Part 24

Niat untuk santai di rumah pagi hari yang secerah ini rusak lantaran harus pergi ke sekolah, untuk menemui adik kelasku meminta tanda tangan petisi Porseni. Usai sarapan roti isi dan susu aku melajukan motor menuju sekolah.

Begitu memasuki gerbang aku ditahan oleh sekuriti -Pak Dodon. Dia menatapku curiga dengan alis sebelah terangkat.

"Neng Sashi mau ngapain?" tanyanya menatap diriku yang memakai seragam olahraga.

"Mau ikutan senam, Pak. Jadwal kelas 10-7 kan? Pak, udah liat Arya sama Novan?" tanyaku balik. Pak Dodon sudah mengenal Arya layaknya dia akrab denganku. Arya memang cepat akrab dengan siapa pun. Maklum tuh anak emang SKSD dan somplak.

"Rajin bener, Neng. Arya udah masuk barusan sama adiknya. Dia juga bilang ada urusan, urusannya sama neng Sashi ya? Uhuk."

Aku tergagap, gosip hubunganku sama Arya sepertinya sudah tersebar sampai satu sekolah bahkan pak Dodon yang kerjaannya jagain pintu gerbang. Ya Tuhan!

"Eh, nggak kok, Pak. Urusan sama anak kelas 10-7, saya masuk ya. Jagain motor saya bener-bener, jangan sampe dicuri. Ini aset berharga." Candaku membuat pak Dodon tertawa renyah.

Aku memarkirkan motor di tempat parkir biasa yang masih renggang. Begitu aku memasuki lapangan upacara sudah ada Arya duduk di kursi semen pinggir lapangan, Novan yang berdiri di depannya pamitan pada Arya pergi menuju kelasnya. Aku sempat bertemu pandang dengan Novan, cowok itu menatapku sinis dengan sorot matanya yang tajam.

Uh, jangan bilang dia dendam karena sudah tahu aku yang memancing ayahnya untuk menginterogasi anak itu?

"Woi! Ngapain liatin adek gue?" Arya menggoyangkan tangannya di depan wajahku sambil tersenyum lebar. Cowok itu mengenakan pakaian olahraganya, dibalut jaket warna merah, rambutnya masih basah dan wangi sekali pagi ini. Pokoknya tingkat kekerenan Arya meningkat dari biasanya.

"Mau ketemu adik kelas kayak mau ketemu pacar," cetusku sinis. Lalu aku teringat bahwa aku adalah pacarnya.

Aku masih sering melupakan status kami, aku lupa bahwa sekarang sudah menjadi pacar resmi Arya. Bangun tidur tadi Arya mengirimku pesan memanggil sayang dengan emot love, cium, peluk, dan emot heboh lainnya. Aku langsung memarahi Arya dan meminta jangan panggil sayang lagi.

Arya membalasnya dengan mengingatkan bahwa sekarang dia bebas memanggil sayang karena statusnya sudah resmi. Aku baru ingat bahwa kami sudah pacaran.

Hebat!

"Masih suka lupa?"

"Iya, iya, maaf. Duh, lo bilang sama Pak Jejen gih kalo kita mau nyari nilai tambahan senam. Kalo gue yang bilang-"

"Lo temenin deh. Eh, tapi jangan deh itu guru suka galak-galak genit, genit sama cewek. Nanti lo digodain, gue gak suka. Lo ngumpet di belakang gue jangan sampe lo menarik perhatiannya. Cukup gue aja yang tertarik sama lo!" serunya dengan gombalan receh.

Ish, nggak jelas banget sih. Tapi kok pipiku jadi panas gini ya?

"Alay!" sahutku mencubit lengannya. "Tau ah, ayo buruan keburu dimulai."

"Mulai jam 7 bukannya? Duh, nanti kita di belakang aja ya. Kalo di depan malu."

Setelah menemui Pak Jejen yang terkejut melihat pentolan IPS 5 datang tiba-tiba kami diizinkan mengikuti senam bersama, beliau juga mengatakan andai semua murid rajin seperti kami yang datang untuk ikut senam di Minggu pagi, hari di mana setiap insan manusia malas-malasan ingin di rumah saja.

Tidak tahu saja, Pak, kalo kami memiliki misi penting.

Aku tertawa dalam hati. Aku dan Arya masuk ke dalam barisan junior kami disambut tatapan menggoda. Siapa pun pasti masih ingat bahwa sosok cowok yang bersamaku pernah melakukan orasi tidak penting-nya saat mereka menjalani MOS.

Aku mengulum senyum tipis dan malu saat mendengar celetukan dari mereka, mendadak suasana jadi riuh. Aku dan Arya posisi berdirinya di belakang, kalau tidak memiliki misi aku ogah ikut senam seperti ini. Di belakang aku dan Arya senam dengan gerakan malas-malasan, bahkan sesekali kami bercanda saling mendorong dan tertawa bersama.

Kini aku dan Arya sedang makan roti di pinggir lapangan, tidak jauh dari kami bertebaran anak kelas 10-7 sedang istirahat juga. Aku mengamati sekitar sudah tidak ada guru yang kelihatan, mereka pasti memilih istirahat di ruang guru.

Aku menyenggol lengan Arya berbisik, "Sekarang, Ar!"

Arya yang masih sibuk makan menoleh padaku, dia mengedarkan pandangan lalu mengangguk kuat-kuat. Aku mengambil tas dan membuka map cokelat isi lembaran kertas petisi tersebut.

Dari ekor mataku, Novan yang lagi duduk sambil minum menatap kosong ke arah lapangan. Aku bertanya pada Arya. "Novan kayaknya lagi stres, ya?"

Arya mengerjapkan mata pandangannya tertuju pada adiknya. Dia mengangguk. "Iya, lagi masa rehab. Tau gak, dia dibeliin permen jahe sebungkus gede. Kata ayah kalo mulutnya iseng pengen ngerokok makan tuh permen aja. Gila aja panas mulut, gue makan permen jahe satu aja udah engap." Arya berbisik takut terdengar sampai ke telinga adiknya itu.

"Buset. Tapi harusnya pelan-pelan, dikurangi dikit-dikit, lama-lama dia juga bisa menjauh."

"Ah, kalo dibiarin ngerokok lagi nanti ketagihan lagi, Sas. Emang ayah gue sangar banget ngasih hukuman. Biar dia kapok juga sih, gue aja gak pernah nyoba ngerokok. Soalnya, ayah gue pas SMA dulu anak baik-baik. Gak ngerokok juga. Gak pacar-"

"Gak pacar? Gak pacaran?" sambungku membenarkan. Arya manggut-manggut.

Pantas saja Om Gio melarang Arya untuk pacaran, mungkin dia memiliki masa remaja yang menyedihkan karena cintanya ditolak, bertepuk sebelah tangan atau kisah cinta tragis lainnya. Akhirnya saat dia memiliki anak, anaknya dilarang untuk pacaran supaya senasib.

Eh, kok aku jadi mikirnya Om Gio tak berperasaan ya?

"Udah yuk nyamperin anak kelas 10. Keburu mereka bete, dan pulang!" Arya menarik tanganku agar bangkit dari posisi duduknya.

Lagi, untuk yang ke-sekian kalinya aku mendapati Novan sedang menatap tajam padaku. Sumpah aku tidak mengatakan perihal dia merokok pada ayahnya loh! Astaga!! Aku panik mengekor Arya yang masih ngoceh tak menyadari aku sudah menciut gara-gara adiknya.

💙💙💙

Tidak seperti remaja pacaran lainnya, aku hanya mendekam di kamar berhubungan dengan Arya lewat pesan dari aplikasi. Maklum kami sama-sama cupu dalam hal pacaran dan apalagi kami backstreet. Kalau Arya keluar dari rumah malam hari pasti akan dicurigai. Nasib sekali kisah cinta kami seperti ini, tapi ternyata seru juga lho.

Petisi sudah ditandatangi sebanyak 57 lembar. Dari anak kelas 10-7 aku berhasil mendapatkan 27 suara. Mereka adik kelas yang pastinya masih mengenalku sebagai kakak penanggung jawab kelasnya saat MOS.

Tidak terlalu sulit, apalagi kehadiran Arya -si cogan kakaknya Novan. Murid cewek begitu tertarik pada keduanya, aku yakin sekali Novan juga banyak ditaksir cewek sekelasnya. Cuma siapa yang mau jujur pada cowok sedingin es balok yang biasa diserut tukang es cendol itu?

Ckck, kalau Novan memiliki kepribadian yang menyenangkan pasti mantan pacarnya sudah banyak dan kalau dia playboy juga.

Aku tinggal menunggu esok hari, di mana Lalisa akan menyebarkan kertas pada lingkungan pergaulan kelas elit-nya. Semoga anak-anak tajir, pintar, bin elite itu mau berbelas kasih pada kami sedikit saja, dan rela ikut partisipasi dalam petisi ini.

Semoga suaranya bisa 35 rampung besok. Tinggal menambal kekurangannya tiga lagi. Tapi siapa ya? Aku kembali cuek dan fokus ke chat-ku bersama Arya.

Arya: Lo tau persamaan bulan yang di langit dan Sashi Kirana?

Sashi: Apaan tuh?

Arya: Sama-sama bulet. 🌚

Sashi: Anjir!!! Tau ah!!!

Arya: Wkwkwk canda elah. Ini serius, sama-sama menerangi dinginnya malam aa' Arya.

Sashi: Apaan si, ga lucu woi!

Tapi nyatanya aku tertawa dan wajahku bersemu kemerahan. Aku meremas boneka beruangku dengan gemas sambil cekikikan di pintu balkon kamar.

Arya: Gagal mulu :))

Sashi: Ar, ke balkon kamar lo deh.

Aku memandangi bulan yang lagi bersinar terang di langit lewat pintu yang kubuka, bulan bentuk bulat sempurna. Dan terang sekali. Bulat, teringat ucapan Arya tadi. Sialan. Emang aku gendut? Aku sandaran di pintu sambil masih memegang ponsel.

Ting...

Arya: Udah, mana lo nggak ada!?

Sashi: Siapa jg yg ke rumah lo!

Arya: Gue kira gitu lo ke sini, korban sosmed banget dah. Ada apa?

Sashi: Bulannya cantik dan terang banget.

Arya: Iya, cantik kayak lo, Yang...

Sashi: Gombal -_-

Arya: Sashi, you're my favorite moonlight. I love you.

Sashi: Gombal ih!! Em, I love you too, Arya

Aku meringis malu usai mengetikan kalimat tersebut. aku masih tidak menyangka saja, cowok yang dulunya sering membuat kepalaku mendidih, bete, dan ilfeel berat sekarang malah bilang love. Aku malu sungguh.

💙💙💙

Aku menguap lebar menatap nasi goreng kecokelatan bertabur potongan sosis dengan telur ceplok cantik di tengahnya. Aku berdeham merasakan sesuatu yang ganjil pada tenggorokanku.

Sepertinya aku mau sakit nih. Aku bersiap memegang sendok dan garpu, saat diriku hendak menyuapkan nasi, mama datang dan duduk di sebelahku dengan wajah kusut.

"Ma," kataku prihatin.

"Mama kangen Papa. Papa sekarang jarang di rumah, sayang." Mama mengambil piring dan menyendokan nasi goreng buatan Mbak Surti.

Aku menyuapkan sesendok nasi goreng dengan susah payah, ini hari penting bagiku jadi aku harus makan agar kuat menjalani hari di sekolah pagi ini. "Papa ke mana sih sekarang sibuk jarang di rumah?" tanyaku.

"Biasalah! Banyak pasien sekarang di rumah sakit. Tapi, Mama kangen sekali. Cuma bisa ngomong di telepon," kata Mama.

Aku meneguk ludah dengan hati sakit sekali. Kenapa Papa tidak pernah menghubungiku? Apa segitu marah dan kecewanya pada diriku yang seperti ini? Aku semakin ingin IPS 5 ikut Porseni agar kelas itu tidak dipandang sebelah mata lagi. Semoga, Papa bisa bangga sama diriku. Mungkin Papa malu saat ditanya oleh rekannya bahwa aku masuk IPS 5, sementara anak rekan kerjanya rata-rata pasti masuk IPA.

"Ya, Papa kan pintar, gesit dan baik makanya dipercaya rumah sakit untuk memimpin jalannya operasi. Papa kerja buat orang lain, demi keselamatan orang lain. mama jangan sedih lagi, pasti nanti Papa akan segera bisa ke rumah lagi." Aku tersenyum getir.

Hari Senin pagi aku harus berangkat lebih awal untuk bersiap-siap menjalankan upacara bendera. Jam enam lewat lima aku sudah menapaki lantai koridor deretan kelas sepuluh. Aku mendecih melihat Veronica berdiri di depanku sandaran pada pilar dengan kedua tangan terlipat depan dada.

Veronica mungkin cantik -bahkan cantik sekali didukung dengan gaya yang modis, rambut halus dan teratur, wajah mulus tanpa minyak, noda atau komedo, dan tubuhnya ideal. Dia sangat cantik di mataku namun ucapannya yang selalu menusuk terutama padaku membuat nilai minus semakin besar.

Awal aku tidak menyukainya karena saat MOS aku pernah telat sekali, di hari pertama masuk aku demam tinggi. Kebetulan saat itu Veronica berjaga dekat gerbang, dia datang menghampiriku dan menatapku sinis dari ujung kaki sampai ujung kepala. Bibirnya yang mungil tersenyum begitu meremehkanku.

Dia mendukung Kak Reon untuk menghukumku berlari keliling lapangan. Aku pingsan di tengah kegiatan, saat terbangun wajah cewek itu yang menyambutku dan mencibir. "Dasar lemah!"

"Cie, kompak banget sih mau bikin petisi biar ikut Porseni!" celetuk cewek itu dengan suara riangnya. Saking riangnya terdengar menyeramkan. "Yakin bakalan kelar dan besok bisa mengumpulkan suara sampe 100? Paling juga cuma puluhan yang mau tanda tangan. Teman lo kan sedikit."

"Iya, untuk membungkam mulut manusia usil berhati kerdil kayak lo, Kakak Vero! Liat aja nanti kita bakalan muncul di Porseni. Kita bakal bikin pertama kalinya IPS 5 ikut Porseni, dan-menang di salah satu cabang." Aku tersenyum sinis.

"What? Lo bilang gue apa? Kita liat aja nanti siapa yang bakal tersenyum dan menangis. Semoga lo nggak nangis ya menyesali usaha lo yang sia-sia itu!" kata Veronica sambil tertawa.

"Nggak ada usaha yang sia-sia. Kalo belum berhasil ya mungkin usahanya belum keras," jawabku mantap.

"Daripada lo repot ngurusin Porseni mending main sama belalang dan capung di kebun belakang! Cocok sama teman-teman lo itu." Veronica tertawa pelan. "Ya udah goodluck ya! Semoga bisa menangin IPS 5 di hadapan Bu Ari. Oh ya, satu lagi, kalo udah berhasil bisa ikut Porseni jangan mangkir atau kabur! Memalukan dan buang-buang waktu panitia aja!"

💙💙💙

Berjalan di koridor lantai paling atas bukan sesuatu yang aku suka. setelah menjadi bagian dari IPS 5 aku cuma beberapa kali ke sini, ke kelasnya Lalisa, ke rooftop mengikuti Arya, dan menemui Pak Komar yang sedang mengajar untuk meminta tanda tangan buku absen.

Terpaksa saat ini aku pergi ke kelas Lalisa menanyakan perihal lembaran kertas angket yang ada di dirinya. Semoga sudah selesai sehingga bisa aku bawa turun. Saat melewati kelas 12 IPS 1 aku berpapasan lagi dengan Veronica yang sedang sandaran di pintu sambil melipat kedua tangan depan dada.

Aku tak mengindahkan kehadirannya terus berjalan ke kelasnya Lalisa di 12 IPA 1. Beruntung saat aku mencari sosok cewek berambut panjang itu sedang berdiri dekat meja guru. Lalisa mengacungkan jempolnya padaku menandakan semuanya sudah beres. Kalau ada masalah tidak mungkin dia memberi tanda seperti itu kan?

Usai memberikan setumpuk kertas yang ditaruh dalam map plastik aku kembali ke kelas membawanya dengan perasaan senang. Di dalam kelas aku mengecek isi kertas satu per satu. Luar biasa. Lalisa berhasil menggiring anak-anak kelasannya dan anak kelas tetangga untuk tanda tangan.

Apa yang dilakukan cewek itu agar mereka mau tanda tangan ya? Ah, aku percaya Lalisa menggunakan cara yang baik-baik. Bayangan hitam menghalangi pandanganku dari papan tulis putih, begitu aku mendongak untuk mencari wajah sosok itu Arya tengah nyengir padaku. Dia duduk di kursi Putri ikut melihat-lihat kertasnya.

"Yosssh! Udah semuanya! Mantap!" seru Arya melirikku dengan tatapan berarti.

"Udah semuanya? Perasaan sisa tiga lembar lagi?" Aku menjerit heboh sampai cowok di hadapanku itu berjengit dengan mata melotot.

"Santai, Yang. Tenang aja, udah semua kelar! Besok kita bawa semuanya ya biar bisa diurus ke Bu Ari." Arya memainkan alisnya nyengir membuatku gemas ingin memeluknya? Eh, astaga! Aku mendelik merasa tadi dia memanggilku dengan panggilan terlarang. Yang.

Tangan Arya terulur dan mengelus kepalaku, aku tersenyum kecil malu-malu. Kami tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang berdiri di dekat kami dengan tatapan bingung. Arya segera menarik tangannya dan berdeham salah tingkah.

"Hai Sera!" Arya melambaikan tangan pada Sera yang lagi mematung di dekat papan tulis.

Aku melempar senyuman kecil meski tahu dia tidak akan pernah membalasnya. Sera membalas senyuman Arya dan menggumam kecil. "Hai."

Aku tertegun. Kok kalau aku yang menyapa tidak pernah dibalas ya? Sera tersenyum samar lalu pergi ke kursinya. Aku mengekori tubuh Sera sampai dia duduk di kursinya. Cewek itu begitu dingin dan misterius, tapi tersenyum pada Arya? Aku mencium wangi-wangi bahwa cewek itu menaruh hati pada si cowok kelebihan energi ini.

Kok aku jadi merasa terancam ya, karena bukan hanya aku yang menyukai Arya. Eh, ngapain aku cemburu? Aku kan sudah resmi menjadi pacarnya.

"Sashi beli siomay lagi dong!" Kami berdua menoleh pada Jerry dan Okto lagi cengengesan.

"Apaan si, beli sendiri sono!" balas Arya jutek.

"Kalo Sashi yang beli kan enak dapat banyak gratis pula. Ya nggak, Sas?" Okto tertawa. Arya melirikku tajam, Jerry juga ikutan tertawa keras.

"Cie dibeliin, tukeran nomor sama Kak Levin juga. Ar, masa Sashi digebet sama pentolan IPS 5! Badai nggak tuh cewek kelas kita?" Jerry ngasih tahu Arya.

Aku melotot pada cowok itu. Aduh, aku panik jadinya. Ya, aku sering membalas pesan Kak Levin tapi standar aja kok nggak seperti yang dia kira...,

"Masa??" Arya menatapku tajam meminta jawaban. Aku gelagapan salah tingkah.

"Apaan sih! Sono beli risoles aja biar kenyang." Suaraku serak dan nyaris menghilang, jadi mirip banci kejepit. Arya memandangku curiga. Gara-gara Jerry dan Okto ucapannya menimbulkan kesalahpahaman ini. Aku gelagapan panik.

"Bosen risoles mulu, ah!" sahut kedua cowok itu membuatku ingin menguburnya hidup-hidup.

Arya memajukan kepalanya dengan raut wajah menyeramkan, dia berbisik pelan. "Lo beneran didekatin sama Levin, hm?" Suaranya yang dingin seperti menusuk ke gendang telingaku.

Kepalaku menggeleng kuat-kuat. "Cuma temenan, Ar."

"Oke." Dia menarik tubuhnya menjauh dan membuat diriku menghirup oksigen sebanyaknya.

"Kenapa?" tanyaku.

"Kalo dia deketin lo siap aja berurusan sama gue." Arya tersenyum miring. Aku gelagapan meneguk ludah pelan-pelan.

💙💙💙

A/N:

Happy Satnight! heheeh

17 Sept 2016

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top