Mengantar Pulang
Sejak hari di mana Dava membohongiku. Aku jarang bertemu dengannya, kata teman-teman sekelas, Dava mengantar kak Radit mengobati kakinya ke luar negeri. Aku tidak menyangka, ternyata sakitnya kak Radit seserius itu. Tapi yang aku heran kan, apa perlu Dava mengantarnya? Yang sakit kan kak Radit. Atau hanya kebisaannya saja. Entahlah.
Hari-hari kujalani dengan lancar tanpa gangguan dari seorang Dava, tapi apa kalian tau? Ada yang ganjil, tidak ada Dava di kelas sangat terasa bedanya. Tidak ada lagi yang menanggapi penjelasan guru dengan usil. Tidak ada lagi yang menguap kemcang saat sedang jam pelajaran.
Semua sangat berbeda.
Ini mungkin dampak positif, tapi aku merasa kelas berubah menjadi kaku dan terlalu serius.
Dava si usil dan pembuat ulah, entah kapan dia kembali. Rindu? Apa kalian mengira aku rindu dengannya?
Kalian salah, aku hanya merasa kehilangan, bukan karena rindu.
Memikirkan Dava membuatku tidak sadar kalau Tia sudah berdiri di depanku.
"Mau sampai kapan Lo duduk? Ayo, buruan, gue udah laper nih."
Hah... Tia, gadis ini tidak pernah membiarkan perutnya kosong. Tapi aku heran kenapa dia tetap kurus. Sedangkan aku?
Aku segera berdiri dari dudukku. "Mau makan apa sekarang?" tanyaku pada Tia.
Gadis itu seperti berpikir. Tia mengedikan bahunya. "Liat nanti aja."
Kami pun segera keluar kelas. Di koridor tampak riuh, ada gerombolan siswa dan siswi berkumpul entah merebutkan apa.
"Ada apa sih?" Tia segera menarik tanganku.
Ternyata semua itu karena Dava. Loh??
Dava bukannya lagi keluar negeri? Kok bisa-bisanya dia ada di sini?
Kalian tau Dava sedang apa? Yups, ternyata pemuda itu sedang membersihkan kaca ruang guru. Seharusnya kalian paham apa yang sedang terjadi dengan Dava saat ini, cowok belagu kayak dia tidak mungkin dengan suka cita mau membersihkan kaca ruang guru. Piket aja kabur terus.
Akhirnya, Tia mewakili untuk bertanya pada salah satu gadis di sana. "Dava kenapa?"
"Dia di hukum soalnya ketahuan bolos dan nongkrong di cafe Tiara, ketahuannya sama kepala sekolah lagi."
Mantap! Ups..
Aku terperangah. "Bukannya dia keluar negeri?" tanyaku ikut nimbrung.
"Gak tau deh gue."
Aku dan Tia memutuskan untuk tidak bertanya lagi, ternyata mengurus cacing di perut lebih penting saat ini dari pada harus kepo sama masalah Dava.
Aku dan Tia pun pergi dari sana, menuju kantin lalu memesan baso Mbak Raisa. Eitt... Tunggu dulu, ini bukan Mbak Raisa penyanyi loh ya.
Mbak Raisa ini penjual tercantik di kantin sekolah ini, mantannya Bang Miler, pacarnya Bang James. Oke, skip aja narasi ini kalau kalian gak mau baca :D
Aku mencari tempat duduk sedangkan Tia memesan minuman untuk kami. Sembari menunggu Tia dan Mbak Raisa, aku memilih memainkan ponselku. Sampai akhirnya kursi di sampingku tertarik ke belakang, dan seseorang duduk di sana.
Aku menoleh cepat, saat ponselku di ambil dengan orang itu. Aku menghela nafas kesal. Kalian tau siapa dalangnya?
Ya, Dava.
"Ngapain sih Lo?" Aku hendak merebut ponselku kembali dari Dava. Tapi dia cepat sekali ngelesnya.
Dava membuka aplikasi kamera, sat tangannya terulur merangkulku sedangkan yang satunya langsung memfoto kita.
Dava tersenyum puas kala melihat hasil jepretannya.
"Simpen, jangan di hapus," ujarnya.
"Ih, Dava apaan sih Lo?"
Aku hendak protes, tapi si usil itu malah tersenyum dan berlalu pergi.
Tiba-tiba saja aku merasakan jantungku yang berdegup di atas normal.
Tia datang dengan membawa minuman kami. "Si Dava ngapain?" tanyanya dengan mendaratkan bokongnya di depanku.
"Gak tau, dia tiba-tiba ambil gambar gue sama dia. Sok akrab banget, sumpah."
"Lo merasa aneh gak sih sama Dava?"
Akhirnya, Tia merasakan apa yang aku rasakan.
"Aneh kenapa?"
"Dava kok akhir-akhir ini kayak lagi deketin Lo gitu sih? Lo berasa gak, Sar?"
"Enggak," kilahku.
"Dih, gue sih berapa banget, coba aja Lo pikir, ngapain coba dia pake kasih gue duit mulu asalkan Lo mau pergi sama dia."
"Itu, kan, demi kak Radit, Ti."
"Sampe segitunya? Gue gak yakin, Sar. Jangan-jangan dia demen sama Lo."
"Amit-amit tujuh turunan, gue ogah sama Dava, Ti. Gue masih normal dan otak gue masih berfungsi dengan baik walau pun sedikit bersarang."
"Lebay!"
"Iya, pokoknya jangan mikir kayak gitu lagi, ah, Ti. Merinding kan jadinya gue." Kulihat Tia hanya mengedikan bahunya, tak lama dari itu Mbak Raisa datang dengan membawa dua porsi baso kami.
Di sisi lain aku masih memikirkan ucapan Tia. Apa yang Tia katakan sepenuhnya adalah pikiranku. Tapi aku hanya memendamnya.
***
Taukah kalian? Ternyata Dava di skors selama 3 hari. Oh, sebuah kebahagiaan tiada tara bukan?
Saat ini aku hendak pulang bersama Tia yang sudah di jemput dengan ibunya karena akan langsung ke Bandung untuk menghadiri acara keluarga. Jadinya besok Tia gak masuk. Sepi deh...
"Gue duluan, ya, Sar."
"Iya. Ati-ati, Ti." Aku melambai pada Tia yang juga melambaikan tangannya. Tak lama dia berlalu pergi bersama ibunya.
Aku berjalan menyusuri trotoar, niatnya mau mampir dulu ke toko buku di dekat sini, ada novel yang mau aku beli. Tapi ...
"Balik sendiri?" Aku terperanjat, ternyata Dava yang duduk di atas motornya dengan helm full face-nya.
Sejak kapan dia di sana? Dasar setan.
"Hm," jawabku.
"Mau di anter?"
"Gak perlu, gue mau ke sana dulu."
"Gue temani, ya."
"Gak usahlah, gue sendiri aja." Baru saja aku berjalan selangkah, tanganku sudah di tarik dengan Dava.
Cowok itu udah turun dari motornya, dia melayang bukan sih?
Aku terkejut, lalu menghempaskan tanganku. "Gak usah, gue bukan bayi yang harus di antar jemput."
"Iyalah, bayi kan bukan Jalangkung."
Jawab mulu nih si cucu semut.
Aku hanya memutarkan kedua bola mataku.
"Sar, ada yang mau gue omongin sama Lo, ini tentang kak Radit."
Seketika aku terdiam. Aku melupakan kenyataan itu. Kak Radit, bagaimana kabarnya?
"Oke."
Aku melihat Dava tersenyum kecut, mungkinkah dia marah karena aku mau di antar pulang saat dia bawa-bawa nama kak Radit? Biarkanlah. Itu memang benar.
Tidak butuh waktu lama, kami segera berlalu pergi. Di perjalanan tidak ada obrolan berarti, kami sama-sama sibuk dengan pemikiran kami masing-masing, sampai tidak di sadari Dava menghentikan motornya. Kami sudah sampai di rumahku.
***
*Bersambung*
Hore...ketemu lagi sama cerita ini.
Sarah dan Dava.
Atau
Sarah dan Radit.
Silakan di pilih-pilih 😁😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top