5
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Sarah duduk di atas sofa santai yang ada di ruang keluarga. Tangannya sedang sibuk mengompres matanya yang bengkak dengan es batu yang sudah dibungkus dengan handuk kecil.
"Masih bengkak nggak Bang?" tanya Sarah pada Ari yang baru keluar dari dalam kamar. Seragam pilot sudah melekat di tubuh Ari membuat penampilan Ari terlihat tampan dan gagah.
"Masih," jawab Ari sambil mendudukkan tubuhnya di samping Sarah.
Sarah kembali mengompres matanya, hari ini dia akan menjenguk temannya yang sakit jadi sembab di matanya harus segera hilang, "Enak nggak sih Bang jadi pilot?"
"Dulu kan kamu pernah nanya itu ke Abang. Jawabannya tetep sama."
"Dulu kan aku nanyanya pas Abang masih jadi Co-pilot, sekarang kan Abang udah jadi pilot bukan Co-pilot lagi? Bisa aja kan jawaban Abang berubah?"
"Nggak. Jawaban Abang tetep sama."
"Abang pernah ngerasa takut nggak?"
"Takut apa?"
"Takut tiba-tiba pesawatnya jatoh. Kaya Adam air."
"Pernah. Kalau ngadapin cuaca buruk pastilah ada rasa takut."
"Terus gimana cara Abang nangani rasa takut itu?"
"Berserah diri ke Allah. Toh dimana pun kita berada kita nggak akan pernah bisa lari dari maut. Kebanyakan orang pada takut naik pesawat karena takut pesawatnya jatoh tapi mereka nggak pernah takut saat naik ke atas tempat tidur."
"Yailah. Ngapain juga harus takut. Kalaupun jatuh paling ke atas lantai jatohnya bukan ke laut, ke gunung, atau bahkan ke atap rumah orang," sahut Sarah.
Tangan kanan Ari menepuk-nepuk pucuk kepala Sarah yang tertutup kerudung berwarna lavender, "Iya saat kita naik ke atas tempat tidur kita paling jatohnya ke lantai tapi kalau misalnya pas jatoh ke lantai ternyata malaikat maut datang jemput kita gimana? Jadi sama aja kan bahayanya. Kamu tahu nggak dek, Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Andai kata saat kita tidur lantas Allah tidak mengembalikan jiwa kita, itu berarti berakhirlah kehidupan kita di dunia."
"A..aku baru tahu kalau ternyata jiwa kita benar-benar keluar dari raga kita saat kita tidur."
"Sekarang kan kamu udah tahu jadi kamu harus berhati-hati saat mau naik ke atas tempat tidur. Jangan lupa berwudhu, baca Al Ikhlas, Al Falaq, An naas dan doa mau tidur. Bahkan beberapa orang shalih sebelum tidur selalu melakukan muhasabah. Mengintrospeksi diri. Seakan-akan tak ada lagi hari esok bagi mereka. Mereka menangis meminta ampun pada Allah atas segala kesalahan yang pernah mereka lakukan. Sekecil apapun itu."
Pembicaraan antara Sarah dan Ari terhenti saat Petang datang menghampiri mereka. Sama halnya dengan Ari, Petang juga sudah terlihat tampan dengan seragam pilot yang melekat di tubuhnya.
Sarah langsung membuang muka saat Petang menyapanya.
"Sar, maafin gue." ucap Petang.
Sarah mengabaikan permohonan maaf yang Petang ucapkan untuknya.
"Sarah," Petang berusaha mendapatkan perhatian dari Sarah, "Kasihanilah gue. Gue nggak akan tenang nugasnya kalau lo nggak ngasih maaf ke gue."
Tidak ada tanggapan. Sarah masih betah menyibukkan dirinya dengan mengompres matanya.
Melalui tatapan matanya yang mengiba, Petang memohon kepada Ari untuk membantunya mendapatkan maaf dari Sarah.
Ari yang mengerti akan hal itu, memutuskan untuk membantu Petang agar mendapatkan maaf dari adiknya, "Sarah nggak baik loh marahan sama sahabat sendiri."
"Dia bukan sahabat aku jadi suruh aja dia pergi, Bang." ujar Sarah super sinis.
Petang menghela napas panjang. Sepertinya untuk kali ini akan lama baginya untuk mendapatkan maaf dari Sarah.
"Udah jam sepuluh," ucap Ari memperingati Petang kalau mereka harus segera pergi ke Bandara.
Petang mengangguk.
"Abang pergi dulu yah. Kayanya Mama baru balik minggu depan. Kamu hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa minta bantuan aja sama Mama Fio," ucap Ari pada Sarah.
Sarah mengangguk. Dia beranjak dari duduknya, "Hati-hati Bang. Semoga penerbangannya lancar," ucapnya sambil memberikan pelukan sayang pada Ari. Satu kebiasaan yang selalu dia lakukan saat Ari akan pergi tugas.
"Gue juga mau dong dipeluk," ucap Petang sambil membuka kedua tangannya lebar-lebar, bukannya dipeluk dia malah mendapat lemparan batu es dari Sarah.
"Sana pergi! Males gue lihat muka lo!"
"Sadisnian adikmu itu, Bang." adu Petang pada Ari.
"Inget sama janji. Belum juga dua puluh empat jam, masa janji udah dilanggar," ujar Ari sambil berjalan keluar rumah.
"Siapa juga yang ngelanggar janji," Petang mengikuti langkah Ari, sekilas sebelum keluar dari pintu dia melirik ke arah Sarah yang memasang wajah super jutek, "Gue tetap nepatin janji gue dengan datang ketemu sama Sarah disaat lo ada. Kalau lo sama Mama Nia nggak ada terus gue nemuin Sarah baru itu namanya ngelanggar janji. Bener nggak?"
"Walaupun gue bilang nggak bener. Pasti lo tetep datang jugakan?"
"Lo emang Abang gue yang paling pengertian," ucap Petang sambil merangkul bahu Ari. Tinggi mereka yang hampir sama membuat Petang leluasa untuk merangkul bahu Ari. Ari memiliki tinggi 175 cm sedangkan dia sendiri 178 cm, beda delapan belas senti dengan Sarah yang tingginya hanya 160 cm.
🍒🍒🍒
Deska : Sar, hari ini jadi nggak jenguk Meri?
Sarah : Jadi. Lo mau gue jemput apa nggak?
Deska : Jemput. Mobil aku lagi di bengkel.
Sarah : Tapi naik motor nggak apa-apa?
Deska : Iya nggak apa-apa.
Sarah : Ok. Gue jemput yah.
Setelah membalas chat dari Deska, teman kampusnya dulu, Sarah yang memang sudah dalam keadaan siap pergi langsung mengeluarkan motor maticnya dari dalam garasi. Siap untuk menjemput Deska di rumahnya, yang jaraknya kurang dari satu kilo meter.
Sarah langsung mengirim chat saat telah sampai di depan rumah Deska.
Sarah : Deska gue udah ada di depan rumah lo.
Deska : Masuk dulu, Sar.
Karena Deska menyuruhnya masuk, mau nggak mau akhirnya Sarah masuk ke dalam rumah Deska yang super mewah.
Kedatangannya disambut oleh Ibunya Deska, "Ya Allah, udah lama Tante nggak lihat kamu. Sekarang udah kerja dimana?"
Sarah menelan ludahnya dengan susah payah, kalau bertamu ke rumah teman kampusnya pasti saja yang ditanya tentang kerjaan, "Belum kerja Tante. Masih nganggur."
"Oh. Kamu nggak lanjut ke S2 aja sama kaya Deska?"
"Nggak Tante. Biayanya mahal." jawab Sarah apa adanya. Sebenarnya Kakaknya mampu membiayainya untuk lanjut ke S2. Bahkan Kakaknya sendiri pernah menawarinya untuk langsung lanjut ke S2, namun Sarah tidak mau. Kalaupun nanti lanjut dia ingin membiayai pendidikannya dengan uang hasil jerih payahnya sendiri.
Sarah menghembuskan napas lega saat melihat Deska yang terlihat sudah siap.
"Kamu markirin motor kamu dimana?" tanya Deska.
"Di depan," jawab Sarah, "Langsung pergi yuk! Biar nggak ke sorean, takut hujan."
Deska mengangguk, lantas langsung mencium punggung tangan Ibunya, "Ma, aku pergi dulu yah. Assalamualaikum."
Sarah pun melakukan hal yang sama.
Saat keduanya berjalan menuju motor Sarah, sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di samping mereka. Kaca terbuka dan ternyata si pengemudi adalah Kakaknya Deska.
"Mau kemana kamu, Deska?" tanya Kakaknya.
"Mau ke rumah sakit jenguk temen, Kak."
"Naik apa kesana?"
"Naik motor. Kakak kok tumben udah pulang dari kantor?"
"Kepala Kakak pusing," sekilas Satria, Kakaknya Deska menatap ke arah Sarah, namun tidak menyapa. Hal yang sama pun dilakukan oleh Sarah, Sarah paling anti kalau harus nyapa orang songong macam Satria, "Kamu mau naik motor kesana?"
"Iya Kak soalnya kan mobil aku masih di bengkel."
Satria turun dari dalam mobilnya, "Kamu pergi pake mobil Kakak aja."
"Nggak ah. Aku mau naik motor aja bareng Sarah."
"Lihat mau hujan. Kamu mau kehujanan di jalan?"
Deska langsung menengadahkan kepalanya, menatap langit yang memang sudah terlihat mendung, "Sarah kita naik mobilnya Kak Satria aja yah?"
Sarah langsung mengangguk. Dia mah bebas, mau naik apa aja hayo yang penting bisa sampai tujuan dengan selamat.
🍒🍒🍒
"Oh iya si Meri sakit apa? Kok bisa sampe masuk rumah sakit?" tanya Sarah saat dia sudah duduk di bangku penumpang sedangkan Deska sudah duduk manis di bangku kemudi.
"Emang aku belum ngasih tahu kamu?"
"Belum. Lo cuma baru ngasih tahu kalau Meri masuk rumah sakit."
"Sori, aku lupa," ucap Deska sambil tertawa pelan, "Kemarin Deska jatoh dari gojek."
"Kok bisa sih?"
"Katanya sih gara-gara kerudungnya masuk roda atau apa gitu aku lupa."
"Masa sih?"
"Itu juga nggak tahu sih bener apa nggak. Tapi kayanya bener deh. Meri kan sekarang sering banget pake kerudung lebar yang sampe lutut, terus kalau naik motor kerudungnya suka berkibar-kibar kena angin."
"Sama kaya lo. Lo jugakan kalau pake kerudung selalu super lebar. Kalau naik motor ujung kerudung lo selalu berkibar-kibar bikin Ikhwan yang lewat jadi mabok kepayang," ledek Sarah.
"Iya tah? Tapi setelah denger cerita Meri. Aku sekarang jadi lebih hati-hati lagi. Ini aja aku pake kerudung sebatas pinggang karena mau naik motor sama kamu."
"Oh iya, Des. Gue mau nanya pake baju ghamis sama kerudung lebar kaya yang lo sama Meri pake itu hukumnya wajib apa nggak sih?"
Deska sekilas menoleh pada Sarah, tidak menyangka kalau Sarah akan menanyakan hal itu padanya, "Wajib. Di dalam Al Qur'an surah Al-Ahzab ayat lima puluh sembilan, Allah berfirman, "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (ke seluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" Pada saat menafsirkan ayat ini, Ibn Katsir berkata kalau Allah Subhanallahu'wataala memerintahkan Rasul Shalallahu alaihi wassalam untuk memerintah kaum wanita mukminah untuk mengenakan jilbab, pakaian longgar yang menutupi baju mereka, ke seluruh tubuh mereka, agar mereka tampil berbeda dengan ciri-ciri kaum wanita Jahiliyah."
"Kalau hukum kerudung lebar yang sampai menutup dada itu wajib apa nggak?"
"Wajib karena dalam Al Qur'an surah An-Nur ayat tiga puluh satu Allah berfirman, "Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya." Hal itu bertujuan untuk menjaga harga diri seorang wanita, Islam telah menetapkan beberapa batasan dan aturan yang sesuai dengan fitrahnya. Artinya, ketika seorang wanita keluar dari batasan-batasan yang telah Allah tentukan, maka pada dasarnya ia telah menentang fitrah penciptaannya dan pasti akan berakibat fatal pada harga diri dan agamanya."
"Jadi harus pake ghamis sama hijab syar'i? Baru itu sesuai sama syari'at Islam?"
"Iya, Sar. Kalau bisa nutup auratnya jangan tanggung-tanggung. Kita ikuti aturan yang telah Allah tentukan buat kita. Harga diri dan kemuliaan kita sebagai seorang wanita sangat bernilai dalam pandangan Islam, oleh karena itu kita harus menjaga kemulian yang telah Allah titipkan pada kita yaitu dengan cara menutup aurat kita dengan sebaik mungkin."
Pembicaraan tentang jilbab dan hijab terus berlanjut. Hingga akhirnya mereka berdua telah sampai di rumah sakit Amelia, tempat Meri dirawat.
Sarah dan Deska langsung menuju kamar yang ditempati oleh Meri. Ibunya Meri yang sedang menemani Meri menyambut mereka dengan ramah.
"Masya Allah, sudah lama Tante ngga lihat kalian. Silahkan duduk."
Karena Meri menempati kelas vip jadi terdapat sofa di ruangan yang Meri tempati. Sarah dan Deska pun duduk di sofa itu.
"Tante tinggal dulu yah. Ada sesuatu yang mau Tante beli di mini market depan," pamit Ibunya Meri.
"Iya Tante," jawab Deska.
Setelah kepergian ibunya Meri, Sarah dan Deska mulai mengajak mengobrol Meri yang masih terbaring lemah.
"Jadi beneran kamu jatohnya gara-gara kerudung kamu nyangkut di roda?" tanya Sarah penasaran.
Meri mengangguk, "Iya. Mungkin ini bentuk teguran Allah karena selama ini aku tampil berlebihan. Padahal Allah kan nggak suka dengan sesuatu hal yang berlebihan kecuali dalam perkara kebaikan. Mamaku juga padahal udah sering ngingetin aku buat nggak pake kerudung yang kelewat panjang. Cukup sampai menutupi dada aja, tapi aku yang kebawa arus mode beraneka ragam hijab syar'i malah terlena. Lupa akan tujuan utama kalau kita memakai hijab bukan karena ingin terlihat cantik dan modis tapi untuk menutup aurat kita sesuai dengan aturan yang telah Allah tentukan."
Deska beranjak dari duduknya. Dia berdiri di samping Meri, tangan Deska membelai lembut bahu Meri, "Allah Maha Baik. Setiap musibah yang diberikan kepada hambanya pasti mengandung hikmah."
Sarah terdiam. Memperhatikan keduanya. Meri dan Deska adalah temannya di masa kuliah, selama empat tahun lebih mereka bertiga berjuang agar dapat lulus tepat waktu. Dan alhamdulillah mereka bisa lulus tepat waktu.
Selama empat tahun mereka bersama-sama mengarungi masa-masa kuliah. Dan banyak hal yang berubah dalam kurung waktu tersebut. Deska dan Meri yang awal-awal tak berghamis dan berhijab syar'i akhirnya memilih untuk berghamis dan berhijab syar'i saat semester dua dan Sarah yang tadinya tak berhijab akhirnya memilih untuk berhijab, namun tentu apa yang Sarah kenakan masih jauh dari kata sesuai dengan syariat Islam.
Perlahan tanpa terduga terbersit keinginan di hati Sarah untuk mengikuti jejak Deska dan Meri. Dia ingin menggunakan ghamis dan hijab syar'i yang sesuai dengan ketentuan yang telah Allah buat. Dia ingin mulai membenahi dirinya, bukan agar mendapatkan jodoh yang shaleh seperti kebanyakan wanita yang selalu berkoar-koar kalau mereka tengah membenahi dirinya agar mendapat jodoh yang shaleh. Namun dia ingin mulai membenahi dirinya untuk menyambut malaikat maut yang kapan saja bisa datang untuk mencabut nyawanya.
Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.
🍒🍒🍒
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top