1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Sarah beringsut mundur. Jangan bilang kalau sosok Petang yang kini ada di dekatnya adalah arwah penasaran. Dia sayang Petang karena Petang adalah sahabat terbaiknya tapi kalau sudah beda alam lain ceritanya. Rasa sayangnya bercampur dengan rasa takut. Dan rasa takut saat ini mendominasi hati dan pikirannya.
Tanpa sadar secara otomatis Sarah langsung membaca ayat kursi. Kata Neneknya yang sekarang umurnya sudah tujuh puluh delapan tahun setan, jin dan sebangsanya sangat takut dengan ayat kursi. Tidak tahu itu fakta atau mitos.
"Lo lagi baca apa?" tanya Petang saat melihat mulut Sarah komat-kamit, namun tidak terdengar jelas apa yang sedang dibaca.
"Ayat kursi," jawab Sarah, "Lo ngerasa panas nggak?"
Petang mengangguk. Cuaca hari ini memang sangat panas jadi sudah pasti dia merasa kepanasan.
"IH MAMA.....PETANG!!!" Sarah langsung loncat dari gazebo dan berlari masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Petang yang dilanda kebingungan.
"Tuh anak kenapa?" Petang ikut beranjak dari atas gazebo. Menyusul Sarah yang sudah masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumah Sarah langsung mencari keberadaan ibu dan Kakaknya.
"MAMA!!!" Teriaknya heboh, "BANG ARI!!! Ih pada kemana sih? Nggak tahu apa lagi dibutuhin."
"Sarah."
Sarah menjerit saat melihat sosok Petang yang sudah berdiri di ambang pintu, "Please jangan ganggu gue. Gue sayang lo. Tapi kalau udah beda alam lain ceritanya. Gue tetep sayang lo tapi gue juga takut sama lo."
Dahi Petang berkerut. Bahkan nyaris keriting, "Apaan sih lo. Sumpah gue nggak ngerti lo lagi ngomong apa?"
"Karena alam kita udah beda jadi lo nggak ngerti kan gue ngomong apa?"
"Alam apaan sih maksud lo? Emang lo kira gue setan?" Petang berkacak pinggang.
"Elo..kan emang setan," ucap Sarah tergagap.
Mata Petang yang hitam pekat menatap Sarah dengan tajam. Dia merasa tersinggung karena dianggap setan oleh Sarah. Dan hal itu membuat Sarah beringsut ketakutan.
"Jangan marah. Gu..gue ikhlas kok lo pergi. Eh nggak deh.. eh..harus ikhlas tapi yah.. umurkan yang nentuin Allah," racau Sarah membuat Petang bukan hanya kesal tapi juga gemas.
"Apa lo kira setan bisa muncul di siang bolong?"
"Setan jaman sekarang mah kan nggak terjadwal munculnya," jawab Sarah asal.
Petang menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan pemikiran yang ada di kepala Sarah. Ini pasti efek karena kelamaan nganggur. Otak jadi membeku. Bukannya tambah pinter malah jadi bloon.
"Sarah Azkia Hermawan," Petang menyebutkan nama Sarah dengan lengkap, mata hitamnya masih menatap tajam langsung ke mata cokelat Sarah, "Kalaupun nanti gue meninggal. Gue nggak akan jadi setan dan nggak akan punya waktu buat gangguin lo. Kalau pun nanti beneran setan datang dalam wujud gue itu bukan gue tapi setan beneran. Nggak ada yang namanya orang meninggal terus jadi setan."
Mata Sarah mengerjap, "Ja..jadi lo masih hidup?"
Petang tidak menjawab. Dia menghempaskan tubuhnya di atas sofa ruang tamu.
Meski rasa takut masih Sarah rasakan, namun dia tetap memberanikan dirinya untuk berjalan mendekati Petang.
"Be...Beneran lo belum meninggal?"
Petang mengabaikan pertanyaan Sarah. Dia lebih memilih untuk bermain mobile legends dari pada harus bermain drama setan-setan bersama Sarah.
Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Akhirnya Sarah percaya kalau Petang benar-benar bukan setan. Mana ada setan yang betah main mobile legends.
"Lo marah yah?" Sarah mendudukkan tubuhnya di samping Petang, "Ma..Maaf. Habisnya hari ini lo tuh super aneh. Nggak ada angin nggak ada petir tiba-tiba ngomongin soal surga neraka. Kemarin-kemarin kan lo nggak pernah ngomongin surga neraka."
Petang masih memilih diam. Raut marah masih terlihat jelas di wajahnya yang tampan.
"Sori kalau kata-kata gue tadi nyinggung lo. Tapi kan lo tahu sendiri kalau gue tuh penakut. Gue bener-bener takut kalau lo tuh setan. Gue kan belum punya pengalaman ngadepin setan. Jadi gue nggak bisa ngebedain mana yang setan beneran mana yang bukan setan."
Petang masih bergeming. Tidak menjawab, menolehpun tak sudi.
"Kalau lo nggak mau ngasih maaf ke gue udah sana pulang!!! Ngapain lo disini," akhirnya karena maaf tidak kunjung diberikan Sarah jadi ikut marah. Membuat situasi semakin memanas.
Sebagian orang bertambah bijaksana seiring usia bertambah. Namun sepertinya tidak untuk Sarah dan Petang. Hanya umur merekalah yang menua namun cara berpikir mereka masih kekanak-kanakan.
Keduanya sama-sama memilih diam. Petang sibuk dengan ponselnya sedangkan Sarah menatap ke arah layar televisi yang tengah menayangkan acara berita.
"Gila kok ada yah ibu macam gitu? Masa anak sendiri dibunuh. Masalah sepele cuma gara-gara anaknya suka ngompol," ucap Sarah tanpa sadar. Mengomentari apa yang sedang dia lihat, "Ini lagi apa-apaan. Masa umur tiga belas tahun udah mau nikah. Nyari temen tidur. Takut tidur sendirian. Gue aja yang penakut nggak ada niat sedikitpun nyari temen tidur. Bener-bener parah nih bocah."
"Mungkin mereka nggak mau pacaran jadi langsung nikah," sahut Petang yang ternyata ikut memperhatikan apa yang Sarah tonton gara-gara ponselnya kehabisan baterai.
"Tapikan umur mereka muda banget. Tiga belas tahun. Bayangin tiga belas tahun? Bisa apa mereka? Yah kali main rumah-rumahan kalau udah bosen udahan gitu aja."
Kemarahan diantara keduanya menguap begitu saja. Begitulah kebiasaan Sarah dan Petang kalau bertengkar ujung-ujungnya akan berbaikan dengan sendirinya. Tak memerlukan kata maaf dan memaafkan terucap. Hati mereka sudah saling memaafkan tanpa harus ada drama berkepanjangan.
Baik Sarah maupun Petang kini sibuk membicarakan tentang banyak hal. Dari mulai perekonomian di Indonesia yang sedang carut marut sampai tentang tagar 2019 ganti presiden.
"Oh iya nggak sengaja beberapa hari yang lalu gue baca postingan dari salah satu akun yang kayanya berpihak ke tagar dua ribu sembilan belas ganti presiden. Mereka posting tentang hutang negara yang kira-kira udah mencapai sekitar empat ribu delapan ratus empat puluh sembilan triliun. Terus ada yang komen gini. Itu kalau hutang nggak lunas sampai kiamat siapa yang bakal tanggung jawab di hadapan Allah. Presiden kah? Para anggota DPR kah? Atau kita semua baik itu Presiden, Para pejabat dan rakyat tanpa terkecuali. Pokoknya yang tercatat sebagai warga negara Indonesia. Sebabkan itu hutang negara? Bukan hutang individu?"
"Gue rasa dibayar bareng-bareng. Lepas tuh uang dipake buat kesejahteraan rakyat atau buat hal lainnya. Presiden dan Para pejabat kan kita yang milih. Kalau kita nggak milih mereka mana mungkin mereka bisa jadi Presiden dan Para Pejabat kaya sekarang. Dan karena kita yang milih kita harus bertanggung jawab dengan apa yang telah kita pilih. Tapi nggak tahu juga sih. Itu hak prerogatif-nya Allah. Allah sendiri yang bakal nentuin siapa tuh yang bakal bayar hutang negara kalau sampai tuh hutang nggak lunas sampai kiamat."
Percakapan tentang politik terus berlanjut hingga tiba-tiba suara nyaring terdengar dari perut Petang.
"Lo belum makan?" tanya Sarah sambil menahan tawa.
"Belum," Petang menjawab jujur.
"Sejak kapan?"
"Kayanya sejak monas belum ada."
"Nggak lucu."
"Emang nggak niat ngelucu. Bikin mie dong."
"Masa pilot makan mie."
"Pilot jugakan manusia. Selama mie masih masuk ke dalam kategori makanan manusia bukan makanan hewan, maka pilot juga punya hak buat makan mie."
Sarah tertawa sambil berjalan ke arah dapur, "MAU MIE REBUS APA MIE GORENG?" teriaknya dari dapur.
"MIE TIAW ADA?"
"SANA BELI DI PAK TARMIN!"
Petang tertawa kencang.
"NGGAK USAH KETAWA! JAWAB PERTANYAAN GUE. MAU MIE GORENG APA MIE REBUS?!!!" Teriak Sarah tak sabar.
Petang menyusul Sarah ke dapur, "Mie rebus aja. Pake cabe sepuluh biji sama telornya setengah mateng."
Sarah cemberut, "Dikasih hati malah minta ampela. Bener-bener nggak tahu malu."
"Masak mie nya harus ikhlas kalau nggak ikhlas gue nggak mau makan."
"Manja."
"Masalah buat lo?"
"Masalah bangetlah orang lo manjanya ke gue."
Perdebatan terhenti. Sarah fokus mengiris cabe sedangkan Petang memperhatikan tangan Sarah yang terlihat cekatan saat mengiris cabe.
"Lo harus rubah cara pandang lo dalam mencari pasangan hidup. Lo harus nyari calon pasangan yang baik agamanya," ucap Petang saat Sarah telah selesai mengiris cabe.
"Allah itu maha adil. Yang baik untuk yang baik yang kurang baik untuk yang kurang baik," jawab Sarah tanpa memandang ke arah Petang.
"Kalau gitu kenapa lo nggak berusaha untuk jadi baik biar dapat jodoh yang baik?"
"Nanti."
"Nanti kapan?"
"Nanti kalau gue udah nikah. Gue bakal belajar bareng-bareng sama dia."
"Emang lo yakin umur lo masih panjang?"
"Petang!" Sarah menatap tajam ke arah Petang.
"Oke kita berandai-andai aja kalau umur lo bakal panjang sampe nenek-nenek. Terus lo dapat jodoh yang biasa-biasa aja. Terus nanti lo bakal belajar bareng-bareng dia biar jadi orang baik. Apa lo kira itu gampang? Pas udah nikah banyak yang harus dikerjain. Suami lo harus kerja. Berperan sebagai seorang suami sekaligus Ayah. Waktu belajar dia bareng lo kemungkinan cuma sedikit. Lo juga bakal sibuk. Lo bakal berperan sebagai seorang istri sekaligus ibu. Anak-anak lo berhak dapat pendidikan agama yang baik dari lo dan dari suami lo kelak."
Sarah memilih diam. Tidak menanggapi ucapan panjang lebar yang baru saja keluar dari bibir Petang.
"Kehidupan berumah tangga itu tak seindah negeri dongeng Sarah."
"Gue tahu. Jadi gue mohon berhenti ceramahin gue. Lebih baik lo ceramahin diri lo sendiri."
Petang langsung membuat gerakan mengunci mulut dengan tangannya. Tampang Sarah sudah terlihat sangat sangar jadi akan lebih baik kalau dia menghentikan dulu orasinya. Nanti akan dia lanjut lagi kalau perutnya sudah terisi oleh mie buatan Sarah yang pastinya enak walaupun berlabel mie instan.
🍒🍒🍒
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top