Sarah Safira
Sarah Safira. Gadis berusia 15 tahun. Yang baru saja menduduki bangku kelas 10 menengah atas. Ia termasuk gadis yang pendiam. Tapi itu berlaku dengan orang yang Sarah tidak kenal. Beda halnya kalau Sarah sudah mengenal dan merasa nyaman dengan orang lain. Ia akan berubah cerewet dan bawel.
Sarah, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya sudah menikah. Dan tinggal di rumah yang berbeda. Jadi tinggallah dia seorang diri.
Ayahnya seorang wirausaha dalam bidang perbengkelan yang cukup besar. Sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga yang memiliki bermacam keahlian.
Bisa di bilang Sarah terlahir dari keluarga sederhana. Tidak kekurangan dan tidak juga kelebihan.
Sarah baru saja menyelesaikan Masa Orientasi Siswa (MOS). Dan ia bersyukur mendapatkan teman yang baik saat MOS. Dan teman-temannya yang juga menjadi teman satu kelasnya.
Dari awal pendaftaran sampai pembagian kelas, Sarah merasa baik-baik saja. Semua berjalan seperti yang ia harapkan. Teman-temannya tak memandang fisik atau pun penampilannya yang bisa di bilang cupu. Sarah Mukai merasa nyaman. Ya, sepertinya begitu.
***
Hari ini, adalah hari pertama dimana Sarah resmi duduk di bangku kelas 10 Di sekolah idaman nya. Sarah memilih duduk di bangku paling depan. Alasannya, tentu saja agar ia bisa menyimak saat guru menerangi pelajaran.
"Sarah." panggilan seseorang membuat Sarah mengakat kepalanya yang sesari tadi ia rebahkan di atas meja.
"Ya ampun Tia, ini masih pagi. Gak perlu teriak-teriak. Gak malu apa di liatin sama temen satu kelas." protes Sarah.
Tia segera menutup mulutnya. "Oh iya, lupa." ujarnya sembari tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang berbaris rapi. Sarah mencebikkan bibirnya.
"Aku duduk sama kamu ah ..." ujar Tia sembari meletakkan tasnya di kursi sebelah Sarah.
"Ke kantin yuk!" ajak Sarah. Tia memandang Sarah.
"Cuss!!" mereka bergegas untuk menuju ke kantin.
Sampai di depan pintu.
Brugh!!
"Aw."
"Ya tuhan. gue nabrak Toren." celetuk seseorang.
Sarah mengusap lengannya. "Aduh." ringisnya.
"Kalau jalan liat-liat!" sentak Tia. Okelah. Tia seperti pelindung Sarah saat ini. Dia yang emosi duluan sebelum Sarah.
"Nah, gue yang di salahin. Temen lo noh.. Badan udah kaya pintu. Lebar banget."
"Eh.. Yang badannya lebar aku, kenapa kamu yang protes. dasar julid." ini bukan Tia yang ngomel. Kali ini Sarah. Siapa juga yang gak kesel di samain sama pintu. Emang Sarah akui, dia emang lebar, tapi gak selebar pintu kelas juga kali. Emosi jiwa-kan jadinya.
"Setiap orang berhak mengemukakan pendapatnya masing-masing. Kalo pendapat gue lo lebar kaya pintu. Ya, itu hak gue."
"Tapi lo nyamain gue sama pintu."
"Terus lo mau gue samain sama apa? Elsa Frozen? Cinderella? ngaca deh lo sana. Gak ada setengah-setengahnya."
"Dasar mulut iblis." Tia yang mendengar, Ikut emosi.
"Dava." cowok bermulut iblis itu menoleh ke sumber suara saat merasa namanya terpanggil.
"Hei, Alvan sini, kelas kita disini." serunya.
"Oh.. nama si mulut iblis ini namanya Dava. hampir mendekati sama Devil namanya." bisik Tia. Sarah mengangguk setuju.
"Apa lo bisik-bisik? Bilang gue ganteng?" ujar Dava.
"Sudi. Mulut gue gatel kalo sampe bilang lo ganteng." ucap Tia. Lalu menarik tangan Sarah.
Alvan menghampiri Dava yang berdiri menatap kepergian Sarah dan Tia penuh emosi.
"Itu siapa?" tanya Alvan.
"Biasa, fans gue." ujar Dava. Alvan mengerutkan dahinya.
"Fans lo, apa haters lo." ejek Alvan sembari masuk ke dalam kelas.
"Sialan lo." ujar Dava lalu menyusun Alvan ke dalam.
***
Bel tandanya masuk sekolah sudah berbunyi nyaring, semua siswa masuk ke dalam kelas masing-masing.
Sarah dan Tia duduk di paling depan. Sedangkan Dava dan Alvan duduk kedua dari belakang ya g juga sebaris dengan Sarah.
"Jadi siapa disini yang bersedia menjadi ketua kelas, sekretaris, bendahara dan seksi-seksi lainnya." tanya bu Ziah.
Semua murid saling pandang. Termasuk Sarah dan Tia.
"Saya mau bu." semua menoleh ke sumber suara, tampak Alvan yang menunjuk jari.
"Siapa nama kamu?" tanya bu Ziah.
"Alvan Ardiansyah, bu."
"Hm.. Bagus, kamu pemberani." ujar bu Ziah.
Alvan tersenyum bangga. setelah sudah mendapatkan wakil ketua kelas dan sekretaris. Tinggallah bendahara.
"Siapa yang mau menjadi bendahara?" tanya bu Ziah, selaku wali kelas mereka.
Sarah menunjuk tangannya ragu. "Saya siap, bu." ujar Sarah setelah mendapat dukungan dari Tia.
"Sarah, ya?" tanya bu Ziah, Sarah mengangguk singkat, bu Ziah segera mencatat.
"Awas bu, dia korupsi." celoteh seseorang yang tidak berguna dan tidak membantu sama sekali.
Sarah dan Tia sontak menolah. siapa lagi kalau bukan Dava, si pembuat onar kehidupan Sarah. Sarah mendelik sinis. Sedangkan Dava, tersenyum puas.
"Dasar jongosnya iblis." gumam Sarah.
Dan setelah itu, perang antara Dava dan Sarah di mulai.
Tentunya Dava-lah yang mengibarkan bendera perang pada Sarah terlebih dahulu.
***
"Bersambung"
Hallo.. Cerita ini kembali.
Sebenarnya, ini kisah nyata. Tapi Hisa gak bisa kasih tau kisah siapa-siapa nya.
yang jelas, Hisa tau gimana rasanya di cibir, di hina apa lagi kalau udah menyangkut fisik. Nyambungnya ke hati.
Eh.. Jadi curhat 🤣🤣
Udahan ah.. Pokonya tunggu aja kelanjutan dari kisah Sarah ya. Jangan lupa komen dan vote nya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top