi ber-veil menutupi wajah si pirang. Ia tengah mengenakan kostum untuk mengelabui sang ratu. Sasuke menjelaskan jika Naruto harus berpura-pura menjadi kekasihnya. Sebuah gaun berwarna merah dikenakan olehnya. Sepatu boot cokelat dan rambut yang digelung tinggi. Ia mengedarkan pandangan menatap begitu banyak penyihir datang di pesta sang ratu. Pesta yang dimandatkan untuk seluruh penyihir di Aeolus sebelum perang terjadi. Ia ingat kedua orangtuanya sempat menghadiri acara seperti ini sebelum mereka meninggal.

Di sampingnya berdiri Sasuke. Sang raven menyebarkan senyum kepada mereka yang menatap. Tangan kiri Sasuke memeluk pinggang Naruto, sedangkan tangan kanan memegang tongkat pendek yang merupakan jelmaan Kyuubi. Obito mereka tinggalkan di kastil demi alasan keselamatan. Ruangan pesta begitu ramai, tampak para penyihir memasang ekspresi resah. Mereka saling berbisik, suasana tegang yang kentara. Ruangan pesta begitu megah, jamuan makan telah tersedia. Prajurit pun berjaga di pintu.

Semua terdiam tatkala Ratu Aeolus muncul. Sang ratu memakai gaun putih panjang. Rambut hitam digelung tinggi dan sebuah tiara terpasang di atas kepala. Wajah cantik itu kosong tanpa emosi. Naruto tak dapat melihat sosok familiar yang dibicarakan Sasuke. Dalam perjalanan ke sini, Sasuke telah menjelaskan jika ratu mereka yang sekarang bukanlah yang asli. Itu hanya sosok yang dirasuki oleh iblis yang dikontrak menjadi familiar. Mungkinkah iblis itu benar-benar merasuki orang terpenting di Aeolus?

"Terima kasih telah menyempatkan diri untuk hadir. Aku mengundang kalian kemari untuk meminta bantuan kalian dalam perang yang akan terjadi sebentar lagi. Pihak Cameliot terlihat tengah menyiapkan armada untuk menyerang Aeolus."

Sesaat kemudian puluhan gagak berterbangan di udara. Mendarat di pundak para penyihir, termasuk Sasuke dan Naruto. Naruto menatap bingung, ia melirik sekitar. Gagak itu kembali merontokkan bulu mereka dan berubah menjadi sebuah gulungan kertas. Beberapa penyihir yang paham telah menggigit ibu jari mereka dan menempelkan darah yang mengalir ke atas gulungan kertas sebagai persetujuan. Gulungan itu kemudian menghilang dalam kepulan asap.

Satu per satu gagak mulai berubah. Ratu masih duduk tenang di atas singgasana. Menatap tenang pada para penyihir. Jantung Naruto berdegup tatkala mata hitam ratu terpaku padanya. Resah jika ratu menyadari jika ia adalah yang dicari selama ini. Sesaat kemudian pemimpin Aeolus bangkit dan menapak turun.

Sasuke dan Naruto menghiraukan gulungan kertas yang melayang di samping mereka. Begitu fokus menatap ke arah ratu yang mendekat. Tangan Sasuke mengerat.

"Aku tidak menyangka kau akan datang, Sasuke." Naruto menatap terkejut ke arah penyihir kastil berjalan. Tak menyangka jika Sasuke dan ratu saling mengenal.

"Acara ini adalah sebuah mandat, Yang Mulia. Seluruh penyihir telah disumpah untuk datang ke istana setiap kali mandat turun pada kami," jawab Sasuke tenang. Naruto merasakan sebuah aura yang tak mengenakkan.

"Setidaknya kau tidak lagi bersembunyi di bawah kuasa Itachi."

Ia merasakan tangan Sasuke mencengkeram kuat pinggangnya. Sebuah jeritan terdengar. Sesaat kemudian petir menyambar beberapa penyihir yang tidak mau menandatangani kertas gulungan. Pintu menutup dengan keras, jendela-jendela menghilang menjadi tembok beton. Tiba-tiba Sasuke menarik tangan Naruto untuk ditaruh di pundak sang raven. Ia terkejut ketika dengan cepat tubuh mereka berpindah. Menghindari petir yang menyerang setiap penyihir.

"Jebakan," decih Sasuke kesal. "Luruskan kakimu dan bergeraklah seperti kau sedang berlari."

Naruto mengikuti perintah Sasuke. Tangannya menggenggam kuat pundak si raven. Mereka berlari di udara. Menghindari setiap serangan, namun mendadak sebuah bayangan menjulur dan menangkap kakinya. Menggunakan Kyuubi yang tengah menyamar menjadi tongkat, Sasuke mengetukkan tongkat tersebut pada kaki Naruto membuat bayangan itu melepuh. Mereka kembali berlari, namun setiap jalan keluar telah ditutup.

"Kyuubi," panggil Sasuke. Sesaat kemudian tongkat pendek berubah menjadi palu besar. Sasuke mengayunkan palu tersebut pada dinding istana. Seketika lubang besar telah muncul. Keduanya segera berlari keluar.

"Ada apa ini, Sasuke?" tanya Naruto khawatir. Sasuke tak menjawab. Membawa mereka menuju tempat yang aman. Jauh dari ratu.

"Aku ingin kau kembali ke kastil. Kyuubi akan menjagamu dan Obito. Ada yang harus kuurus." Sasuke memberi Kyuubi yang kembali menjadi tongkat pada Naruto.

"Tunggu, Sasuke!" Naruto berteriak, namun Sasuke telah berlari ke arah ruang pesta. Di kedua punggung sang raven muncul sepasang sayap hitam.

"Biarkan dia pergi. Keberadaanmu di sini hanya akan menyulitkan Sasuke," Tongkat Kyuubi berbicara. Naruto berdecih kemudian berlari ke sembarang arah. Mencari cara agar bisa kembali ke kastil. Ia berlari sampai akhirnya sampai pada taman istana. Beruntung, banyak kapal terbang kecil -- aero kayak, yang terparkir.

Naruto mencoba menyalakan salah satunya, namun tak bisa karena kapal ini membutuhkan sihir untuk berjalan. "Bagaimana ini?" tanya Naruto bingung. "Oh! Kyuubi."

Naruto mengetukkan ujung tongkat pada kemudi kapal. "Kau, Uzumaki berengsek. Jangan memperlakukanku dengan kasar!"

"Kita harus pergi. Bantu aku menyalakan mesin ini!"

"Tidak!"

Naruto kembali mengetukkan Kyuubi berulang kali, sampai akhirnya mesin terbang itu menyala. Naruto yang memang ahli dalam mesin, dapat menyetir kapal tersebut dengan mudah.

"Kau bocah barbar. Semoga kapal ini menabrak," ucap Kyuubi kesal. Naruto mengabaikan dan mulai menarik kapal untuk terbang ke atas.

"Ke mana arah kastil milik Sasuke? Kastil itu terus bergerak, aku tidak dapat melacaknya."

"Empat ratus mil ke selatan."

Naruto menengok ke arah Kyuubi yang secara aneh memberi jawaban suka rela. Tak ingin membuang waktu, ia pun melajukan kapalnya. Kenapa semua menjadi kacau seperti ini?

*****

Kastil itu terus berjalan, membuat Naruto harus terbang selama beberapa jam. Ia begitu senang saat melihat siluet kastil dari kejauhan. Saat ia sudah dekat, kastil itu berhenti bergerak.

"Kekuatanku adalah tenaga yang menggerakkan kastil ini."

Naruto ingin bergumam kesal karena kenapa tidak sejak awal Kyuubi menghentikan pergerakan kastil ini. Namun ia teringat akan Obito. Jika kastil berhenti, maka Obito akan ditemukan oleh suruhan sang ratu.

Naruto memarkirkan kapalnya di luar dengan aman. Ia langsung berlari mencari pintu masuk. Setelah menemukannya, ia tanpa ragu masuk begitu saja.

"Obito!" teriak Naruto khawatir. Kecemasannya menghilang tatkala melihat bocah lelaki itu keluar dari lantai atas mengenakan piama. Naruto segera berlari ke arahnya dan memeriksa kondisi Obito.

"Syukurlah, kau baik-baik saja, Obito."

Obito mengerjap berulang kali, bingung kenapa Naruto bisa mencemaskannya. Ia melihat bagaimana rambut yang semula digelung tinggi kini berantakan. Ekspresi wajah si pirang pun mengkhawatirkan.

Sesaat kemudian Naruto mendudukkan diri, bernapas lega. "Aku tidak mengerti kenapa ratu melakukan semua itu. Para penyihir di sana adalah rakyatnya. Dan Sasuke, kenapa dia pergi?"

"Ratu Aeolus adalah ibu dari Sasuke."

Naruto mendongak mendengar jawaban Kyuubi. Si iblis kini berubah menjadi api besar kembali. Obito mengangguk setuju.

"Itachi-san yang membuat kontrak dengan Kyuubi," ucap Obito tenang. Anak lelaki itu ikut duduk di samping Naruto.

"Benarkah?" tanya Naruto tak percaya. Ia memandang Kyuubi terheran.

"Aku adalah iblis. Itachi membuat kontrak denganku agar aku menjadi familiar dan menjaga Sasuke sampai mati. Sebenarnya bukan hanya Itachi yang membuat kontrak denganku. Kedua orang tuamu pun melakukannya." Kyuubi tersenyum lebar. Naruto mencoba mengingat mengenai orang tuanya, tak pernah ia melihat Kyuubi sebelum ini. Ada kejanggalan, seolah ini sebuah pancingan.

Mendadak Naruto merasa pusing. Kepala berdenyut. Ada kilasan serta perasaan dèjavu dalam pikirannya.

'Kau adalah berkah untuk kami.'

'Sayang, dia adalah teman barumu. Sahabat ayah menitipkannya pada kita. Kau harus bersikap baik dengannya ya.'

Naruto mencengkeram kepala. Suara itu milik kedua orang tuanya. Obito merasa khawatir dan mencoba menguncang pundak Naruto. Memanggil nama si pirang berulang kali.

'Kau merebut orangtuaku, berengsek!'

Bayangan dirinya yang masih kecil tengah berkelahi dengan seseorang. Saling memukul wajah satu sama lain. Sayang, Naruto tak dapat melihat jelas anak tersebut. Semua samar.

"Apa akhirnya kau ingat tempat ini?" Naruto yang masih memegang kepala, memicingkan mata pada Kyuubi yang menatap kesakitannya dengan senyum lebar.

"Apa maksudmu ... kedua orangtuaku membuat kontrak?" tanya Naruto susah payah. Obito berdiri bingung. Menatap bergantian pada Kyuubi dan Naruto.

"Mereka yang memiliki sihir kuno tak dapat memiliki anak. Karena hal itu, ibumu menukar jiwanya untuk dapat mengandung dan membesarkan anaknya sendiri." Manik biru Naruto membesar. Rasa sesak memenuhi hati. Kepalanya berdenyut sakit.

"Ayah dan ibuku meninggal saat perang enam tahun lalu!" elak Naruto.

"Apa benar itu yang terjadi?" tanya Kyuubi dengan senyum lebar. "Lihatlah sekelilingmu."

Napas Naruto mulai tak beratur, namun ia mengikuti saran Kyuubi. Menatap ruangan berantakan di sekitar mereka dengan bingung. Sekelebat ingatan kembali menghantui.

'Ini adalah rumah kita, sayang. Ayah dan ibu membuatnya sendiri. Suatu hari kau dan keluargamu pun akan tinggal di sini.'

'Apa benar kau dikutuk?' suara ini terdengar seperti anak-anak. Kemudian kilasan siluet hitam muncul.

'Kakakku berkata, ciuman cinta sejati akan mematahkan segala kutukan.'

Naruto merasakan bibirnya bersentuhan dengan sesuatu. Ia kembali mencengkeram kepala.

'Sekarang kau bukan lagi anak yang terkutuk.'

'Ayah! Ibu! Kenapa kalian diam saja? Bangun!'

Gambaran seorang pria berambut emas tengah terbaring dengan wanita berambut merah. Keduanya memasang senyum di wajah. Berulang kali tangan kecil menggoyangkan tubuh mereka, namun tak ada reaksi yang muncul.

'Naruto, hentikan. Mereka tak akan bangun.'

'Diam! Jika bukan karena kau, mereka tak akan pergi! Aku tak ingin melihatmu lagi!'

"Akh!" Naruto menjerit kuat. Menakuti Obito dan membuat Kyuubi terdiam seketika. Manik biru membuka dan menatap nyalang Kyuubi.

"Kau membunuh mereka!" tuduh Naruto. Kedua mata sang api makin membesar. Tersinggung akan sikap Naruto.

"Mereka mati karena masa kontrak telah berakhir. Ibumu telah melahirkan dan membesarkanmu. Ayahmu meminta agar mereka mati saat kau menemukan cinta sejati yang akan menjagamu seumur hidup. Apa kau akan terus menjadi pengecut dan menyalahkan orang lain, bocah?!" balas Kyuubi tak kalah keras.

Naruto menenggelamkan wajah di kedua tangan. Ia menahan tangis, luka perih karena ingatan yang hilang kini muncul kembali. Ingatan yang ia pendam selama bertahun-tahun dan tanpa sadar teralter dengan sendirinya. Orang tuanya bukan mati dalam perang. Naruto terdiam di atas lantai dengan kedua kaki menekuk.

"Kutukan ratu dapat kau hancurkan dengan mudah, namun sebenarnya kau takut. Kau mengharapkan bantuan dari orang lain. Berhentilah menjadi seorang yang egois dan penakut. Waktu telah berlalu sekian lama, apa kau ingin membuatnya menunggu lebih lama?"

Naruto masih menenggelamkan wajah.

"Bagaimana dengan Sasuke-sama? Ratu bisa membunuhnya kali ini. Kyuubi, bukankah kau seharusnya melindungi Sasuke-sama?" Obito mulai khawatir. Anak lelaki itu berhenti di hadapan sang api dan memasang ekspresi seperti akan menangis.

"Sasuke memerintahkanku untuk menjaga kalian. Aku tidak bisa melawan perintahnya."

'Kyuubi akan menjagamu dan Obito.'

'Aku tidak akan membiarkan siapapun melukaimu.'

Tubuh Naruto menegak. Wajah yang tertunduk perlahan mendongak. Dengan suara bergetar Naruto bertanya, "Apa yang akan terjadi pada Sasuke?"

"Ratu mencoba mengambil jantung Sasuke sebagai pelengkap ritual pemanggilan dewi Kaguya, dewi simbol kekuatan dan kekuasaan. Salah satu syaratnya adalah mengorbankan jantung mereka yang paling dikasihi. Itachi sempat menyelamatkan Sasuke dengan membuat kontrak denganku. Dia kehilangan jiwanya demi melindungi sang adik."

"Apa kau bisa bergabung dengan orang lain, Kyuubi?" tanya Naruto tiba-tiba. Sang api menatap tertarik.

"Tentu saja bisa, tapi aku hanya dapat berubah menuruti perintah Sasuke."

"Apa tidak ada cara lain agar kau bisa melakukannya?" tanya Naruto mendesak.

"Ada. Kontrak."

Naruto terdiam menatap Kyuubi yang kini menatap ke arahnya seolah ia lapar. Naruto memicingkan mata, ia tidak akan mengorbankan jiwanya. Ia harus tetap hidup.

"Aku tidak bisa mengorbankan jiwaku," jawab Naruto.

"Kontrak tidak semata menggunakan jiwa. Kau bisa memberiku mata atau anggota tubuhmu yang lain."

Naruto segera bangkit dan berlari mencari sesuatu. Ia mengangkat sebuah gunting, kemudian kembali ke hadapan Kyuubi. Menghiraukan Obito yang masih menatap bingung. Ia menarik turun rambut emas panjangnya. Dengan satu tangan, Naruto memegang helaian emas itu. Tanpa bicara, sang blonde memotong rambut panjangnya.

"Apa ini cukup?" tanya Naruto tak yakin. Kyuubi semakin membesar dan membuka mulut lebar. Naruto melemparkan rambut emasnya pada mulut Kyuubi. Seketika sang iblis mengunyah rakus.

"Apa keinginanmu?" tanya Kyuubi setelah menelan rambut Naruto.

"Aku ingin kau membantuku untuk melawan ratu. Menjadi pelindung, senjata, dan pelengkapku," jawab Naruto yakin.

Kyuubi ber-hum pelan. Si iblis tersenyum lebar "Tawaranmu terlalu tinggi untuk harga sebuah rambut. Mungkin kau bisa berikan tangan kirimu."

Naruto melangkah mundur. "Tidak. Aku tidak akan memberi lebih dari itu. Seharusnya kau memberiku keringanan. Bukankah secara teknis aku adalah anakmu? Tiga garis di pipiku adalah tanda turunan iblis bukan?" tantang Naruto.

Kyuubi terdiam seolah membeku. Sepertinya ia tak pernah memikirkan apa yang Naruto ucapkan tadi. Seorang anak? Naruto terlahir memang berkat kekuatannya. Uzumaki Kushina hanya seorang perantara saja.

"Ayolah, ayah," bujuk Naruto dengan senyum kecil.

Kyuubi menggeram emosi. Bagaimana ia selalu membiarkan manusia satu ini mendapatkan apapun yang diinginkan? Masuk kastil perlindungannya dengan tanpa izin. Tanpa sadar membantu Naruto menyalakan mesin kapal. Membeberkan rahasia kontrak. Dan sekarang bocah ini bisa membuatnya luluh juga.

"Baiklah," gumam Kyuubi setengah hati. Naruto tersenyum lebar ke arahnya.

****

Naruto menatap cermin. Ia kembali memotong rambutnya menyerupai rambut saat ia lelaki. Ia pun telah kembali memakai kemeja dan celana -- baju yang ia jarah dari kamar Sasuke. Setelah yakin rambut itu rapi, ia menambah tiga garis di pipi menggunakan tinta.

Tiga garis yang membuat ia dikucilkan, baru disadarinya adalah sebuah identitas diri. Tiga garis yang menyatakan bahwa ia membawa berkah bagi kedua orang tuanya. Bukan sebuah kutukan. Apa yang ia miliki merupakan anugerah, tak seharusnya ia malu.

Naruto keluar dari kamar Sasuke menuju ruang tengah, di mana Obito dan Kyuubi telah menunggu. Ia menatap Obito kemudian menggandeng tangan sang bocah lelaki. "Kita akan menyelamatkan, Sasuke."

Bocah itu mengangguk semangat. Ia mengikuti Naruto yang berjalan cepat menuju luar kastil. Dengan hati-hati ia membantu Obito duduk di kursi belakang aero-kayak. Kyuubi merubah diri menjadi rubah kecil. Ia melompat ke pangkuan Obito.

Kini tekad Naruto telah dikumpulkan. Ia bukan bocah terkutuk, ia adalah anugerah bagi kedua orang tuanya. Sekali lagi Naruto mendongak menatap kastil berjalan yang kini tengah berhenti. Kenapa ia tak menyadari? Kastil ini bergerak dengan teknologi uap dan sihir. Satu-satunya orang yang mengerti mengenai pemberdayaan uap adalah ia dan orang tuanya.

Kastil ini milik kedua orang tuanya. Ia akan mempertahankan apa yang ditinggalkan mereka. Ia akan berjuang.

"Pegang kuat-kuat, Obito, Kyuubi," ucap Naruto memperingati. Kapal terbang itu mulai menyala. Tanpa membuang masa, Naruto segera melaju.

******

Sasuke mengepakkan sayapnya. Ia berusaha melepaskan penyihir lain dari belenggu ratu. Ia sudah berhati-hati, namun pertarungan mereka telah melebar. Jika diteruskan, seluruh kerajaan Aeolus akan terbawa kehancuran.

Ia harus segera memisahkan ratu dari familiar-nya. Namun begitu sulit mendekati sang ratu. Saat ini sebuah pohon raksasa telah tumbuh di dalam istana. Menyedot hawa kehidupan sekitar. Penduduk ibukota telah mengungsi mendekati desa-desa yang jauh.

Sasuke kembali menukik menghindari serangan akar yang akan menyedot habis sihirnya. Ia telah bertarung selama berjam-jam, tubuhnya mulai kelelahan. Jauh dari Kyuubi dapat mempengaruhinya. Prajurit kini berbalik arah menyerang pohon besar tersebut. Berbagai sihir dan senjata telah digunakan. Semua kacau balau. Api membakar dan menjalar ke segala arah.

"Kemarilah, Sasuke. Serahkan jantungmu."

Sasuke kembali terbang menjauh. Tak meladeni bujukan sang ratu. Di antara menyelamatkan penduduk dan mencari kelemahan mantra ini, membuatnya begitu sibuk. Ini adalah mantra pemanggil dewi Kaguya. Menyerap kehidupan dan sebagai penutup, pengorbanan sebuah jantung orang terkasih dibutuhkan.

"Kau membunuh Itachi, Sasuke."
Cara terbang sang raven mulai terpengaruh saat ucapan ratu makin menyinggungnya.

"Semua orang meninggalkanmu, Sasuke. Kenapa tidak beristirahat bersama Itachi?"

Satu akar nyaris menyentuh kakinya. Sasuke terbang semakin tinggi. Ia melihat kapal perang yang akan menjatuhkan bom. Saat bom turun, ia memegang satu nuklir itu dengan kedua tangan. Kemudian mengarahkan ke arah ratu. Ledakan besar terjadi, namun yang terbakar hanya akar yang membentuk seperti jaring. Menahan serangan. Sasuke berdecih dan kembali mengepakkan sayap.

Beberapa penyihir ikut membantu menumbangkan pohon raksasa ini.
Saat Sasuke berhenti untuk mengistirahatkan tubuh, satu akar menangkap kakinya. Menyerap kekuatan dan sihir miliknya. Bulu hitam di sayap sang raven mulai rontok. Tubuh Sasuke dipaksa mendekati ratu. Ia meronta. Menggunakan bayangan untuk memotong akar yang membelit, namun beberapa sulur lain mengikat tubuhnya.

Sihir Sasuke mulai habis. Sayapnya menghilang.

"Sasuke," ucap sang ratu dengan nada sayang saat tubuh Sasuke dibawa ke hadapannya. Jemari ratu menyusuri wajah sang tawanan. "Kenapa kau menjadi anak yang membangkang? Padahal ibu menyayangimu."

Wajah Sasuke didongakkan. Jemari ratu turun menuju leher dan berhenti di mana jantung Sasuke berada. Mata sang anak mulai menutup kelelahan akibat akar yang menyedot energi kehidupannya.

"Sasuke!"

Sang ratu melompat tepat waktu. Sebuah aero-kayak menabrak dahan pohon di mana ia dan Sasuke berdiri. Tubuh Sasuke jatuh dengan cepat. Sebuah tangan terulur, menangkap tubuh yang jatuh.

Naruto berusaha menahan tubuh Sasuke dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain memeluk Obito. Kyuubi telah berubah menjadi sayap kemerahan untuk Naruto. "Cepat, Kyuubi!"

Mereka terbang menjauh. Menghiraukan teriakan ratu. Saat mereka telah berada di luar batas ibukota, barulah Naruto mendaratkan mereka. Ia membaringkan Sasuke. Obito langsung duduk di samping sang raven, menggoyangkan tubuh itu. "Sasuke-sama, apa dia mati?" tanya Obito khawatir.

"Tidak. Dia belum mati. Jaga Sasuke untukku, Obito."

Naruto bangkit. Ia memandang pada pohon yang masih mencari mangsa. Ia seperti melihat monster. Bagaimana jika sulur itu menusuk tubuhnya? Menyerap kehidupannya hingga mati? Rasa takut menghampiri. Ia melirik Sasuke yang masih tertidur dengan Obito memeluk tubuhnya. Sasuke mengorbankan diri demi menyelamatkannya dan Obito.

Naruto merasakan sesuatu menepuk pundak. Ia menengok ke kanan, manik biru membelalak. Bayangan samar seorang pria berambut pirang emas tersenyum padanya. Di belakang pria tersebut ada seseorang yang ia rindukan. Sosok wanita berambut merah panjang yang tengah mencondongkan tubuh dengan senyum lebar terpasang. Kedua orang itu mendorong tubuh sang pirang ke depan. Membantunya untuk mengepakkan sayap kemerahan.

Dengan satu senyum kecil, Naruto terbang. Ia tak takut. Orang tuanya selalu mendoakannya. Mengorbankan nyawa mereka demi memberinya kehidupan. Kini ia yang harus berkorban demi orang lain.

Ia adalah putra Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina. Dengan tekad bulat, Naruto mampu menghindari setiap serangan, bom, sulur, dan terfokus pada sosok ratu yang berdiri tenang menunggunya. Sayap merah dikepak lebih kuat.

"Datanglah. Kau adalah bagian dari jantung Sasuke." Naruto mengabaikan ucapan ratu. Semangat membara dalam hati. Seperti kontrak yang dijalin, Kyuubi melindungi Naruto. Mereka sudah sangat dekat dengan tujuan, namun halangan selalu ada.

Mereka membuang waktu dengan terus menghindar. Tak ada celah untuk menerobos. Naruto berpikir keras. Mencari cara. Manik biru sedikit membesar tatkala satu gagasan muncul dalam pemikiran.

Sebuah akar menarik kaki Naruto. Si pirang membiarkan, meski Kyuubi berusaha menjauh dengan berulang kali mengepak. Ia merasakan tenaganya berkurang drastis. 'Diamlah, Kyuubi. Berhenti,' batin Naruto.

Seolah mendengar ucapan itu, sayap merah terhenti. Membuat tubuh Naruto terperangkap. Sang pirang ditarik hingga berada di hadapan ratu. Sama seperti Sasuke sebelumnya.

"Kau datang," ucap sang ratu dengan tenang. Menangkap dagu Naruto dalam cengkeraman tangan.

"Aku datang untuk menyelamatkanmu, Yang Mulia," balas Naruto dengan senyum lebar. Ratu tertawa mendengarnya.

"Kyuubi," bisik Naruto. Hubungan batin antara keduanya terjalin erat, tanpa dijelaskan pun Kyuubi berubah wujud kembali. Meresap ke tangan Naruto. Dengan tangan itu pula sang blonde menyerang, hingga menembus  dada kiri sang ratu. Tak ada darah membuncah.

Tangan Naruto bagai memasuki air.

"Dapat," ucap Naruto lelah. Ditariknya kuat sesuatu yang menggeliat di tangan. Seperti dugaan Naruto, hanya iblis yang dapat mengalahkan iblis.

Ketika tangannya keluar dari dada sang ratu, terdapat sesuatu berwarna hitam pekat yang mirip dengan ular. Tubuh ratu langsung ambruk. Pohon besar pun bergetar hebat dan seperti tertarik kembali ke bumi.

Naruto tersenyum menang. Ia melempar benda aneh dalam genggaman ke udara, seketika Kyuubi melepaskan diri dari Naruto dan melahap benda itu.

Tubuh sang pirang begitu lemas. Energi kehidupannya telah dihisap oleh akar pohon raksasa. Namun ia senang. Semua berakhir.

*****

Naruto tak dapat melihat apapun. Tubuhnya begitu lemas. Semua indra tubuh terasa mati.

Sesuatu yang hangat menempel di bibirnya. Mengecap dan menekan dengan persisten. Tanpa sadar tangan Naruto bergerak untuk menepis apapun itu.

"Kakakku berkata, ciuman cinta sejati akan mematahkan segala kutukan."

Naruto mengenal suara itu. Manik biru membuka lebar. Napasnya terburu. Dalam area pandang ia melihat wajah Sasuke yang tersenyum.

"Jadi anak yang ada dalam ingatanku benar-benar dirimu, Sasuke?" tanya Naruto masih terbaring. Ia menepuk dadanya sendiri dan merasa lega setelah tak ada gundukan empuk di sana. Syukurlah, kutukan itu benar telah dilepas.

Sasuke ber-hum pelan. Tangannya mengusap helaian emas pendek milik Naruto. Sang blonde meraup punggung berbalut jas milik Sasuke. Membawa keduanya dalam pelukan.

"Maaf, karena aku terlambat menemuimu. Aku tidak bermaksud mengatakan hal menyakitkan itu, Sasuke," bisik Naruto. Ia menenggelamkan wajah di dada sang raven.

Sasuke harus mencondongkan tubuhnya untuk memeluk Naruto yang masih terbaring di atas tanah.
"Aku tahu," jawab Sasuke pelan. Tangan mulai mengusap belakang kepala sang pirang, saat tubuh dalam dekapannya bergetar.

"Kau mengingatku saat mendengar namaku. Seharusnya kau membenciku, Sasuke. Aku menyalahkanmu atas kematian kedua orang tuaku. Aku pengecut."

Sasuke mengangkat wajah Naruto. Mengusap tinta yang kini menutupi tiga garis asli milik Naruto. Ia kembali mengecup bibir sang pirang. "Kau bukan pengecut. Aku akan ada di sampingmu untuk memberimu keberanian."

Rasa bahagia dalam hati Naruto meluap. Ia menarik tubuh Sasuke mendekat. Balik mencium dengan antusias.

Suara berdeham seorang wanita mengejutkan keduanya.

Sasuke menjauhkan wajah dari Naruto.

Si pirang menatap terkejut Ratu Aeolus yang berdiri di topang oleh Obito. Kedua mata Obito ditutup oleh tangan sang ratu.

"Akan lebih baik jika kalian melanjutkannya nanti, setelah semua kekacauan ini dibereskan," ucap sang ratu lembut. Naruto tertegun, untuk kali pertama ia melihat ratu cantik mereka tersenyum tulus.

"Di mana Kyuubi?" tanya Naruto bingung. Ia melihat sekeliling.

"Di sini." Suara itu berasal dari atas mereka. Naruto kembali membelalak melihat rubah besar menatap ke arahnya. "Aku harus membereskan semuanya, lebih mudah jika aku menggunakan tubuh asliku. Terima kasih pada Sasuke yang hanya sibuk menciumimu."

Naruto tertawa mendengar sindiran Kyuubi. Ia berusaha bangun dengan bantuan Sasuke.

"Ayo kita pulang."

*****

Selama beberapa tahun kerajaan Aelous mengalami perubahan. Ratu yang kehilangan familiar ternyata ikut kehilangan kekuatan sihir. Membuat Sasuke naik takhta menjadi raja.

Teknologi uap milik Naruto semakin dikembangkan, memberi sedikit kemudahan untuk rakyat dan penyihir.

Enam tahun telah berlalu. Naruto kini tinggal di dalam kastil berjalan milik kedua orang tuanya. Sasuke pun tak tinggal di istana. Keduanya tinggal bersama di kastil. Dengan alasan lebih mudah mengawasi kerajaan jika mereka berada dekat dengan rakyat. Hanya ratu yang masih berada di dalam istana.

Tiga tahun yang lalu Obito memilih untuk menjadi penyihir kerajaan. Ia harus masuk akademi penyihir untuk mendapat pendidikan. Karena hal itu, Obito hanya mampu mengunjungi mereka saat liburan datang. Seperti saat ini. Ratu pun ikut untuk menjenguk anaknya.

"Kenapa perutmu terlihat besar?" Obito bertanya saat mereka berpelukan melepas rindu. Naruto menggeram main-main dan menariki pipi Obito. Rambut pirang Naruto masih pendek.

"Perutku tidak besar!" elak Naruto.

Obito menatap skeptis. Ratu hanya berdiri tenang dengan sebuah senyum. Sifat asli ratu rupanya sangat penyayang, berbalik dengan saat Naruto melihatnya dulu.

"Tapi perutmu akan semakin besar nanti," ratu angkat bicara. Naruto menatap tak mengerti.

"Perutku terlihat besar karena aku jarang bergerak. Aku mudah sakit kepala saat melakukan hal-hal berat. Sasuke memintaku untuk beristirahat. Dia juga memberikan banyak makanan, membuatku terlihat lebih gemuk," bela Naruto.

Obito dan ratu memandang perut Naruto yang kini terlihat menggembung dari balik kaus hitamnya. Naruto pun ikut menilik. Sang pirang mulai mempertanyakan teori yang baru dikemukakan olehnya. Ia pun sebenarnya penasaran kenapa perutnya dapat membesar seperti ini.

"Di mana Sasuke?" tanya ratu dengan suara yang tegas.

"Entah. Mungkin di kamar," jawab Naruto tak mengerti dengan sikap sang ratu.

"Naruto," ratu memanggil. Ibu Sasuke menatap serius padanya. "Beberapa bulan yang lalu Sasuke bertanya padaku apakah kutukan yang kuberikan dulu memiliki efek samping. Sepertinya aku mengerti sekarang."

Naruto makin tak mengerti.

"Kesalahanku mengutukmu menjadi wanita. Saat Sasuke mematahkan mantraku, tidak semua sihir itu terhapus. Dan kemungkinan besar, Sasuke menggunakan Kyuubi untuk memancing reaksi dari efek ini. Aku tak menyangka jika dia melakukan ini tanpa sepengetahuanmu."

"Aku tak mengerti."

"..... kau hamil, Naruto. Sihir iblis hanya dapat diaktifkan oleh kekuatan iblis."

Naruto terdiam mencoba memproses semuanya. Tangan meraba perut yang gembung. Ia mulai mengingat tindakan aneh Sasuke. Kenapa kekasihnya akhir-akhir ini begitu perhatian dan protektif. Semua masuk akal sekarang.

"Sasuke! Kyuubi! Kemari kau berengsek!" Naruto berteriak sembari melangkah panjang-panjang menuju lantai atas. Tangan kiri memegang perut secara protektif.

End

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top