Bab 28: Tenggelam
MEREKA bersembilan kini duduk melingkar dalam gelap di selasar gedung C. Hanya empat lampu senter dan cahaya dari ponsel masing-masing yang menemani mereka.
Ketika menemukan Anchilla, Deandra dan Meili langsung menghubungi yang lain untuk segera ke gedung C. Namun karena Anchilla meminta untuk tidak memberitahu orang tuanya terlebih dahulu, mereka akhirnya memutuskan untuk duduk sebentar.
"Bahkan Renald, Milo, Nana, dan Galih ... kalian datang," kata Anchilla dengan suara yang tercekik.
"Chil," panggil Deandra. Kemudian gadis itu memeluk Anchilla kembali. Begitu juga Meili, Lizzie dan Flo. Untuk beberapa waktu mereka berdiam di posisi itu sebelum kembali duduk di posisi masing-masing. "Of course we'd come."
"Lu berharga buat kita semua," kata Flo.
Anchilla berusaha menghapus tangisannya namun bulir-bulir air mata itu terus saja menurun. Tangannya terus menerus harus mengusap kedua matanya yang semakin lebam.
"Chil ...," mulai Deandra, "maafin gue ya." Deandra menatap sahabat-sahabatnya satu per satu. "Maafin gue ya gais." Gadis itu mulai merengek.
"Maaf gue terlalu stuck ama Skye huhuhu ...." Seperti baru teringat sesuatu, Deandra menutup mulutnya.
"Gue udah tahu kok," kata Galih. Renald, Milo, dan Nana juga sudah diberitahu Galih dalam perjalanan.
"Gila juga kalian," kata Renald, "Mainnya santet. Ckckckc."
Tiba-tiba Meili, yang duduk di samping Renald, meledak dalam tangisan yang tersedu-sedu. Renald sampai meloncat sedikit di tempat duduknya karena terkejut.
"HUAAAAAA....." tangis Meili. "Se– sem– uuaaa... sa– sa– lah... gu– gue... HHHUUAAAAA ... ka– kalo aj– a gu– e... ga... nya ... nyaranin san– santet... HHHUUUAAAAAA–"
Flo yang duduk di samping Meili langsung memasukkan tisu demi tisu ke mulut Meili. Tangisan Meili terus saja berlanjut sampai gumpalan tisu di mulutnya sudah cukup banyak. Wajahnya jelek sekali. Untuk penerangan di gedung itu redup, sehingga tidak begitu kelihatan.
"Hantu aja jadi takut ama wajah lu, Mei," Lizzie menyuarakan pikiran yang lain, "Jelek banget sumpah."
Karena gumpalan tisu di mulutnya semakin banyak, Meili tersedak dan terbatuk mengeluarkan tisu itu ke lantai. Serempak semua orang berteriak jijik.
"Ma– maksud gue... coba aja kalo gu– gue ga nyaranin santet waktu itu. Kita... masih bakal dekat. Da– dan Anchilla ga perlu..." Meili hampir saja menangis kembali bila Flo tidak memasukkan tisu ke dalam mulutnya lagi. Gadis itu memberikan Flo tatapan jengkel.
"Maafin gue juga yang udah bikin kalian khawatir," kata Anchilla. "Gue ... cuma merasa sesak aja di rumah."
"Sepertinya kalian butuh waktu berlima," kata Galih. Pemuda itu menatap tanpa kata pada Renald, Milo, dan Nana. Ketiganya mengangguk balik. Kemudian eempat sosok itu berdiri dan mulai beranjak. "Kita tunggu di bawah ya," kata Galih kembali sambil mengecup Flo. Lalu tinggallah mereka berlima duduk setengah melingkar dalam kegelapan.
Secara impulsif, Anchilla merebahkan tubuhnya di lantai selasar. Melihat itu, keempat sahabat lainnya mengikuti. Mereka tiduran di samping Anchilla, seperti saat mereka tiduran di atas kasur kamar Flo sekitar sebulan yang lalu. Seperti saat sebelum semua ini terjadi. Sebelum santet, sebelum Skye, dan sebelum pecahnya persahabatan mereka.
Anchilla mulai menceritakan mengenai pertengkaran orang tuanya yang sudah berlangsung lama. Kemudian mengenai rasa kesepian dan kesendiriannya. Terkadang gadis itu menitikkan air mata satu atau dua kali.
Semua mendengarkan dengan khidmat, tidak ingin menyela Anchilla.
Udara malam itu dingin. Namun kehangatan dari tubuh masing-masing gadis itu mampu membuat masing-masing merasa cukup hangat.
MEILI selalu menganggap Anchilla adalah salah satu dari mereka dengan mental terkuat. Perawakannya selalu santai, ia selalu tersenyum dan tidak pernah gegabah. Meili tidak menyangka selama ini perempuan itu menyimpan begitu banyak ketakutan dan luka.
Ke mana dirinya selama Anchilla berjuang melawan itu semua sendirian? Apalagi Meili adalah pencetus ide santet itu. Ia adalah akar dari permasalahan mereka.
Ia merasa malu karena telah merasa keadaannya dengan Rangga dan Skye adalah yang paling bermasalah. Pada dasarnya, semua orang memiliki permasalahan masing-masing.
FLO selalu dapat bersandar pada Anchilla yang dewasa dan bijaksana. Sikapnya yang santai membuat semua orang mengira ia adalah yang paling stabil di antara persahabatan mereka semua.
Namun nyatanya kekuatan itu menutupi segala perjuangannya dalam gelap. Flo tidak habis pikir. Bila ia adalah Anchilla, ia merasa dirinya tidak akan bertahan sampai sekarang.
Ia mengira situasi dirinya yang sudah mempunyai pacar namun tiba-tiba menyukai Skye adalah yang paling berat. Ternyata ia salah. Semua orang memiliki jatah beban masalah masing-masing. Tidak ada yang mutlak terbilang berat atau ringan. Hidup memang rumit dan kompleks, layaknya benang-benang kusut yang menyatukan semua kejadian.
LIZZIE merasa bersalah karena tidak begitu 'ada' untuk Anchilla ketika gadis itu membutuhkan sosok teman. Lizzie selalu menjadi orang yang ketika ia fokus pada suatu hal, ia mengerahkan segala usahanya untuk hal tersebut. Kelemahannya adalah, terkadang ia terlalu terpaku pada hal itu sehingga melupakan hal yang lain.
Ia telah melupakan sahabatnya sendiri. Ia telah membiarkan sahabatnya itu berjuang sendirian. Padahal selama tiga tahun mereka lah yang selalu mendukung Lizzie.
Kali ini, ia berjanji tidak akan melupakan sahabat-sahabatnya kembali.
DEANDRA termenung setelah mendengarkan cerita Anchilla.
"Aku cuma butuh udara sebentar," lanjut Anchilla, "kupikir kalau di sekitar perumahan, orang tuaku akan dengan cepat menemukanku. Tapi kalau di sini ... setidaknya aku bisa sambil–"
"Kasih makan kucing," sahut keempat sahabat yang lain bersamaan. Lalu mereka tertawa kecil, termasuk Anchilla akhirnya tersenyum pula.
Mereka terdiam sementara. Dua lampu senter masih bersinar dan digenggam oleh Lizzie dan Deandra. Keduanya menyorot lampu ke arah langit-langit gedung. Sementara dua senter lain di bawa oleh Galih dan Milo.
"Gue merasa," mulai Lizzie. Jemarinya membuat bentuk-bentuk aneh di atas lampu senter. Bayangan jemarinya yang muncul di atas langit-langit gedung terlihat seperti sedang menari. "Kita semua terlalu terlarut dalam permasalahan kita masing-masing. Awalnya kita berada di atas kapal yang sama."
Lizzie mengepalkan tangannya di atas lampu senter.
"Liz, itu batu. Bukan kapal...." kata Meili pelan.
"Tapi terus sebuah ombak menerjang kapal kita." Lizzie menghiraukan perkataan Meili. "Terus kita terdampar di lima titik yang berbeda. Ombak itu terus menerjang dan menerjang kembali." Tangan Lizzie bergerak seperti ombak di atas senter.
"Awalnya kita mencoba untuk membentuk kapal kembali. Namun debur ombak terlalu kuat untuk kita. Dan kita mulai fokus untuk menyelamatkan diri sendiri. Lama-lama kita lupa tujuan kita untuk membentuk kapal kembali. Ombak sudah membuat lokasi kita semakin terpencar di laut."
"Kita terlalu terlarut pada dunia kita sendiri hingga kita lupa bahwa kita membutuhkan satu sama lain untuk menjadi sebuah kapal. Tanpa satu sama lain, kita sama saja sudah tenggelam."
Lizzie kemudian menutup seluruh permukaan senter dengan telapak tangannya, menghalangi sorotan sinar terpancar di langit-langit gedung.
Untuk sementara waktu, mereka terdiam. Analogi Lizzie begitu dalam hingga mereka butuh waktu untuk meresapinya.
"We're a mess," sahut Flo akhirnya pada udara malam. "Pertemanan gila macam apa yang sampai nyoba santet, coba? Dan kita mahasiswa kedokteran, lho! Kita seharusnya masuk populasi manusia yang skeptis dengan hal-hal berbau mistis."
Keempat gadis lain malah justru tertawa mendengar penjelasan Flo yang panjang lebar. Mereka menertawai diri mereka sendiri yang bodohnya melakukan santet. Flo pun akhirnya tertawa keras.
"Dan mantranya, 'Santet Me, Senpai!'" Kelima gadis itu tertawa semakin keras. "Goblok kita."
"Terus ... terus," sambung Meili di sela-sela ketawanya, "Kita semua jadi suka satu cowo yang sama. Dan Rangga malah mulai ngejar gue gara-gara gue pindah hati."
"Galih cemburu woi gara-gara gue mulai suka Skye," kata Flo kembali.
"Nilai gue juga menurun gara-gara Skye," lanjut Lizzie, "Dan Anchilla jadi ga punya kesempatan untuk cerita."
"Wow. Padahal gue pikir kita adalah tipe cewek independen yang ga akan terpengaruh ama cowok. Tapi sekalinya kita semua suka cowok yang sama... Damn, we're so basic."
"Kita bahkan ngorbanin persahabatan kita untuk satu cowok. We are very very basic," Flo menyetujui pernyataan Lizzie.
"Jujur, gue malu sih," kata Meili. Keempat gadis lain juga mengiyakan. "We are better than this," kata Deandra. Tanpa perlu kata-kata apapun, kelima gadis itu tahu kebenaran dari kata-kata Deandra.
Mereka lebih baik dari ini. Mereka lebih baik dari segala kecemburuan, kekecewaan, dan keegoisan yang selama ini mereka tunjukkan.
"Kalau dipikir-pikir," kata Meili, "cinta itu berantakan, ya?"
"Kehidupan cinta kita berlima naas banget, woi," lanjut Meili, "ga ada indah-indahnya. Adanya kayak benang yang saking ruwetnya udah ga bisa dilurusin."
"Ga cuma cinta dengan pasangan atau orang spesial. Tapi juga cinta antara teman dan antara keluarga."
Entah kenapa Deandra teringat kejadian dengan Skye beberapa jam yang lalu. Ia memiliki momen berdua dengan Skye, ia dapat mengenal lebih dekat sosok Skye. Itu ... indah. Namun bila bayaran untuk momen itu adalah menenggelamkan para sahabatnya ... maka Meili benar betul. Kehidupan cinta yang sebenarnya sangat kompleks dan rumit. Ada alasan mengapa cerita cinta di dongeng-dongeng selalu didambakan. Karena mereka tidak pernah terjadi.
Pada kenyataannya, tidak ada pangeran berkuda putih atau cowok dingin nan tampan yang akan berubah manis untukmu. Dan frase, "Love always win" atau dalam bahasa indonesia, "Cinta selalu menang"? Itu benar. Namun tidak selalu cinta pada pasangan yang dimaksudkan, bukan?
Cinta memiliki beragam bentuk. Terkadang, kau harus mengutamakan cinta pada keluarga. Di lain waktu, kau harus mengedepankan cinta pada sahabat. Atau bahkan pada negeri dan dunia ini.
Namun yang harus kau sadari adalah ... cinta tidak selalu dapat menjadi solusi dari permasalahanmu. Jadi, janganlah terbutakan sepenuhnya oleh perasaan yang kau sebut 'cinta.' Sebelum kau memilih cinta, pikirkanlah bayaran yang harus kau tanggung. Apakah sepadan?
Jawabannya tentu berbeda-beda untuk semua orang.
Bagi Deandra, dia sudah memutuskan jawabannya.
–Bersambung–
Good luck buat ujian biostats nya hari ini WKWKKW
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top