Prolog
Bismillahirohmanirohim
"Sesungguhnya Allah Subhanallahu'wataala memberikan dunia kepada orang yang Dia cintai dan juga kepada orang yang tidak dicintai-Nya. Tapi Allah tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang Dia cintai."
(HR. Al-Hakim)
***
Siang ini matahari bersinar dengan begitu terik. Saking teriknya hingga membuat Sarah malas untuk keluar rumah. Dia tidak mau kulit putih bersihnya jadi gosong karena terpanggang oleh sinar matahari. Sudah cukup wajahnya saja yang tak enak di pandang karena dipenuhi oleh jerawat yang membandel. Saking bandelnya diusir dengan berbagai merk obat jerawat karya anak bangsa sampai karya anak luar negeri pun jerawat-jerawat itu tetap saja betah membuat pemukiman padat penduduk di wajah Sarah. Saking padatnya sampai tidak ada lahan kosong. Itu benar-benar menyedihkan.
Sarah cepat-cepat bersembunyi di balik selimut. Pura-pura tidur saat handel pintu kamarnya diputar.
Kalau bukan ibu pasti Kakaknya yang saat ini sedang bebas tugas membawa burung besi melintasi awan yang hendak masuk ke kamarnya tanpa mau repot-repot mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Sarah."
Tebakannya salah sasaran bukan ibunya atau Kakaknya yang masuk ke dalam kamarnya tapi ternyata Petang, sahabatnya dari jaman dia masih belajar merangkak. Yang jarak rumahnya hanya lima langkah dari rumah Sarah.
Sarah langsung menyibak selimut yang menutupi wajahnya, "Ada apa, Tang?"
"Gue punya kejutan buat lo."
"Ah kejutan lo mah selalu mengecewakan. Nggak pernah benar-benar bikin gue terkejut."
"Buat kali ini lo pasti terkejut. Kalau nggak iris kuping gue."
"Beneran yah bakal gue iris," Sarah bangun dari posisi berbaringnya. Mengambil cutter yang dia simpan di dalam laci meja belajarnya.
Mata Petang langsung membulat sempurna. Menelan ludah dengan susah payah, "Lo yakin mau ngiris kuping gue?"
"Lo jual gue beli."
"Lo tuh cewek tersadis."
"Dan lo cowok ternyebelin," sahut Sarah, "Mana kejutannya? Jangan bikin gue kehabisan stok sabar!"
"Lo kan emang nggak pernah punya stock sabar," sahut Petang tak mau kalah. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Menunjukkan apa yang kini tengah ditampilkan di layar ponselnya yang baru saja dia beli satu minggu yang lalu dengan hasil jeri payahnya sendiri sebagai Co-Pilot di salah satu maskapai komersial. Bukan minta Mama Papa, padahal biasanya dia selalu minta Mama Papa kalau mau beli apa-apa. Sekarang dia sudah punya pekerjaan sendiri jadi sudah bisa mandiri.
"DEMI APA? INI BENERAN?" Teriak Sarah tak percaya saat melihat apa yang terpampang di layar ponsel milik Petang.
"Udah gue bayar masa bercanda," sahut Petang. Dia bersandar di kusen pintu yang terbuka lebar. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Benar-benar posisi yang keren. Membuat Petang yang memang sudah terlahir tampan terlihat semakin tampan, namun tetap setampan apapun Petang saat ini perhatian Sarah hanya terfokus pada layar ponsel Petang.
"YA ALLAH GUE PENGEN NANGIS!!!" seru Sarah sambil melompat-lompat kesenangan seperti bocah usia lima tahun yang baru dibelikan baju baru bergambar Pokemon. Padahal usia Sarah tak bisa dikategorikan lagi bocah. Remaja pun sudah tidak masuk hitungan. Sekarang usia Sarah sudah dua puluh dua tahun dan masih berstatus menganggur padahal gelar SE telah tersemat dengan cantik di belakang namanya. Sarah Azkia Hermawan SE. tapi apa mau dikata kerjaan tak kunjung didapat mungkin ini semua gara-gara banyaknya orang asing yang mulai bekerja di tanah air tercinta, jadi sebagai tuan rumah tentu harus ramah. Biarlah mereka bekerja di negeri kita tercinta dan kita sebagai tuan rumah mengalah demi kesopanan.
Menganggur demi kesopanan dari pada menganggur karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaan rasanya lebih terdengar terhormat.
"Ya udah nangis aja. Gue seneng kok lihat lo nangis karena gue," ucap Petang sadis.
Sarah tadinya benar-benar mau menangis tapi gara-gara mendengar ucapan songong Petang dia jadi mengurungkan niatnya untuk menangis.
"Bukan gue yang tersadis. Tapi ternyata lo yang sadis. Gue doa'in lo susah dapat jodoh."
"Kalau gue susah dapat jodoh lo juga bakal susah dapat jodoh."
"Kok gitu?"
"Ya emang gitu. Oh iya gimana lamaran kemarin lo terima? Ngobrolnya di taman yuk. Kamar lo kurang ventilasi. Gerah gue."
"Kurang ventilasi di Hongkong. Lihat tuh jendela kamar gue udah gue buka lebar-lebar," ucap Sarah sambil menunjuk jendela kamarnya yang terbuka lebar.
Petang tidak menggubris perkataan Sarah. Dia keluar dari kamar Sarah dan tentu mau tidak mau walaupun cuaca di luar sangat panas Sarah tetap harus mengikuti langkah Petang yang berjalan ke arah taman belakang rumahnya.
Sesampainya di taman keduanya duduk di gazebo.
"Gimana?"
"Apanya yang gimana?"
"Lamaranya temen Abang lo. Lo terima apa lo tolak?"
"Gue tolak. Gue nyari yang biasa."
"Emang yang kemarin luar biasa?"
"Mukanya sih biasa aja tapi kayanya ilmu agamanya luar biasa. Satu jam ngobrol sama dia rasanya kaya setahun. Yang diomongin soal agama terus."
Petang merebahkan tubuhnya. Menjadikan kedua tangannya sebagai bantal, "Lo tuh aneh. Kenapa sih nggak mau punya pasangan hidup yang bagus agamanya?"
"Karena dia pasti ngelarang gue ini itu."
"Dia ngelarang pasti buat kebaikan lo. Kita kan hidup bukan cuma di dunia aja. Nanti kita bakal meninggal. Terus nanti Allah bakal nanya apa aja yang udah kita lakuin pas di dunia. Terus nanti amal kita ditimbang. Kalau timbangan berat ke kanan kita bakal masuk surga, tapi kalau timbangan berat ke kiri siap-siap aja ngerasain siksa neraka."
Sarah langsung bergidik ngeri, "Kenapa tiba-tiba lo ngomong surga neraka?"
Petang menghela napas panjang, "Semalam gue mimpi pesawat yang gue bawa jatoh dan nyawa gue nggak bisa diselamatin."
Wajah Sarah langsung pucat pasi. Mata cokelat Sarah yang dinaungi bulu mata yang lebat lagi lentik menatap wajah Petang dengan tatapan terkejut sekaligus takut.
🍒🍒🍒
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top