Capter 01


Kerajaan Blealor adalah negara kecil yang berdiri di atas tanah terkutuk. Dulu, sekitar 1000 tahun yang lalu, sebuah meteor kegelapan menghantam negri tersebut. Namun, meteor ini bukan batu ruang angkasa biasa. Benda itu adalah aura kegelapan yang di padatkan sehingga saat menghantam, tidak terjadi kerusakan apa pun pada negri tersebut.

Aura kegelapan menyebar ke seluruh negri lalu mengendap dan masuk ke dalam tanah. Karena kegelapan inilah membuat negri ini tidak pernah dituruni salju meski beriklim subtropis. Dalam satu tahun, negri ini hanya dilewati dua musim saja. Di kala seluruh dunia ditutupi salju ketika musim dingin tiba, wilayah Blealor justru masih terlihat hijau. Ibarat seperti noda hitam debentangan sutra putih.

Penduduk dunia memang menganggap peristiwa melegenda itu sebagai suatu fenomena bertanda buruk, tapi tidak bagi penduduk setempat. Mereka justru menganggapnya sebagai berkah. Karena tidak adanya musim dingin, tanaman gandum tumbuh sepanjang tahun.

Benar yang dikatakan oleh para penyair, jika kutukan dan berkah hanya dipisahkan oleh satu garis tipis.

Di antara hutan belantara yang begitu hijau, di ujung barat daya kerajaan, terdapat satu kota kecil yang begitu damai. Bahkan pihak keamanan pun sering terlihat mabuk di bar karena tidak pernah ada tindak kejahatan. Berdiri selama hampir tiga ratus tahun, dan penduduk setempat menamainya Kota Ertonburg.

Hutan belantara yang begitu lebat mengapit kota ini dengan kejam seakan menolak keberadaan permukiman tersebut. Terkadang burung-burung berbagai jenis terbang di angkasa melewati kota menuju rumah mereka di hutan. Angin bertiup pelan. Apabila angin bertiup kencang, nyanyian rimba akan terdengar untuk menakuti anak-anak yang nakal.

Bagian timur kota terdapat sebuah jalan kecil menuju danau tenang yang berbahaya, menampung air dari sungai-sungai yang tercurah dari perbukitan ujung timur kota tersebut. Padang membentang di perbukitan itu, tempat para peternak domba mengembalakan domba-domba mereka.

Rumah-rumah penduduk tersusun dengan rapi, disekat dengan tumpukan batu pualam yang di susun. Untuk yang miskin, akan memagari rumah mereka dengan pagar kayu. Bahkan ada pula yang tidak berpagar. Membuat beberapa kepala rumah tangga harus berhati-hati jikalau ada ular yang masuk ke rumah.

Orang-orang di kota kecil itu terkenal begitu ramah satu sama lainnya. Bahkan kepada pendatang, kekeluargaan terasa sangat kental dirasakan. Meskipun beberapa dekade terakhir, kota itu tidak pernah lagi kedatangan tamu.

Di sudut kota, terdapat sebuah rumah sederhana tanpa pagar, dibangun di atas caga pohon ek. Namun tidak terlalu tinggi, sekitar tiga meter di atas tanah. Satu-satunya rumah pohon yang pernah ada di kota ini. Bisa dikatakan rumah ini adalah rumah paling unik sekaligus aneh selama masa pembangunan.

Rumah itu milik soarang pemuda yang bekerja sebagai tukang kayu. Penghasilan yang tidak terlalu besar untuk membantu para laki-laki pemalas atau penakut untuk mencari kayu bakar di hutan.

Saat matahari mulai ke permukaan, ia sudah berangkat ke hutan untuk mencari modal penghasilan. Ia tidak sekedar mencari kayu kering di sana. Ia juga mencari makanan untuk sarapannya. Seperti buah dan beberapa macam berry hutan.

Nigel. Itulah nama pemuda itu. Seorang tukang kayu miskin namun hidup dengan bahagia. Mewarisi sebuah gerobak dan seekor keledai dari ayahnya, dan juga nama belakang. Yang menjadikannya penerus nama keluarga Sandager.

Kata ayahnya, dulu Keluarga Sandager begitu hebat dan kaya. Bahkan leluhur mereka diceritakan memiliki ilmu sihir. Namun entah karena apa, semua keturunannya selalu mengalami nasib sial. Hingga sampai ke ayahnya dan dirinya. Nigel tidak terlalu peduli dengan masa lalu Keluarga Sandager. Yang ia tahu sekarang, ia cukup bahagia menjalani hidupnya. Dan baginya itu yang terpenting.

Nigel termasuk dalam dereten pemuda tampan di kota tersebut, mungkin katampanannya ia warisi dari mendiang sang ayah. Rambut dan iris matanya berwarna coklat, hampir sewarna dengan kacang. Untuk laki-laki berumur 21 tahun, ia tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu pendek, ukuran normal yang enak dipandang. Tapi karena ia pemuda yang miskin, beberapa wanita menolak untuk menjalin hubungan dengannya.

Sejak kecil, pemuda itu tidak pernah bertemu dengan ibunya, bahkan melihat wajahnya saja. Karena beliau meninggal saat melahirkan Nigel. Dari cerita ayahnya, dan cerita dari penduduk, Nigel bisa menggambarkan seberapa hebat ibunya dan seberapa cantiknya dia. Negel juga bisa menggambarkan seberapa besar cinta ibunya itu padanya, tergambar jelas saat Nigel masih dalam kandungan. Hal itulah yang membuat pemuda itu untuk terus maju dan hidup.

Berbicara mengenai wanita, saat ini Nigel sedang jatuh cinta dengan seorang dara. Bukan kembang desa, namun gadis ini cukup cantik dan ia berhasil mencuri cinta pemuda itu. Nigel sudah menyukai wanita itu sejak lama, sejak pandangan pertama lima tahun lalu.

Wanita itu bernama Diana. Anak seorang janda yang tidak tahu siapa suaminya. Ia bekerja di toko alat sihir milik Tuan Bridget yang selalu ramai meskipun toko-toko di sekitarnya sepi. Namun, akhir-akhir ini wanita itu sangat sulit untuk ditemui.

Karena hidup dengan tidak ada ayah, dan kebutuhan ia dan ibunya sulit di penuhi, membuat Diana mengutamakan uang di beberapa aspek dalam hidupnya.

Nigel tidak mempermasalahkan hal itu. Justru itu ia jadikan semangat untuk bekerja. Mengumpulkan keping-keping uang supaya Diana tertarik dengannya.

Itulah alasannya kenapa sekarang ia ada di hutan belantara seperti ini. Menebang ranting pada pohon mati, membelahnya dan dikumpulkan di gerobak yang sudah terikat pada keledainya.

Saat menelusuri hutan cukup jauh ke dalam, tidak sengaja Nigel menemukan sebatang pohon yang sudah mengering. Tidak ada satu lembar pun daun pada pohon itu menandakan kalau pohon itu sudah lama mati. Bagi Nigel, pohon ini adalah harta karun. Ia tidak perlu lagi berkeliling hutan untuk mencari kayu bakar.

Tapi, pohon ini menjulur ke jurang, dan hampir terperosok. Mungkin sisa akar masih mencengkram kuat membuatnya tetap berdiri kokoh di sana.

Bergegas Nigel menghampiri pohon tersebut dan memanjatnya.

Dengan parang di tangannya, ia mulai menebas setiap ranting yang dekat dengannya. Diayunkan parang itu membuat satu dahan patah.

Nigel terus bekerja tanpa kenal lelah, semua demi sang gadis yang tercinta.

Tak sengaja, kakinya salah menginjak dahan. Nigel terperosok dan jatuh ke jurang.

Suara jeritan merobek dinding tebing yang terjal. Gaya grafitasi menarik Nigel dengan kuat dan menghempaskannya pada dasar jurang. Kepalanya terbentur sebuah batu membuat letupan kecil diikuti banyaknya darah terciprat. Nigel tewas sekatika. Hewan-hewan penguasa dasar jurang – yang terus hidup dalam kegelepan – merayap cepat dan menggerogoti tubuh segar tersebut.

Keledai Nigel terus meringkik sambil meloncat-loncat. Ia ingin menyelamatkan tuannya. Mungkin inilah yang disebut kesetiaan seekor binatang. Sama seperi anjing yang terus menunggu tuannya sampai mati. Keledai Nigel pun sama. Tapi, hewan tetaplah hewan. Keledai itu hanya meringkik dan terus meringkik sampai akhirnya ia berhenti kerena lelah.

*****

Kabut dingin melayang-layang di suatu ruangan remang, membelai halus tangan pemuda yang tampak terlelap di sebuah kursi kayu bersandar. Suhu dingin meresap masuk ke dalam kulit dan menyentuh tulang membuat laki-laki tersebut sentak terbangun. Sebuah ruangan dengan satu lampu kecil menggantung di langit-langit tepat di atas sebuah meja menjadi pemandangan pertama yang ia lihat. Dengan ruangan yang remang dan dingin itu, membuat nuansa mistis terasa kental.

Pemuda itu merasa sedikit aneh sekarang. Ia tidak tahu di mana dia sekarang dan apa yang membuatnya bisa berada di sana. Yang ia tahu, di hadapannya terdapat sebuah meja kerja dengan beberapa tumpukan dokumen yang tinggi. Ia semakin kebingungan.

Suara deham yang di sengaja terdengar dari arah tumpukan berkas tersebut.

Nigel baru menyadari ternyata ada orang di sana. Segera ia membenarkan posisi duduknya.

"Nigel Sandager, tewas karena ...,"

"Maaf," potong Nigel. "Bisakah kau tunjukkan dirimu. Bukankah tidak sopan berbica sambil bersembunyi seperti itu."

Laki-laki itu mendengus, lalu ia beranjak dari kursinya. Terlihat seorang pria dewasa dengan tubuh besar dan kekar berkaca mata sambil membawa buku tebal yang terbuka di tangannya. Nigel tergemap setelah melihat sosok berotot itu.

Pemuda itu merasa sedikit aneh dengan penampilan laki-laki di depannya. Tubuhnya begitu kekar seperti seorang pekerja bangunan, aneh rasanya untuk orang yang bekerja di belakang meja memiliki postur tubuh seperti itu. Apa dia sering membawa dokumen tebal dan berat setiap hari sehingga otot tubuhnya terbentuk.

"Siapa kau? Dan juga, di mana ini? Tempat ini begitu aneh dan dingin," tanya Nigel.

"Aku Zanon, dewa kematian. Sekarang kau berada di akhirat karena kau sudah mati," jelas laki-laki itu.

"Ternyata begitu." Nigel tampak lesu menyadari apa yang ia alami beberapa saat yang lalu benar terjadi, ia jatuh ke jurang dan tewas.

"Menurut catatan, kau tiak pernah terlibat dalam kriminal apa pun. Hidupmu terlihat biasa saja dan kau tampak menikmatinya."

"Aku hanya melakukan apa yang aku bisa selama hidupku. Begitulah aku diajarkan," jawab Nigel.

"Baiklah." Dewa kematian itu menutup buku tebal yang ia baca, kemungkinan besar buku itu adalah buku jalan hidup milik Nigel. Ia melepas kaca matanya dan diletakkan di atas meja. "Aku akan memberimu kesempatan kedua."

"Maksud Anda?" Nigel tidak paham maksud dari perkataan dewa kematian di depannya itu.

Zanon tersenyum. "Aku akan menghidupkanmu kembali."



____________________________

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak. Terimakasih ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top