Part 5
Setelah bel masuk berbunyi, aku-Gibran-Alva membawa pasukan kami ke lapangan untuk bermain game outdoor. Hari pertama memang sengaja dikasih game karena besok para murid baru akan melakukan perjalanan panjang dijemur di lapangan untuk kegiatan baris berbaris.
Topi kerucut yang menjadi identitas masing-masing kelas pasti akan membuat lapangan begitu bagus dilihat dari lantai dua. Aku sengaja membawa mereka ke bawah pohon mangga agar mereka tidak kepanasan. Apalagi anggotaku cowok-cowok lenjeh yang tidak suka gerah.
Aku menyuruh mereka duduk di lapangan sambil menunggu giliran dipanggil, tadi kami sudah membagi tiga puluh anak itu ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama dipegang olehku, isinya 5 orang cewek dan cowok. Leader-nya bernama Novan Dadar, nama aslinya sih Novan Kuntjoro, cowok itu kalem tetapi dari tampangnya sih seperti anak pintar. Makanya aku langsung nunjuk dia sebagai ketua.
Kelompok kedua isinya banyakan cewek dan dipegang oleh Gibran. Kelompok ketiga isinya banyakan cewek juga dipegang oleh Alva.
Kelompokku akan bermain di pos 3 yaitu games tali tambang, jadi nanti masing-masing anak akan mengambil dua tali. Mereka harus bisa menyelesaikan misinya agar tali tersebut bisa membentuk lingkaran. Gimana caranya? Ya, lakukan saja.
Kelompok yang maju duluan dipegang oleh Gibran, mereka akan bermain teka-teki yang berhubungan dengan angka.
"Uh, enak ya yang sama Kak Gibran!" celetuk salah satu cewek tanpa sadar.
"Sama Kak Alva juga enak, manis."
Aku mengangkat sebelah alisku, tepat saat mengalihkan pandangan tatapanku tertuju pada Novan. Aku tersenyum tipis tetapi dibalas dengan dia membuang muka. Kalau dia melakukannya pada Lalisa bisa dijemur 2 jam tuh, untung aja aku baik.
"Sama Kak Sashi juga enak, baik dan lucu," kata seorang anak cowok.
Mungkin dia sudah banyak mendengar selentingan kabar betapa sadisnya OSIS lain, apalagi model Lalisa dan Dara. Aku jadi bayangin dan itu horor banget.
"Bisa aja." Senyumku malu-malu.
Aku tertawa saat melihat gerombolan anak kelas yang dipegang Dara –gerombolan topi kerucut hijau-- mengarak sepasang murid yang berdiri paling depan seperti arakan pengantin.
"Dara gila anak orang main dijodohin aja!"
Mereka masuk ke kelas 10-4 kelas yang dipegang Lalisa. Tidak lama setelah itu aku melihat Lalisa dan Dara keluar cekikikan sambil mengatur posisi dua orang pasangan yang berdiri paling depan dekat pintu. Sekarang mereka jadi lebih mirip arakan pengantin masal.
Aku tertawa keras, anak kelas sepuluh yang duduk di depanku menoleh, mereka jadi ikutan tertawa geli. Kecuali, cowok yang bernama Novan. Dia lebih tertarik memandangi semut yang berjalan di lapangan.
Tidak tahan lagi hanya melihat dari sini aku berlari ke tepi lapangan dan masuk ke koridor mengikuti arakan pengantin itu yang berkeliling ke setiap kelas. Aku nyengir lebar dan berdiri di ambang pintu, Lalisa menoleh dan melotot.
"Ngapain di sini? Ke kelas lo sana!" ucapnya.
"Ah, nggak seru sumpah. Lo ke kelas gue kek bikin yang seru-seru," usulku. Lalisa sandaran di tembok dekat pintu.
"Biasanya lo yang suka eksperimen. Nanti deh, gue sakit tenggorokan teriak mulu."
"Siapa suruh? Santai aja, Non."
"Abis pada budek banget susah diatur, ya gue teriakin satu-satu di kupingnya."
Oke, aku jadi memahami mengapa anak cowok tadi bilang aku baik dan lucu, aku dibandingkan sama Lalisa gitu! Wow, jauh sekali.
Aku ini malaikat bertampang seram, sedangkan Lalisa berwajah malaikat tetapi hati menyeramkan. Sangar.
"Buset! Lo balik ke kelas lo deh, tuh lihat ada si ... Arya? Ngapain itu anak ke kelompok kelasan lo, pasti tebar pesona!" kata Lalisa sambil menjulurkan kepala ke koridor. Aku ikutan melihat ke tempat di mana tadi anak kelompokku berkumpul.
Di sana sungguhan ada Arya yang berdiri bersama Novan. Eh, kok mereka rada mirip ya?
"Lo kenal Arya? Anak baru di kelas gue sumpah dia—"
Lalisa memang hobi menyelak. "Rusuh? Emang. Itu kan si Novan, adeknya. Mereka beneran masuk sini? Wah!"
Aku menganga. "Hah adeknya?" Meski wajahnya mirip, sifatnya beda sekali. "Kok lo kenal?" pertanyaanku hanya disenyumi Lalisa dan dia mengangkat kedua bahunya. Sok secret.
Lalisa punya hutang penjelasan sama aku.
"Balik sono, Sas! Mau gue kirim ke seminar?" Ancam Lalisa. Aku segera melompat keluar dari kelas.
Dasar nggak bisa liat orang senang dikit!
"Nggak! Oke, gue ke sana!!" Aku misuh-misuh balik ke kelompok kelasanku, di sana Arya masih ngoceh di sisinya dan Novan menunduk dalam-dalam.
"Kalian harus nurut sama Putri Sashi, awas ya kalo gue dengar lo nggak nurut atau bikin dia emosi! Nah, ini adek gue Novan. Kalian harus baik-baik sama dia, jangan biarin dia sendiri atau kalian semua kesurupan masal nanti di kelas. Mau???"
Semuanya kompak menggeleng dan menjawab tidak dengan serius. Buset, Arya ngapain deh? Aku mendekatinya pasang tanduk siap menyeruduk.
"Ngapain lo di sini? Ke kelas sana, bukannya pelajaran?" Semprotku kesal. Arya melompat kaget tiba-tiba ada aku, dan Novan kembali duduk tanpa menatap kami.
"Bosen di kelas nggak ada lo. Harusnya gue nge-MOS juga di sekolah lama gue, nanti gue mau daftar OSIS lagi ah!"
Aku menganga, dan para junior itu langsung memberi tatapan ala bocah yang hobi cie-cie. Aku digodain anak bocah dan Arya. Luar biasa memalukan, wajahku panas.
"Jangan daftar!" cegahku.
Kasihan OSIS kalo anggotanya tulalit macam lo, Arya!
"Kenapa?" Arya terlihat bingung. "Ada lo juga, kita 'kan pasangan jadi harus bareng-bareng."
Bukan hanya aku. Para junior di hadapanku juga mendengus samar. "Pasangan apaan?"
"Kita kan partner, eh, kata Pak Komar kalo ada apa-apa suruh ke Sashi. Pokoknya kita partner alias pasangan, kalo beruntung jadi pasangan hidup." Arya bersorak girang.
Pak Komar kok sembarangan? Aku mengerang siap meledak. "Masa Pak Komar bilang begitu?"
Aku tidak percaya, dia pasti ngarang. Apa tadi pasangan hidup? Kepalaku jadi mendidih. Aku diketawain adik kelas gara-gara Arya.
"Tanya aja anak kelas, tadi pas gue ngenalin diri, Pak Komar bilang kalo ada apa-apa bilang sama Sashi ya, Nak Arya." Arya mengulang ucapan Pak Komar sekaligus suaranya dibuat melengking mirip guru itu. Arya tertawa saat tanduk imajiner di kepalaku mulai keluar, menghindari lemparan sepatuku dia berlari menuju koridor.
Aku menghela napas lega. Ternyata kegiatanku diperhatikan oleh anak-anak yang duduk di depanku. Mereka menatapku geli.
"Kakaknya Novan lucu ya? Ganteng juga." Cewek dengan kucir banyak tertawa malu-malu.
"Namanya Nararya Kuntjoro, Kak." Salah satu dari mereka tiba-tiba memberitahu.
"Udah tau!" jawabku cepat, tetapi aku baru tersadar kalau aku hanya tahu namanya sebatas Arya. Hm Nararya.
Hm, jadi namanya Nararya Kuntjoro?
"Kak Sashi sekelas sama Kakak Cogan tadi ya? Kok enak Kak?"
Cogan dari Hongkong, dia itu stres!
💙💙💙
Saatnya pulang.
Aku meneriakan kata-kata itu dalam otak sambil merenggangkan otot, hari ini sudah melelahkan. Kelas MOS sudah bubaran dari jam 3 sore, tetapi aku baru bisa keluar sekolah jam 5. OSIS harus mempersiapkan untuk agenda besok, dan tadi aku bertugas memilih-milih makanan. Saat aku sibuk mengurusi cokelat, seperti biasa aku ditegur oleh Lalisa.
"Jangan cokelat mulu, pisahin itu sembakonya!"
Setelah sibuk mengambil cokelat aku baru mengurus sembako yang akan dikirim besok hari ke panti asuhan. Ide Lalisa daripada banyak-banyak bawa snack mending bawa beras, minyak dan susu. Sekarang aku sedang melangkah menuju parkiran motor memijat tengkukku, badan sakit semua.
Aku mengendarai motor di jalanan dekat sekolah yang mulai sepi. Mulutku bersenandung lagu-lagu, dari spion kiri aku melihat bayangan seorang cowok berwajah bengis dengan senyumannya yang khas mirip psikopat mengikuti diriku. Dia tidak sendiri, di belakangnya ada sosok cowok yang tingginya sama dengan dirinya. Berbeda dengan si pengemudi yang senyum-senyum mengerikan ekspresi yang di belakangnya begitu dingin dan kaku, seperti mencium aroma sampah busuk.
Ngapain si Arya sama Novan cengar-cengir? Arya aja sih, karena Novan tampak pucat pasi dan ketakutan di belakang Arya.
Wush, motorku oleng begitu disenggol oleh Arya. Aku percaya sekali itu yang di depan adalah Arya karena sikapnya yang urakan, beda sama Novan yang kalem . Aku menjerit mengumpat kalimat kasar karena kaget, motorku berhenti sebelum mencapai bibir comberan.
Anjir, itu anak dendam sama gue, hah? Oke, tunggu aja nih pembalasan gue!
Aku nge-gas motorku gila-gilaan mengejar motor yang dikendarai Arya. Aku berhasil menyamai posisinya dan tersenyum bengis.
"Heh!"
Arya dan Novan syok tidak percaya aku bisa mengejar mereka. "Apa lo?" tanya Arya kayak ngajak ribut.
"Jangan songong! Duit gue belum balik!" kataku membuat Novan menatap kami bergantian, dia pasti bingung.
"Aelah, duit lagi. Nanti gue ganti, Sas. Sabar ya Sayang, gue kudu memeras keringat dulu!" ucap Arya di tengah deru angin, kami berdua masih melajukan motor dengan kecepatan tinggi dan mencoba dulu-duluan.
"Buruan, duit gue udah abis." Akuku jujur.
Arya memainkan alis terlihat karena kaca helmnya dia naikkan ke atas. "Iya, sabar duh. Ini aja gue nebeng sama adek gue."
"Tuhkan. Nov, turunin aja kakak lo. Dia emang suka nggak tau diri," seruku keras biar didengar oleh Novan. "Udah numpang terus bisanya ngacau doang!"
Novan mengerjapkan mata. "Mas, ada utang sama dia? Berapa? Kenapa bisa ngutang?"
Aku tersenyum jahat, Novan tahu. Anak itu bakal ngadu sama bapaknya jadi uangku akan segera kembali.
"Ssst! Lo jangan ngadu ke Ayah, nanti Mas ceritain. Kamu jangan dengerin cewek cabe-cabean itu, dia suka ngaco!" seru Arya tersenyum sinis padaku. Novan melirikku sambil sesekali matanya terpejam karena diterpa angin.
Wushhhhhh.......
Arya berhasil melajukan motornya meninggalkanku di belakang. Dia menoleh dan menjulurkan lidah meledek.
Nyebeliiiiin! Aku ngerem motorku agar berjalan perlahan karena sepertinya sia-sia jika mengejar Arya.
Tek.
Mesin motorku mati. Motorku mati, guys!!
Oke, sekarang biar motorku yang mati, besok giliran Arya yang mati.
💙💙💙
Welcome Novan, prok...prok...prok... adik satu tahunnya Arya.
10 Agustus 2016
Dulu namanya Nararya Mulia dan Novan Mulia. Kalo kalian liat ada mulia-nya itu kesalahan author yg keselip ngeditnya😢 sekarang masuk jd keluarga Kuntjoro!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top