7
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Jakarta, 25 Maret 2018
No. : 121/II/2018
Lamp : -
Hal : Panggilan kerja
Kepada
Yth. Sarah Azkia Hermawan
Di Tempat
Dengan hormat,
Sehubungan dengan surat lamaran kerja yang Saudari kirimkan ke alamat kantor kami pada tanggal 13 Januari 2018, maka dengan ini kami beritahukan bahwa Saudari telah dinyatakan lulus tes wawancara, dan kami mohon kesediaan Saudari agar mengikuti orientasi yang akan dilaksanakan pada:
Hari : Jumat, 26 Maret 2018
Tempat: Ruang Rapat PT. Airline
Waktu : 09.00 WIB s/d Selesai
Kami harapkan kedatangan saudari di tempat yang tertera di atas sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Terimakasih.
Mengetahui,
Manager Personalia,
Shila Purwanti
"Masya Allah!!!" Sarah nyaris menjerit saat membaca email dari PT. Airline, yang menyatakan kalau dia lolos tes wawancara, "Alhamdulillah Ya Allah."
Setelah sekian lama menganggur akhirnya ada juga perusahaan yang mau menerimanya bekerja.
Janji Allah benar-benar nyata. Kejarlah akhirat maka dunia akan mengikuti. Sekarang terbukti. Saat dia memutuskan untuk berhijrah Allah langsung membuka pintu rejeki untuknya.
🍒🍒🍒
Terpancar jelas kebingungan di mata Ari saat melihat sosok adiknya yang baru saja membukakan pintu untuknya, begitu juga dengan Petang yang berdiri di belakang Ari.
Sarah menggunakan ghamis, hal itulah yang membuat Ari dan Petang merasa kebingungan karena meraka sangat tahu kalau Sarah anti ghamis. Dari dulu Sarah tidak pernah mau pake ghamis.
"Kamu mau kemana, Dek?" akhirnya hanya kata itulah yang keluar dari bibir Ari.
"Iya Sar lo mau kemana?" Petang ikut bertanya. Dia memperhatikan penampilan Sarah dari atas ke bawah. Penampilan Sarah sungguh berbeda. Selama dua puluh dua tahun mereka bersahabat baru kali ini dia melihat Sarah menggunakan baju ghamis dan hijab syar'i, ditambah lagi kaos kaki.
"Nggak mau kemana-mana," jawab Sarah santai, dia mengambil alih barang yang dibawa Kakaknya, "Abang bawain apa buat aku?"
Ari masih dalam keadaan terkejut plus bingung, oleh karena itu pertanyaan Sarah tidak masuk ke telinganya.
Malas karena Ari dan Petang terus menatapnya dengan tatapan aneh Sarah memilih untuk meninggalkan keduanya yang masih saja berdiri di depan pintu.
"Bang, Adek lo kesambet apa yah? Kok tampilannya berubah?" tanya Petang, tangannya memegang bahu Ari.
Ari tersadar dari keterkejutannya yang telah berhasil membuat otaknya seakan membeku.
"Gue rasa Adek gue udah dapat hidayah."
"Kok bisa? Padahal baru sebentar kita tinggal?"
"Hidayah milik Allah. Dan Allah memberi hidayah kepada orang yang dikehendaki-Nya," setelah mengatakan itu Ari langsung memasuki rumah dan Petang pun mengekor di belakang Ari.
"Abang mau langsung makan nggak? Kalau mau biar aku panasin makanannya?" tanya Sarah saat mendapati Ari sudah masuk ke dalam rumah, begitu juga dengan Petang.
"Iya dek. Abang mau langsung makan."
Sarah mengangguk. Dia langsung menyibukkan dirinya di dapur sedangkan Ari masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian. Sebenarnya dia sudah penasaran ingin bertanya apa yang telah membuat adiknya berubah, namun rasa penasaran itu dia tahan dulu.
Bila Ari bisa menahan rasa penasarannya, beda halnya dengan Petang, dia langsung menghampiri Sarah di dapur, tanpa dipersilahkan dia langsung duduk di atas kursi meja makan, matanya memperhatikan Sarah yang sedang hilir mudik di depan kompor gas. Memanaskan makanan yang sudah dia masak dua jam yang lalu.
Malam ini Sarah menggunakan ghamis berbahan monalisa dengan motif abstrak berwarna dasar lavender, begitupun dengan warna hijabnya.
"Sarah."
"Hmm."
"Boleh nanya nggak?"
"Nggak boleh!" jawab Sarah tanpa mau repot menoleh ke arah Petang.
"Lo masih marah yah?"
"Nggak."
Petang langsung tersenyum mendengarnya, "Berarti boleh dong nanya?"
Sarah tidak menyahut.
"Apa yang ngebuat lo berubah?"
Sarah meletakkan mangkok yang sudah terisi sop ayam di atas meja makan, "Sana pulang! Pulang tugas bukannya langsung pulang malah main ke rumah orang," ucapnya mengabaikan pertanyaan yang diajukan oleh Petang.
"Percuma pulang juga. Orang nggak ada siapa-siapa di rumah."
"Emang Mama Fio sama Papa Hendra kemana?"
"Amalfi Coast, Italia."
"Beneran?"
"Yailah beneran masa bohongan," jawab Petang.
"Dalam rangka apa mereka kesana?"
"Bulan madu yang ke tiga puluh dua," jawab Petang, memberitahu pada Sarah kalau kedua orangtuanya tengah berlibur di Amalfi Coast, Italia dalam rangka merayakan ulang pernikahan yang ketiga puluh dua.
"Kok gue nggak tahu. Dua hari yang lalu gue masih bikin brownis bareng Mama Fio."
"Berangkatnya tadi malem. Kejutan dari Papa buat Mama."
"Mama Fio beruntung banget yah punya suami sebaik Papa Hendra. Oh iya kok lo nggak ikut sih?"
"Ngapain ikut. Ngabis-ngabisin ongkos doang. Lagian kalaupun gue ikut gue jamin keberadaan gue nggak akan dianggap."
Sarah langsung tertawa. Tawa pertama Sarah setelah malam dimana Petang berkata ingin menjauhinya, namun nyatanya Petang tidak bisa menjauh dari Sarah.
"Ngetawain apa kamu, Dek?" Ari yang baru selesai ganti baju ikut bergabung di meja makan.
"Ngetawain keberadaan gue yang nggak diharapin," sahut Petang.
"Nggak diharapin sama siapa?" Ari mencomot perkedel yang sudah tersaji di atas piring.
"Sama orang yang gue sayang, Bang."
"Siapa orang yang lo sayang?"
"Itu yang barusan tadi ketawa."
Sarah langsung buang muka, sedangkan Ari langsung geleng-geleng kepala. Kata sayang memang sudah biasa diucapkan Petang untuk Sarah, jadi baik Sarah ataupun Ari sudah tidak kaget saat mendengar Petang mengatakan kata sayang pada Sarah.
Beberapa menit kemudian semua makanan sudah dipanaskan dan sudah tersaji dengan rapi di atas meja makan. Ada sop ayam, perkedel, tempe goreng, teri goreng campur kacang tanah dan sambel goreng.
Petang dan Ari menyantap semuanya dengan lahap, namun tidak dengan Sarah yang malah lebih memilih ke ruang keluarga untuk menonton televisi.
🍒🍒🍒
Setelah selesai makan, Ari dan Petang bergabung bersama Sarah di ruang keluarga.
"Lo betah amat pake seragam pilot. Nggak gerah apa?" tanya Sarah pada Petang, "Sana pulang!"
"Gue nggak akan pulang sebelum lo ngasih tahu gue."
Dahi Sarah berkerut, "Kasih tahu apa?"
"Apa yang ngebuat lo berubah?"
Ari yang duduk di samping Sarah memilih diam karena niatnya untuk bertanya tentang perubahan yang terjadi pada Sarah telah diambil alih oleh Petang.
"Lo kira gue power ranger apa berubah," jawab Sarah asal. Matanya memperhatikan televisi yang sedang menayangkan acara Indonesia lawyers club.
Ari dan Petang langsung tertawa, namun tetap keduanya saling bahu membahu membujuk Sarah agar mau menceritakan pada mereka apa alasan atau penyebab Sarah memutuskan merubah penampilannya.
"Pengen aja. Apa kalian nggak suka lihatnya?" tanya Sarah saat Ari dan Petang terus bertanya padanya tentang alasannya memakai jilbab dan hijab syar'i.
Ari dan Petang kompak langsung menggeleng.
"Tentu Abang suka lihat penampilan kamu sekarang," ucap Ari sambil merangkul bahu Sarah, "Kamu kelihatan anggun pake ghamis kaya gini. Iyakan, Tang?"
Petang mengangguk, "Iya, lo kelihatan dewasa pake ghamis kaya gitu."
"Maksud lo gue kaya emak-emak gitu pake ghamis kaya gini?" Sarah melotot pada Petang.
"Bukan gue lo yang ngomong tapi lo," goda Petang. Sengaja ingin membuat Sarah kesal.
Sarah melemparkan bantal sofa ke muka Petang, "Nyebelin."
Petang memeluk bantal yang barusan menampar mukanya, wajahnya masih menyiratkan kegelian, "Kok nyebelin. Gue ngomong sesuai fakta dan lo mengiyakannya dengan kemarahan lo."
Ari memberi peringatan pada Petang lewat tatapan matanya yang tajam. Jangan sampai gara-gara ucapan Petang, Sarah memilih untuk kembali berpenampilan seperti dulu. Berhijab tapi telanjang (memakai hijab namun pakaiannya tipis dan ketat, hingga memperlihatkan lekuk tubuh)
Petang tidak menggubris peringatan yang diberikan oleh Ari, dia terus saja meledek Sarah.
Sarah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan, "Bodo amat. Terserah lo mau bilang apa gue nggak peduli. Udah ah gue mau tidur soalnya besok gue udah mulai kerja," ucapnya sambil berjalan tepat di depan Petang dan dengan sengaja dia menginjak kaki Petang dengan sangat kencang, "Ups... Sori nggak sengaja," ucap Sarah dengan wajah polos, "Mohon dimaklumi yah. Kayanya gue udah mulai rabun sampai kaki lo aja kagak kelihatan," setelah mengatakan itu Sarah langsung berlalu dari hadapan Petang dan Ari.
Petang meringis sambil memegangi jempolnya yang berdenyut sakit, "Meskipun tampilannya udah kaya ukhti-ukhti tapi tetep aja kelakuan adek lo kaya preman, Bang. Tampilannya nggak sinkron sama tingkahlakunya."
"Dia lagi dalam tahap belajar," ucap Ari sambil menatap ke arah pintu kamar Sarah yang sudah tertutup rapat, "Lagian lo punya mulut nggak bisa dijaga. Sahabat hijrah bukannya didukung malah diledek."
"Habis aneh lihatnya. Dia kaya bukan Sarah yang gue kenal. Tapi gue suka kok lihatnya dan tentu gue bakal dukung proses hijrahnya. Yang tadi itu hitung-hitung ledekkan terakhir gue buat dia. Dan sepertinya gue juga harus mulai hijrah. Gue takut tiba-tiba umur gue di dunia ini abis tapi kelakuan gue masih gini-gini aja. Shalat masih ngaret, puasa ramadhan masih bolong, mata masih nggak bisa dijaga padahal umur gue bentar lagi bakal dua puluh tiga."
Ari menyentuh bahu Petang, "Gue dukung. Jangan cuma niat yah. Harus segera terealisasikan."
Petang mengangguk, "Oh iya tadi si Sarah bilang kalau dia besok udah mulai kerja yah. Bilangin selamat yah. Semoga betah kerjanya."
"Nggak mau nyampein sendiri?"
"Nggak ah Bang. Kalau lihat muka dia pengennya ngeledek mulu," ucap Petang sambil terkekeh geli, "Gue pulang yah Bang. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
🍒🍒🍒
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top