Dava Yang Menyebalkan
Setelah aku di usir dengan Pak Yuda. Aku dan Dava pun keluar dari kelas dengan tampang kesal. Lebih tepatnya sih aku, karena yang aku lihat, Dava sangat menikmati hukuman dari Pak Yuda. Maklumlah, dia kan cowok malas.
Aku memilih mendudukkan diri di lantai depan kelas, dengan susah payahnya aku duduk di bawah, andai saja enggak hujan aku akan pergi ke taman yang letaknya di depan kelasku. Aku menatap ke sekitar, koridor terlihat sepi, hanya ada aku sendiri disini. Dava? Jangan di tanya, dia sudah ngacir duluan ke kantin.
Aku menghela nafas lega, hujannya sudah mulai mereda, bersamaan dengan itu pelajaran pertama pun sudah habis. Aku segera beranjak ke dalam kelas, sesudah Pak Yuda keluar. Dasar si tampan berhati batu. Mala dan Tia menatap ku dengan tatapan iba.
"Kenapa?"
"Lo ketinggalan pelajaran karena Dava." jawab Tia.
"Iya, kamu salin aja dari buku aku." sambung Mala. Beruntungnya aku memiliki sahabat seperti mereka. Aku tersenyum.
"Aku bawa ke rumah ya, biar salinnya di rumah." ujarku pada Mala. Mala mengangguk setuju.
"Iya, lo pinjem yang Mala aja, gue gak banyak nyalin soalnya." celetuk Tia dengan senyum lebarnya. Udah gak aneh aku sih sama Tia. Dia itu males untuk mencatat, tapi selalu dapat rangking walau pun sepuluh besar.
Aku langsung memasukkan buku Mala ke dalam tas ku. Tapi tiba-tiba aku terdorong ke depan sampai aku terjatuh duduk yang untungnya di atas kursi ku. Aku menoleh menatap Dava dengan tampangnya yang tanpa dosa.
"Minggir! gak bisa lewat nih gue. Sadar diri dong body lo segede Drum."
Andaikan aku berkuasa di sekolah ini, ingin rasanya aku memberi hukuman pada Dava.
"Dasar Monster astral!" umpat ku. Dava menyeringai.
"Monster emang ada yang ganteng kaya gue?" ujarnya kemudian pergi berlalu dari pandangan ku.
Ya Tuhan, kenapa engkau harus mempertemukan ku dengan Dava sih? Mala dan Tia hanya bisa melemparkan tatapan tajam pada Dava, tapi dengan genit nya, Dava memberikan satu kedipan mata pada Mala. Yang ada Mala mengedikkan bahunya. Aku tertawa puas bersama Tia.
"So Ganteng sih Lo." ujar Tia.
Dava kembali berjalan ke arah kami, kemudian dengan engga sopan nya, Dava menoyor kepala ku. Tuh kaaan.. Apa-apa aku yang jadi pelampiasan dia.
"Eh.. Sorry, gue kira boneka beruang." celetuknya kemudian kembali keluar kelas.
"Sabar, sabar. Kamu tenang aja, aku gak akan tergoda sama wajah Devilnya Dava." kata Mala.
***
Hari yang panjang pun berhasil aku lalui. Jam sekolah telah selesai, waktunya kami pulang, hari ini terasa berat, tapi setiap hari juga pasti terasa berat selama Dava masih berada disini. Mala dan Tia sudah pulang terlebih dahulu karena sudah ada yang jemput, oh iri rasanya aku. Kalau ada Papah pasti aku juga di jemput, cuma sayang, Papah lagi keluar kota.
Akhirnya aku cuma bisa menunggu angkutan umum saja. Tapi hari ini mungkin bukan hari keberuntungan ku, karena dari pagi sampai sore ini, aku selalu saja tidak beruntung, ini pasti pengaruh Dava yang selalu membawa sial dalam kehidupan ku.
Setiap aku mau menghentikan angkutan kota, selalu saja penuh, atau sekelompok siswa dari sekolah ku selalu saja mendahului ku. Satu angkutan kota lewat. Aku segera berlari kecil menuju angkutan itu.
"Neng, penuh. Jangan naik deh ya."
"Eh.. itu kan masih kosong." ujar ku.
"Jangan deh, Neng. Nanti ban nya kempes. yah Neng."
Aku hanya bisa melongo, baru kali ini ada supir angkot berkata seperti itu dengan ku. Kalau boleh mengumpat aku ingin mengumpat seperti ini. "Dasar Sialan!"
Itu pun kalau boleh.
Aku kembali mundur, cuaca kembali mendung, sepertinya akan kembali hujan. Tiba-tiba...
Prat!
Aku memejamkan mataku sejenak, kemudian aku mendengar tawa dari sesosok malaikat maut. Ah bukan, maksud ku monster laut, atau apalah itu. Aku membuka mataku perlahan, tampaknya aku tidak bisa melihat dengan jelas karena kaca mata ku yang sudah tertutupi dengan air kotor bekas hujan tadi.
"Udah sore, lo harus mandi." seru Dava dengan tawanya, saat ini dia lagi duduk di atas motor gedenya. Semoga kempes kedua ban nya.
"Dava!!! Dasar iblis!!" teriakku. Tapi dengan tenangnya Dava berjalan meninggalkan ku.
"Dadah gendut.
Arghtt... Rasanya aku mau nangis saja kalau seperti
ini. Seragam sekolah ku kotor semua. Dengan berlari terbirit-birit aku kembali masuk ke dalam sekolah untuk mengganti seragam ku dengan baju olahraga.
Tidak butuh waktu lama bagiku, aku telah selesai mengganti pakaianku, aku segera keluar berlari menuju gerbang sekolah saat suara gemuruh di langit. Akan hujan lagi, ya sepertinya.
Tapi..
"Loh? Kok gerbangnya ketutup?" Gerbang sekolah tampak tertutup, dan di sekitar sekolah terlihat sepi. Aku mulai takut, apa jangan-jangan aku terkunci di sekolah? Kemana satpam? Aku ingin menangis sekali rasanya.
Aku terduduk di depan gerbang, air mataku mengalir dengan sendirinya, aku lelah, sungguh. Semua karena Dava.
"Sarah mau pulang, Mah." lirihku dalam isakan.
"Eh.. Kok masih disini?" tangisanku terhenti, aku menghapus air mata ku cepat dan menoleh ke sumber suara.
"Kak Radit." Ah.. Si tampan ku.
"Kamu kenapa duduk disini? Emangnya gak ada kursi?" tanyanya sembari menatap sekitar.
"Aku mau pulang, Kak. Tapi gerbangnya di kunci." aduku pada Kak Radit.
Kak Radit mengernyitkan dahinya. "Di kunci? Masa iya?" aku mengangguk.
Kemudian dia berjalan menuju gerbang. Dan.. "Eh, kok bisa kebuka?"
"Ini gak di gembok kok, cuma di sangkutin aja gemboknya. Tapi gak di kunci." aku tercengang. Ya ampun malunya aku.
"O-oh benarkah?"
"Lain kali periksa dulu ya, lagi juga gerbang gak mungkin di kunci, kan kelas dua belas belum pada pulang."
Dasar bodoh, kenapa bisa aku melupakan fakta itu. Aku tersenyum malu. "Iya, Kak. Makasih. Maaf ya."
Dengan lembutnya, dia mengangguk dengan tersenyum lembut. Ini orang malaikat kali ya? Kok sempurna banget. Beda banget sama Dava yang udah kaya Devil.
"Kamu mau pulang?" tanya Kak Radit, aku mengangguk cepat. "Ayo kakak anter, kebetulan kakak bawa mobil. Yuk."
"Eh.. Beneran? Gak ngerepotin?"
"Engga, bentar lagi ujan ayo cepetan."
Oh Dava, besok aku akan memberikan mu ucapan terima kasih, walau pun dalam hati. Terima kasih Tuhan. Love you Kak Radit.
***
*Bersambung*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top