Dava Masih Sama

Pagi ini, seperti biasa aku akan mengantar Kak Radit dulu ke kelasnya. Kita berangkat bareng, Kak Radit sering jemput aku, karena dia dia antar dengan sopir.

Aku sering menolak untuk di jemput Kak Radit, tapi Kak Radit masih dengan pendiriannya. Katanya dia lebih suka pergi ke sekolah sama-sama. Baiklah, aku hanya menurut saja.

Di kelas Kak Radit seperti biasa, ada ketiga teman-temannya. Mereka menyambut Kak Radit antusias.

"Lo ke kelas aja, Sar. Biar Kak Radit sama kita," kata Kak Dias yang langsung aku angguki.

"Makasih, ya." Sebelum pergi aku menoleh pada Kak Radit.

"Sama-sama. Belajarnya yang semangat ya, Kak."

"Pasti," katanya. Aku hanya tersenyum dan pergi dari kelas Kak Radit.

Dalam perjalanan menuju kelasku sendiri yang letaknya di gedung Teori B. Aku bertemu dengan Dava di koridor. Cowok itu sepertinya baru datang, karena tas yang masih dia bawa-bawa.

Aku menyunggikan senyum kala mata kami bertemu, tapi tidak dengan Dava. Dia kenapa sih?

Dava masih cuek dan jutek. Nyebelin.
Akhirnya seperti inilah kita jalan, Dava yang jalan lebih depan dan aku yang jauh di belakangnya.

Tak lama Alvan datang dengan Rania. Senyum Dava langsung lebar kala melihat Rania.

Oke, tau deh, senyum Dava hanya untuk cewek cantik, langsing, mulus doang kayak Rania.

Rania langsung saja merangkul lengan Dava. Dasar agresif. Aku kesal melihatnya.

Aku itu kenapa sih? Seperti tidak suka melihat Dava dekat dengan Rania. Cemburu? Apa aku cemburu? Aku tidak pernah suka dengan Dava. Aku hanya suka dengan Kak Radit.

"Sarah, awas!"

Bug!

"Aduh!" ringisku.

Kepalaku baru saja terhantam bola basket. Rasanya tidak perlu di jabarkan lagi. Yang jelas sekarang aku seperti melihat burung-burung mengitari kepalaku.

Aku sampai terduduk lesu. Tapi tanpa aku duga.

"Lo gak apa-apa?" Aku mendongak, dan Dava di sana dengan wajah khawatir. Aku tertegun melihat wajahnya yang sedekat ini.

"Sar!" Tia berlari menghampiri kami. "Aduh, Lo tuh kalau gak bisa main bola gak usah main bola. Liat nih temen gue sampe kena bola Lo," omel Tia pada orang yang melempar bola.

"Maaf, gue gak sengaja," katanya.

"Udah, Ti, gue gak apa-apa kok." Tia langsung membantuku untuk berdiri.

Dava masih di sana. Tapi raut wajahnya tidak seperti sebelumnya. Ekspresi cemasnya hilang.

"Gue gak apa-apa... Dava," kataku. Dava menoleh menatapku. Lalu dia mengangguk kecil, dan berlalu pergi bersama Alvan dan Rania.

Dava masih sama. Dia masih peduli denganku. Tapi apa yang membuatnya jauh dariku?

Dava, jangan seperti ini. Aku merasa kehilangan.

***

Saat jam pelajaran berlangsung. Aku tidak bisa konsen menyerap penjelasan Bu Didit di depanku. Rumus-rumus yang dia tulis, seakan transparan tak terlihat. Mungkinkah ini efek kena bola tadi?

Aku mengangkat tanganku tinggi, sehingga semua orang langsung menatapku.

"Bu, saya izin ke UKS, ya."

"Kamu kenapa, Sarah?"

"Pusing, Bu."

"Ya udah," jawab Bu Didit.

"Mau gue anter, Sar?"

"Gak perlu, Ti. Gue cuma butuh tidur bentar kok." Aku berlalu pergi menuju UKS.

Di sana aku langsung membaringkan tubuhku. Tidak ada yang piket ternyata, jadi UKS sepi. Baguslah, jadinya aku bisa istirahat.

Tapi tak lama dari itu, aku dengar suara pintu berderit tanda terbuka. Aku langsung waspada.

Mungkin anak PMR.

Aku mencoba memejamkan mataku. Tapi seperti tidak ada pergerakan lagi. Karena penasaran, akhirnya aku membuka tirai pembatas. Dan terkejutnya aku saat melihat Dava di sana, duduk di sofa dengan memainkan ponselnya.

"Dava," panggilku.

Dava menoleh singkat, dan fokus kembali pada ponselnya. Iihh...

"Lo sakit juga, Va?" tanyaku. Tapi Dava tidak menjawab. Beberapa menit menunggu jawabannya. Akhirnya aku memutuskan untuk menutup tiraiku kembali. Mencoba istirahat walau hatiku dongkol.

"Ehem."

Dava berdeham, tanpa aku sadar, aku menunggu pergerakannya selanjutnya.

"Lo masih berangkat bareng sama Kak Radit?"
Dava bertanya sama aku, kan?

Aku mengangguk. Eh, lupa, Dava mana lihat aku mengangguk. Secara, kan, tirainya sudah di tutup.

"Masih," sahutku.

"Kak Radit baik-baik aja selama ada Lo di dekat dia."

"Hm," gumamku. Aku merasa canggung untuk saat ini. Dava selalu aja mengungkit kak Radit.

Tunggu! Emang Lo mau Dava ungkit apa, Sarah.... Jelas, lah, Dava bakal ungkit Kakaknya di banding hubungan Lo berdua. Apa hubungannya coba?? Uh.. sebel kok ya?

"Lo sayang sama Kak Radit?" Pertanyaan Dava bersamaan dengan tirai terbuka. Aku langsung tergelonjak kaget.

"Apa?" tanyaku.

"Lo sayang sama Kak Radit?" Aku mengangguk pelan.

"Lo harus terus dekat sama Kak Radit. Karena gue udah berkorban banyak demi kalian."

Aku hanya termangu mendengar ucapan Dava. Maksudnya apa ya?

"Gue keluar dulu," kata Dava.

"Dava!" panggilku cepat. Saat ini, aku ingin bertanya dengan Dava, dan mendengar alasan dia kenapa menjauhiku.

Dava menoleh, dia tidak menjawab, tapi diamnya cukup buatku mengerti kalau dia sedang menungguku.

"Lo kenapa sih?" Akhirnya pertanyaan itu dapat meluncur juga dari mulutku.

Dava mengerutkan dahinya. "Lo kenapa akhir-akhir ini menjauh dari gue? Lo gak kayak biasanya. Biasanya Lo cari masalah terus sama gue, ini enggak. Lo punya masalah apa sih? Gue punya salah apa sama Lo? Lo ngomong dong, jangan diemin gue kayak gini. Gue gak bisa."

Terserah dengan apa yang di pikirkan Dava tentangku.
Yang jelas aku hanya ingin tau alasannya. Mendengar penjelasannya.

Dava menatapku lekat. Aku bisa mendengar nafasnya memburu. Dava marah?

Dava menghampiriku. Aku menjadi was-was dan siaga. Dia duduk di tempat tidurku. Matanya masih menatapku. Aku jadi tidak tenang, sepertinya aku salah bicara.

"Gue udah banyak berkorban demi kalian berdua. Jadi gue harap Lo bisa terus ada di samping Kak Radit."

"Maksud lo apa sih? Dari tadi Lo selalu ngomong berkorban terus. Gue gak paham."

Dava menghela nafas panjang, matanya terpejam, seakan menyembunyikan luka di matanya. Matanya kembali terbuka, dia menatapku masih dengan tatapan yang sama. Tatapan yang belum bisa aku artikan.

"Sarah," panggilnya lembut, sehingga suara itu seakan menggelitik telingaku. "Gue berharap banyak sama Lo, demi Kak Radit, gue rela membelakangi perasaan gue sama Lo."

Seketika, aku merasa waktu berhenti saat itu juga. Dava yang masih menatapku lembut, dan aku yang masih diam karena ucapannya.

****

"Bersambung*

Apa yang kalian rasakan di saat baca part ini?

Ayo komen yang banyak ya.. 😁😁

Jangan lupa pake vote juga, bentar lagi mau tamat loh ini 😁😁


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top