Kebohongan Dava
Alih-alih bisa bertemu sama kak Radit, aku malah berdua bersama Dava di rumahnya. Kak Radit check up hari ini. Alhasil aku tidak berjumpa dengannya.
Mau pulang, tapi Dava malah melarang. "Tunggu aja, bentar lagi juga kak Radit balik," katanya.
"Dari tadi bilang bentar lagi, bentar lagi. Sampai jam 4 belum pulang juga. Gue pulang aja, ya, Va."
"Bentar dong-, aduh!" Seruan Dava membuatku menoleh spontan.
Kulihat Dava meringis kesakitan dengan tangan yang menekan ulu hatinya kuat.
"Kenapa?" aku segera mendekat padanya. "Va, Lo kenapa?!" tanyaku setengah berteriak.
Jujur saja, aku takut. Siapa tau Dava ini memiliki penyakit berbahaya.
"Maag gue kambuh," cicitnya.
"Ih... Ngagetin gue aja." Sontak saja aku langsung bangun dan pindah ke tempat asalku.
"Maag gue kambuh, Sar."
"Iya, terus gue harus apa?"
"Buatin gue makan, kek. Nyokap gue belum masak."
"Sudi! Lo kira gue babu Lo," sahutku ketus.
"Iya, kalau kak Radit yang minta, sesibuk apa pun Lo, pasti mau-mau aja. Giliran gue aja-" Dava tidak melanjutkan ucapannya. Dia berlalu pergi meninggalkanku yang termangu di ruang tamu.
Tiba-tiba saja perasaanku jadi tidak enak dengan Dava. Apa aku terlalu menyinggungnya? Atau memang Dava yang lagi sensitif?
Aku bergegas masuk ke dalam, mencari-cari Dava. Ternyata pemuda itu sedang di dapur. Sepertinya dia sedang mencari makanan yang bisa dia konsumsi. Karena Dava baru saja membuka lemari dan kulkas. Namun, hasilnya nihil.
Dava kembali membuka lemari satunya, dan hanya ada mie instan. Dava menghela nafas panjang.
"Ini gimana buatnya?" gumam Dava.
Sungguh aku terkejut mendengarnya. Gimana bisa Dava enggak tau cara memasak mie instan.
Dava lagi-lagi meringis, menekan kembali perutnya. Aku jadi tidak tega.
Sampai akhirnya aku memutuskan untuk membantunya.
Melangkah perlahan pada Dava. "Biar gue yang masak," kataku sembari merebut mie instan dari Dava.
"Enggak usah, gue aja," kata Dava merebut kembali mienya.
"Lo gak bisa masaknya, jangan sampe rumah Lo kebakaran cuma gara-gara sebungkus mie instan."
Dava tidak membalasku, tapi doa melangkah menuju meja makan dan duduk tenang di sana.
"Makan obat dulu, gih!" ujarku sembari memanaskan air.
"Enggak ada obat," jawab Dava. Aku hanya mendengus malas meladeni.
Beberapa menit kemudian, mie instan ala Sarah jadi. Aku segera membawanya ke meja makan.
Mata Dava berbinar bahagia kala melihat makanannya sudah jadi.
"Ayo, sini, gue laper." Aku langsung menggeser mangkuk itu pada Dava.
Dava langsung melahapnya tanpa basa basi denganku. Huh... Bilang aja laper, pakai alasan maag kambuh.
Enggak butuh waktu lama buat Dava menghabiskan makanannya. Sekarang mangkuk itu sudah bersih seperti baru lagi.
"Bilang laper, pakai alasan maag segala," kataku.
Dava malah menyengir tanpa beban. Tapi sebentar, Dava terlihat manis kalau sedang tersenyum lebar begitu.
Astaghfirullah.. Sadar Sarah, dia pemuda yang pernah memalukanmu di kantin.
Aku memilih mengalihkan wajahku. Memainkan ponselku, sambil menunggu Kak Radit pulang.
"Sar." Aku menoleh singkat. "Mau tanya boleh?"
"Hm," gumamku.
"Kalau kak Radit suka sama Lo gimana?"
Kali ini ucapan Dava sepenuhnya membuatku menoleh padanya.
"Serius?" tanyaku dengan mata berbinar.
"Bahagia amat, ini kan baru 'kalau'."
Aku manggut-manggut paham, kembali memainkan ponselku. "Ya, bagus. Jadi cinta gue terbalaskan."
"Kalau gue?"
"Hah? Kenapa kalau Lo?"
"Ck... Lupain aja." Dava berlalu pergi.
Lagi-lagi aku hanya termangu.
Tak lama dari itu, kak Radit pulang. Bisa aku lihat dia kesulitan berjalan, sehingga aku berniat untuk membantunya.
Namun, sebelum itu, Dava sudah lebih dulu menarik tanganku. Sehingga aku tertarik ke belakang.
"Lo tamu di sini," kata Dava lalu berjalan menuju kak Radit dan membantunya.
Adegan yang menyenangkan, melihat adik kakak yang berjalan berdampingan. Mereka sama-sama tampan.
Eh.. sebentar! Dava enggak tampan.
Kak Radit tersenyum padaku, aku langsung saja bersemu merah. Sepertinya. Senyum kak Radit sangat hangat dan lembut.
"Eh, ada Sarah," kata Kak Radit.
"Iya, Kak-"
"Lagi kerja kelompok gue, Lo istirahat aja. Pasti Lo cape, kan?"
Loh???
Kak Radit hanya mengangguk. "Kalau gitu, lanjutin belajarnya ya, Sar. Kakak istirahat dulu."
"I-iya, Kak."
Dengan di bantu Dava, Kak Radit pergi ke kamarnya. Sedangkan aku hanya termangu di tempat. Jadi bukan Kak Radit yang menyuruhku kemari??
Dava, pria itu lagi lagi mengerjaiku.
***
*Bersambung*
Loh.. ada apa sama Dava ya??? 🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top