Bab 4: Santet Me, Senpai!
SELAIN susuk emas dan rambut Skye, mereka masih harus mengumpulkan tujuh macam bahan lainnya; satu botol coca-cola, korek api, lidi, lilin, bawang putih, ketumbar, dan kertas. Semuanya dapat mereka temukan di Alfamart. Mereka pun juga membeli beberapa snack untuk menemani malam mereka.
Sekembalinya di kamar Flo, mereka merapihkan lantai dari tas-tas mereka, meja, serta karpet. Kelimanya duduk di lantai, mengelilingi sebuah boneka voodoo 'jadi-jadian' dan sebuah piring yang sudah diisi dengan batang lidi, bawang putih, serta ketumbar dan ijuk dari sapu di kamar Flo. Di depan kelima gadis, lima lilin kecil menyala. Di samping setiap lilin terdapat lima gelas yang sudah diisi dengan coca-cola.
Ruangan sudah mereka gelapkan dari awal. Hingga mereka berlima hanya dapat melihat satu sama lain melalui temaramnya lampu lilin. Bulu kuduk Deandra berdiri tiba-tiba. Ia tidak suka kegelapan. Apalagi mengetahui dirinya dan teman-temannya duduk mengumpul untuk melakukan santet. Meski bukan papan ouija ... kan tetap saja ... roh jahat selalu mencari-cari kesempatan untuk menghantui orang.
Ketakutan Deandra semakin menjadi ketika Meili berkata dengan suara mencekam, "Mari kita mulai ritual memanggil roh seta–"
Kata-kata Meili terhenti karena Deandra menempeleng kepala Meili agak keras. Meili mengaduh sementara Deandra meninggikan suaranya, "Bego lu! Jangan nakut-nakutin dehh!"
"Sorry, sorry," kata Meili sambil terkekeh.
Gadis bermata oriental itu berdeham, "Semuanya ambil satu potongan kertas."
Sebelumnya mereka telah memotong-motong kertas yang mereka beli menjadi seperempat ukuran A4. "Kita akan menulis sebuah mantra di kertas ini."
Meili membagikan lima spidol kepada masing-masing gadis. Semua gadis sudah bersiap menulis di kertas, kelimanya menatap Meili menunggu gadis itu menyebutkan mantra yang perlu mereka tulis.
"Mantranya adalah," lanjut Meili, "Santet me, Senpai!"
"Woi!" Kali ini Flo yang menempeleng kepala Meili. Lagi-lagi Meili mengaduh. "Masa mantranya begitu?"
"Terus apa dong?" Meili malah bertanya balik. "Kata mak gue mantra itu harus seabstrak mungkin tapi tetap berhubungan dengan tujuan dan target santet."
"Hah?" Kelima gadis itu berseru tidak mengerti. Hal macam apa yang memenuhi kriteria itu, abstrak tapi berhubungan dengan Skye?
"Kan kita mau menyantet Skye, dia itu suka film Jepang. Yaudah, gue mikirnya 'Santet me, Senpai,'" jelas Meili, "Kalian emang punya mantra yang lebih baik?"
Keempatnya mencoba berpikir. Selang beberapa menit, tidak ada dari mereka yang menjawab. "Yaudah, kalo gitu pake mantra gue aja," kata Meili akhirnya, "Toh belum tentu berhasil juga."
Keempat gadis lain mengikuti. Mereka mulai menuliskan kata yang memang abstrak, memang berhubungan dengan Skye, tapi juga konyol, bego, dan tidak masuk akal.
Setelah semuanya selesai menulis, Meili menunjuk ke arah piring seakan berkata agar mereka meletakkan kelima kertas itu di atas piring. Keempatnya menurut, mereka menumpuk kertas itu di atas lidi, ijuk, bawang putih, dan ketumbar. Lalu Meili membuka tangannya ke arah Deandra. Deandra langsung mengerti dan menyerahkan tabung reaksi yang berisi rambut Skye kepada Meili. Gadis tergila di kelompok mereka itu mulai membuka kapas penutup tabung reaksi kemudian menumpahkan isinya ke telapak tangannya. Kemudian lagi-lagi ia meletakkan rambut itu di atas tumpukan kertas di piring.
"Setelah gue bakar kertas di piring, kita harus bergandengan tangan kemudian menyebut mantra itu tiga kali. Lalu Deandra harus menyebutkan kemauannya kemudian menancapkan susuk ke dada boneka voodoo. Mengerti?" Tanya Meili.
"Tunggu," kata Anchilla, "Coca-cola-nya buat apa dong?"
"Buat kalau haus–"
Untuk ketiga kalinya kepala Meili ditempeleng kembali. Tetapi kali ini bukanlah tangan seseorang yang memberikan rasa sakit, melainkan sebuah bantal yang dilempar oleh Anchilla. Bantal itu membuat tubuh Meili jatuh ke belakang, hampir saja menumpahkan gelas berisi coca-cola miliknya. Cahaya lilinya pun sempat redup seketika karena angin dari lemparan itu, namun kemudian menyala kembali.
Meili terkekeh. "Kan coca-cola enak!"
Ia dengan cepat mengesampingkan bantal lemparan Anchila dan berdeham kembali. Membuat suasana kembali serius. "Instruksi gue tadi udah jelas kan?"
Keempat sahabatnya mengangguk.
"Oke, here we go."
Meili mengambil sebuah korek api dari kotaknya kemudian menggesek batang korek api itu pada sisi kotak. Sebuah percikan api muncul diikuti dengan cahaya kecil berwarna oranye kemerahan. Meili mengarahkan api itu pada kertas di piring. Dalam sekejap, api merambat di seluruh kertas di atas piring. Tulisan-tulisan yang sebelumnya mereka tulis menjadi tak terlihat seketika kertas berubah hitam dan menghilang. Ketumbar, lidi, dan ijuk serta bawang putih di bawah kertas itu juga ikut terbakar.
Bau bakar mulai tercium kuat di seluruh ruangan. Berikut dengan bau bawang putih yang gosong. Kepulan asap kecil mulai muncul dari piring.
Kelima gadis itu mulai bergandengan tangan. Sesuai aba-aba Meili, mereka menyerukan mantra konyol mereka.
"Santet me, senpai! Santet me, senpai! Santet me, senpai!"
Lalu Meili menyerahkan boneka voodoo dan susuk emas kepada Deandra. Deandra harus berusaha keras menelan gumpalan di tenggorokkannya sebelum akhirnya menerima barang-barang itu dari Meili. Bulu kuduknya masih berdiri namun ia berkali-kali meyakinkan diri bahwa santet ini hanyalah roleplay semata.
Deangan boneka voodoo di tangan kiri dan susuk emas di tangan kanan, ia menenangkan jantungnya yang menderu keras.
Lalu ia menutup matanya dan dengan pelan berkata, "Skye, beri aku tanda apakah kamu suka padaku atau tidak." Kemudian Deandra membuka matanya dan langsung menghujam dada boneka voodoo itu dengan susuk emas.
Matanya sempat menutup ketika Ia menusuk boneka itu, takut bilamana sebuah kekuatan tiba-tiba muncul seperti yang sering difilmkan. Atau bilamana dirinya tiba-tiba menjadi kejang. Tak lama, ia membuka satu mata kemudian mata satunya. Tidak ada yang terjadi. Matanya kini mencari Meili menunggu instruksi lebih lanjut.
"Sekarang taro boneka itu di atas piring." Deandra mengikuti instruksi Meili.
Tak lama bara api juga mulai melahap boneka voodoo yang sebenarnya adalah gantungan kunci tas Lizzie.
Kelima gadis itu menunggu, entah berapa lama, hingga boneka itu sudah menjadi abu hitam legam. Piring Flo pun kini memiliki bercak-cercak hitam karena panasnya api. Mereka dapat merasakan bahwa masing-masing dari mereka cukup tegang, mengantisipasi akan apa yang terjadi berikutnya.
"Jadi ...." akhirnya Anchilla yang mulai berkata, memecah keheningan, "Sekarang apa?"
Meili melepaskan genggamannya pada Deandra di sisi kanannya dan Flo di sisi kirinya. Gadis itu mengambil gelas berisi coca-cola dan menyeruputnya dengan keras.
"Ya ... kita lihat saja besok target santet kita bagaimana."
Deandra pun melepaskan genggamannya pada Lizzie, Lizzie melepaskan genggamannya pada Anchila, begitu juga Anchilla dan Flo. Merasa tiba-tiba haus, Deandra mengikuti Meili untuk menyeruput coca-cola. Ternyata ketiga sahabat lainnya juga ikut menyeruput coca-cola masing-masing. Deandra sempat curiga apa santet memberikan efek haus? Tetapi dia tidak yakin.
Masa sih santet bikin haus? pikirnya, jadi dia tidak menanyakan hal itu. Lagipula, santet ini harusnya hanyalah roleplay saja, tidak benar-benar berhasil.
Meski ... kalau benar berhasil akan menguntungkan untuk Deandra.
"Welp," kata Anchilla, "Tadi itu ... biasa aja." Nadanya kecewa.
"Gue pikir bakal seru."
"Setidaknya sekarang kita bisa bilang ke anak-cucu kalau kita pernah melakukan santet dan selamat," kata Lizzie.
"Sekarang kita mau ngapain?"
"Hellowww," seru Flo, "Kamar gue udah bau kamar kremasi sekarang. Jadi tentu saja kita akan beres-beres sampai kamar gue bersih terus kita bobo. Besok kita ada kuliah jam 10."
Keempat gadis lain memberikan hormat pada Flo, "Maam, yes, maam!"
Berakhirlah malam kelima gadis itu mencoba melakukan santet dengan membereskan kamar Flo hingga seperti semula. Semua bahan untuk ritual santet mereka buang kecuali lilin yang dapat dipakai ulang. Piring santet saja mereka buang karena sudah menghitam legam.
Mereka pun menghabiskan satu botol coca-cola hingga tak bersisa sembari menceritakan luapan hati satu sama lain. Pun menggosip mengenai teman mereka yang lain, selayaknya pertemanan gadis biasa.
Tetapi tentunya mereka jauh lebih gila dari pertemanan gadis manapun. Karena mereka mencoba santet.
Sekarang, mereka akan membayar kegilaan itu.
Tenanggg, gue ga akan mengubah cerita ini jadi cerita horor kok gue janji. Kan tujuan utama cerita ini untuk menghibur.
WKKWKKWKWKKW
Jangan lupa comment, vote, dan feedback... kalo ga disantet ama Deandra HAHAHA
jk jk jk....
i luv u all
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top