CHAPTER 12
Sepanjang jalan terasa sangat sepi, walaupun nyatanya tidak sama sekali.
Tapi bagiku sekarang seakan ditinggal sendiri dan sangat kesepian.
Aku seperti baru saja diputuskan oleh seseorang, kau mungkin tidak akan tau rasanya jika tidak merasakannya sendiri.
Dia menyatakan cinta padaku, dan tidak ada kelanjutan ceritanya lagi hanya sampai disitu dan membuatku frustasi.
“Huuh.” Aku melenguh menatap jalan sempit yang sama dengan kejadian bulan lalu, namun terdengar suara rendah dari belakang yang membuat jiwaku seakan kembali tersadar.
“Yui sedang apa Kau di sana? Kau menungguku?"
Aku yakin itu dia, suara rendahanya yang terkadang terdengar serak, aku langsung tau itu dia.
Seakan disiram cahaya matahari wajahku kembali bersinar.
Saking senangnya mendengar suaranya hampir saja aku memeluknya, kupeluk dirinya namun tak ada balasan apapun darinya, rasanya hanya dingin dan sedikit kaku, apa dia sudah banyak berubah?
“Yoongi oppa?”
Kubuka mataku, seakan sadar seberapa besar kebodohan yang kulakukan, aku langsung beringsut dan melepaskan pelukan sepihak diriku dengan tiang listrik di hadapanku.
Tawa dan bisik-bisik terdengar menjurus kearahku.
“Aaahh, sial aku malu sekali.”
‘Lihat, aku sampai berhalusinasi gara-gara kau, sungguh ini tidak bisa dibiarkan lagi.’
Kutundukkan kepalaku berjalan malu melanjutkan perjalananku, namun bayang-bayang suaranya kembali terdengar.
“Yui…”
“Yui...” Terdengar halus dan rendah, semakin dekat suara itu semakin nyaring.
Aku sempat ketakutan dan hendak berlari, serius ini lebih menyeramkan dibandingkan diikuti olehnya.
Namun sebuah tangan menggapai pundakku, aku memutar tubuhku lantas berteriak padanya.
“Aahhh!!”
“Hei.. hei jangan berisik, sstt.”
Tangannya menutup mulutku erat-erat, ia membuka maskernya sedikit menampakkan wajah mulus dengan kulit putihnya.
‘Sungguh imajinasiku sekarang terlihat semakin nyata, kurasa aku sudah gila.’
“Hei.. sadarlah ini aku, serius ini aku.”
Aku memukul-mukul kepalaku tak percaya, aku tak mau ditertawai lagi, rutukku.
“Berhenti Yui.” Ia tahan lenganku.
Aku mencoba memfokuskan mataku dan meguceknya berkali-kali, namun wujud imajinasi ini tidak kunjung menghilang.
Ia benar ada di hadapanku?
“Suga oppa!!” aku berteriak kegirangan melihatnya, membuat tatapan-tatapan pejalan kaki kembali menarik diri padaku.
“Ssstt.. ssttt.. lihat semuanya sedang memandang kita sekarang, ayo ikut aku.”
Dia membawaku berjalan di jalan yang lebih sepi menuju rumahku.
“Apa kau sebegitu senangnya melihatku?”
Ia membuka percakapan dengan bertanya hal tersebut. Hei, tentu saja aku sangat senang kau sendiri bisa bayangkan bagaimana lamanya satu bulan, dengan kikuk aku mencoba untuk menajwab pertanyaannya.
“Ahhh tidak ko, itu hanya refleks yang wajar untuk seorang penggemarmu.”
“Tidak ko, ini berbeda tadi saja sepanjang jalan Kamu terlihat seperti mayat hidup yang tak tentu arah, lalu Kau melihat tempat waktu itu lamaa sekali.”
“Aaahh berhenti-berhenti!! itu bukan aku.”
"Serius, jadi dia melihatku dari awal? sebanyak apa yang ia lihat? apa dia juga melihatku memeluk tiang listrik?' ucapku dalam hati.
“Apa aku sangat mirip dengan tiang listrik?"
Wajahku memerah menampakkan ekspresi malu melebihi maluku saat ditertawakan orang-orang tadi, habislah aku dia melihat semuanya.
“Hehehe Kau lucu sekali, kukira hanya aku yang merindukanmu sekarang aku sedikit lega.”
Tunggu, jadi ia juga merindukanku? kenapa? apa mungkin perasaanku itu benar? aku berusaha untuk mengalihkan pembicaraan ini.
“Suga oppa apa punggumu sudah membaik?”
“Sudah Jin hyeong merawatku dengan baik.”
Hahh Jin mearawatnya? jadi ia tau tentangku? seakan Suga dapat membaca pikiranku ia menjawabnya dengan tepat.
“Iya dia sudah tau, aku terpaksa memberitahukannya bahwa selama ini aku selalu berkeliaran mengikutimu.”
“Apa Kau tidak nyaman dengan itu?”
“Tidak, tidak mungkin aku malah sangat senang kalau dia mengetahui tentangku seperti impian penggemar yang terwujud.”
“Aahh iya aku lupa kalau Kau juga penggemar kami, ngomong-ngomong siapa bias-mu?”
“Sebenarnya aku menyukai semua yang ada pada diri kalian, kalian membuatku jantungku terlatih setiap harinya.”
"Walaupun ada sih yang benar-benar aku sukai, oppa boleh aku minta nomor Hoseoki oppa? ”
“Aahh, aku kecewa mendengar jawabanmu, bukankah aku lebih tampan darinya? kau juga tau kan aku itu Min Genius Suga.”
Ia terdengar merajuk, bibirnya bahkan sedikit maju seperti sebal mendengar jawabanku, dia sangat lucu dan manis sangat lepas dari tampilan swag biasanya.
Bukan membuatnya senang aku malah semakin menggodanya dengan memuji-muji Jhope.
“Tidak ko, dia sangat tampan dia bahkan mempunyai sifat yang sangat cerah dan membuat siapapun bisa senang hanya dengan melihatnya."
“Aissh, sudah-sudah berhenti aku tidak ingin mendengarnya.”
“Hehehe maaf, Kau juga membuatku senang ko.”
Ia menyimpulkan senyuman tipisnya seperti biasa, wajahnyapun sedikit memerah.
“Tapi oppa, maaf aku tidak menghubungimu waktu itu.”
“Eehh tidak ko, aku menerima pesan darimu walaupun memang sih setelah itu Kau tidak membalasnya lagi.”
“Awalnya aku jadi ragu karena Kau tidak membalas pesanku, aku sempat curiga kalau Kau akan melaporkanku waktu itu karena menguntitmu.”
Jadi pesannya sempat terkirim? ahhh, syukurlah setidaknya aku tidak membohonginya waktu itu karena bilang akan menghubunginya.
“Hehe syukurlah," balasku sambil memberikan senyum sumringah kearahnya.
“Aahh lihat Kau terlihat sangat senang saat tau aku membaca pesanmu.”
Bodohnya, sekarang malah aku yang balik diejek olehnya, sudah cukup ia melihatku bermesraan dengan tiang listrik tadi.
Ia mengacak-acak rambutku seakan gemas mungkin? ahh, kenapa sih dia malah mengejekku lagi.
Tak banyak yang kami bicarakan selepas itu, kami hanya berjalan bersama melihat lukisan langit di sore hari.
Langitnya sangat indah terlihat warna oranye khas sore hari, sedikit berwarna merah muda dicampur sinar bulan yang malu-malu untuk muncul, sangat indah dan membuat siapapun yang melihatnya merasa nyaman.
Perasaan gelisahku selama sebulan seakan terbayarkan hari ini, bahkan semuanya terlihat mendukungku sekarang.
Langit yang terpatri sangat indah, udara yang tidak dingin ataupun panas, burung-burung yang berkicau riang, bahkan jendela toko-toko di sepanjang jalan terlihat tersenyum pada kami.
Beriringan dengannyapun membuatku sangat nyaman, membuat perjalananku tak terasa sampai matahari yang sudah habis waktu kerjanya.
Kembali lagi seperti adegan pertemuan pertama kita dahulu, berdiri di depan rumahku malu-malu tanpa ada sepatah kata ucapan apapun.
“Ah, kita sudah sampai.” ucapku.
“Iya kita sudah sampai, itu artinya sekarang waktunya kita berpisah.”
Agak sedikit sedih mendengarnya, aku sangat malu sekarang untuk mengajaknya makan malam di rumahku seperti waktu itu.
“Yui..”
Pria dengan rambut berwarna biru pucat tersebut berjongkok di hadapanku, tangannya yang dingin karena udara musim dingin menggapai kedua tanganku.
Seakan melupakan udara dingin yang menyerang, tubuhku sangat panas sekarang.
“Aku akan menyatakannya sekali lagi, setidaknya sedikit lebih layak dari waktu itu.”
“Yui, aku menyayangimu, sangat menyayangimu.”
Ia merogoh saku parkanya mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna ungu dengan pita dengan warna senada.
Badannya yang lebih tinggi dariku ia sejajarkan dengan tubuhku sekarang, ia membuka kota tersebut mengeluarkan sebuah kalung dengan bentuk liontin seperti sebuah bunga Lily.
“Maukah kau berkencan denganku?”
.
.
.
.
.
.
.
to be continued 📷
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top