CHAPTER 10
Langit sore yang ditutupi dengan awan mendung dan semilir angin yang cukup sedang menambah kesan sunyi layaknya sore hari, aku melangkahkan kedua kakiku berjalan lurus kearah rumah.
Tak lupa ice cream coklat yang tak luput kunikmati sepanjang jalan.
Namun orang itu… ya orang itu… sekali lagi membuatku harus membiarkan jantung ini berdegup dengan kencang merasakan adrenalin yang selalu muncul karenanya.
...
D-di-dia…
Kedua kakiku lemas seketika, tak kuat untuk menopang beban tubuhku.
Aku sangat terkejut, dan tak percaya dengan siapa yang aku lihat saat ini. Kuguncang tubuhnya namun tak ada reaksi apapun, ia masih tidak sadarkan diri.
“Aduuh kenapa ini bisa terjadi? apa aku harus membawanya ke rumah sakit?”
“Tidak.. tidak.. tidaak kalau aku membawanya mungkin aku bisa berakhir di penjara sekarang ditambah lagi jutaan orang akan ikut menyumpahiku.”
Aku terus mengguncangkan tubuh pria degan surai pirangnya, namun ia tetap saja tak bergeming sedikitpun.
“Baikah sepertinya aku memang harus membawanya ke rumah sakit, aku harus bertanggung jawab dengan perbuatanku.”
“Lagi pula dia juga yang telah menguntitku selama ini, yaa walaupun pasti akan sulit membuat orang lain percaya.”
Baru saja aku akan menekan tombol dial di ponselku, suara geming keluar dari bibir tipis pria yang sejak tadi pingsan.
“Eeunghh…”
Ia mengacak rambutnya dan mengerjapkan kedua kelopak matanya berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya.
“Di mana aku? ahh punggungku.”
Ia meringis kesakitan karena punggungnya yang kusetrum tadi, tapi apakah dia lupa ingatan? tidak.. tidak.. ini tidak boleh terjadi.
“Maaf kau tidak apa apa?”
Kukeluarkan suaraku untuk memastikan keadaannya sekarang, namun ketika pandangan kami bertemu ia malah hendak kabur dari hadapanku.
“Jangan.. jangan pergi, punggungmu masih ter…”
“Awww.”
Benar saja belum aku menyelesaikan ucapanku ia kembali tersungkur sebelum berhasil berdiri, kurasa efek alat kejut itu masih meninggalkan bekas.
“Maafkan aku tapi tadi aku yang menyetrum mu, aku terpaksa karena kau terus mengejarku tadi.”
“Daannn eemmm Suga-ssi, ehh Suga oppa aku sudah tau semuanya.”
“Kau yang mengikutiku selama ini kan?”
“Kenapa kau melakukannya, kau harus menjelaskannya sekarang.”
Pria dengan tubuh kecil di hadapanku ini terlihat kebingungan untuk menjawab semua pertanyaanku, kulihat sesekali bibir tipisnya sedikit terbuka berusaha untuk mengucapkan sesuatu dan sesekali juga ia urungkan.
“Baiklah aku akan menjelaskannya, tapi sebelumnya aku minta maaf karena selama ini telah mengganggu privasimu.”
Hei, aku juga seharusnya minta maaf, aku tau betul jadwalmu yang sangat padat dan entah sebab apa kau malah mengikutiku setiap hari bukannya beristirahat.
“Mungkin ini terdengar mustahil, t-tapi… aku harus berkata jujur sekarang.”
Aku semakin penasaran dengan alasan yang ia berikan sekarang karena sejak tadi ia malah terus basa-basi menunda untuk mengeluarkan hal penting yang kutanyakan.
“Sebenarnya.. aku.. menyukaimu.”
Ia menundukkan kepalanya malu setelah mengucapkan tiga kata terakhir, aku sendiri tidak pernah melihatnya bertingkah malu seperti ini sebelumnya.
“Yaaa!! ayolah katakan yang sebenarnya, apa kau juga mengikuti semua penggemarmu?”
“Aku jujur, bukan menyukai seperti yang biasa aku ucapkan pada penggemarku lainnya.”
“A-aku benar-benar menyukaimu, entah sejak kapan aku menyukaimu tapi setiap mengingat sedikit kenangan tentangmu, hatiku terus berdegup dan pikiranku terus mengarah padamu.”
Oke, sekarang aku benar-benar terkejut dengan penjelasan panjangnya, kurasa aku menyesal menanyakan kebenarannya.
Entah aku harus percaya atau tidak, tapi ia terlihat sangat jujur sekarang dan tentu saja aku tau jika ia sedang berbohong.
Aku tak bergeming setelah mendengar jawabannya, bahkan bibirku tak sanggup mengucapkan sepatah katapun aku sangat bingung, sekarang apa yang harus kulakukan?
“Maaf membuatmu terkejut, tapi aku bersumpah aku berkata jujur sekarang.”
Suga tertatih untuk berdiri mensejajarkan tubuh kami, ia menatap kedua mataku membuat diriku semakin canggung akibat pengakuannya.
Kedua lengan putihnya ia gapai menuju kedua tanganku, ia menggenggamnya.
“Aku menyukaimu.”
“Aaaww..”
Ia hampir saja terjatuh jika aku terlambat merengkuh tubuhnya, sepertinya punggungnya masih sakit.
Aku sendiri menjadi panik tak karuan karena efek alat kejut yang kusebabkan tadi masih bereaksi.
“Kau harus ke rumah sakit sekarang.”
“Tidak.. tidak.. aku akan pulang saja sekarang, kurasa aku hanya butuh sedikit istirahat sekarang.”
“Baiklah Suga-ssi aku akan mengantarmu pulang.”
“Jangan panggil aku seperti itu, panggil saja oppa seperti waktu itu.”
Bagaimana bisa aku berbicara santai seperti itu setelah melukaimu.
“Baiklah… oppa.”
Ia mengembangkan senyuman manisnya setelah mendengar aku memanggilnya oppa.
“Nahh, seperti itu, aku akan pulang sendiri dengan taksi kau tak perlu menemaniku.”
“Tapi…”
“Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri ko.”
Dengan cepat ia memberhentikan taksi yang kebetulan muncul melewati kami, ia pun melambaikan tangannya dan mengucapkan salam perpisahan padaku.
Tak lupa untuk mengenakan topi dan maskernya, aku sedikit tersenyum dan membalas lambaian tangannya.
Taksi tersebut berlalu dengan cepat dan menghilang di perempatan jalan.
...
Kalimat singkat tersebut masih hinggap dipikiranku sekarang, aku tak bisa melupakannya sekeras apapun aku berusaha.
Aku masih menggenggam ponselku sejak tiba di rumah, kulihat kontak baru di ponselku dengan bertuliskan nama Min Suga oppa ditambah tanda hati disampingnya.
Tadi ia sempat memutar balik arahnya hanya untuk memberikan kontaknya padaku, apa ia akan menuntutku nanti? tidak mungkin, ia tidak mungkin menuntut penggemarnya.
“Apa aku harus menghubunginya?”
“Tidak!! Iya!! iyaa aku harus menguhubunginya, setidaknya aku harus tau keadaannya sekarang.”
Bagaimanapun juga aku sudah membuat idola papan atas cidera sekarang.
Aku mengetikkan sebuah pesan kepadanya, dengan ragu-ragu kusentuh layar ponselku mengirim pesan tersebut.
“Yoongi oppa, ini aku apa kau baik-baik saja?”
Kulempar dengan asal ponselku saking histeris dibuatnya, itu artinya dia akan mengetahui nomorku sekarang, kurebahkan tubuhku menunggu balasan darinya.
Lima menit..
Sepuluh menit..
Dua puluh menit berlalu, bahkan sekarang sudah hampir satu setengah jam tapi ponselku tidak kunjung berbunyi.
Aku mengambil ponselku yang tergeletak di bawah.
Seketika histerisku kembali muncul, kulihat layar ponselku retak parah akibat kulempar tadi ditambah lagi ponselku tidak bisa menyala sekarang.
.
.
.
.
.
.
.
to be continued 📷
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top