Bab 26: Keputusan

LIZZIE terpaku melihat rentetan huruf yang muncul di layar laptopnya. Rasanya seperti ada yang baru saja memukul dadanya. Seperti ada jangkar yang membawa tubuhmu ke dasar laut terdalam. Ia menyesal. Sangat. 

Segala usahanya ternyata belum cukup. Ia belum cukup. 

Untuk pertama kalinya, Lizzie mendapat nilai B- terpampang di laporan nilainya. Dan ia rasanya ingin mengubur dirinya di dalam tanah. 

Gadis itu bersandar di kursinya, wajahnya ia dongakkan menatap langit. Hembusan napas panjang ia keluarkan. Kemudian dengan cepat, ia berseru, "Shit!" Erangan muncul dari mulut Lizie setelah itu, seakan luka pada harga dirinya berwujud nyata. 

Lizzie langsung tahu alasan nilainya menurun. Tidakkah itu jelas? 

Skye. 

Ya. Selama sebulan setengah ini Lizzie terlalu terpaku berusaha untuk menghapus efek santet. Kemudian terlalu terpaku terhadap rasa sukanya pada Skye ... juga untuk menyalahkan Deandra karena cemburu. 

Tidak hanya cemburu, Lizzie terutama kecewa terhadap Deandra. Gadis itu bertindak tanpa memerhatikan perasaan sahabat-sahabatnya. 

Ah, tapi memang ... ketika sahabat menyukai seorang yang sama, hasilnya pasti tidak baik. Lihat saja kita, pikir Lizzie. Tiga tahun menjadi sahabat, saling mendukung, dan menjadi alasan bertahan di kuliah ... hilang begitu saja ketika mereka semua menyukai pria yang sama. 

Betul sih, semuanya menyukai Skye karena efek samping santet. Namun, memangnya rasa suka dari efek samping santet tidak se-asli suka secara natural? Ketika kau menyukai seseorang kau menyukainya. Tidak perlu alasan dan tidak perlu logika. Rasa suka itu, seperti perasaan pada umumnya terjadi secara natural. 

Begini, dalam evolusi, otak primitif yang terbentuk terlebih dahulu adalah otak tengah. Daerah otak tengah berhubungan dengan segala aktivitas untuk keselamatan hidup, untuk survival. Daerah itu yang mengatur insting, memori, dan juga emosi. Tahap evolusi selanjutnya adalah kemunculan neocortex, atau otak bagian luar yang terdiri dari otak besar dan kecil. Bagian otak ini berfungsi untuk berpikir, mengkoordinasi, dan menerima persepsi. 

Jadi mereka yang menganggap emosi adalah untuk orang yang lemah, berarti mereka belum pernah mempelajari otak mereka sendiri. Emosi dan rasa adalah hal naluriah dan primitif untuk manusia. Kita merasa terlebih dahulu sebelum kita berpikir. Sensasi diterima oleh saraf terlebih dahulu sebelum otak kita dapat mengategorikan serta memberi arti untuk sensasi itu. 

Kita tidak bisa mengontrol perasaan kita. Ketika kita merasakan sesuatu, kita hanya merasakannya. Namun, yang bisa kita lakukan adalah ... mengontrol keputusan yang kita ambil atas rasa itu. Bukanlah sesuatu yang mustahil untuk melatih diri kita agar tidak mengikuti impulsivitas yang ditimbulkan perasaan. Itulah arti menjadi dewasa. 

Lizzie pikir ia sudah cukup dewasa dalam mengatur hidupnya sendiri. Sayangnya, ternyata ketika sebuah perasaan mendatanginya secara tiba-tiba dan tanpa peringatan ... respon rasionalnya terlambat. Ia terlalu terlena dengan perasaan itu hingga melupakan ambisi serta komitmennya untuk belajar. 

Juga melupakan bahwa persahabatannya seharusnya lebih penting dari pria manapun. 

Dibandingkan pemuda yang baru disukai selama sebulan setengah, tentu sahabat yang selama tiga tahun jauh lebih berharga. Kenangan demi kenangan mulai membanjiri Lizzie. Mereka yang mendengarkan Lizzie ketika dirinya merasa tidak percaya diri, merasa tidak cukup. Mereka dengan semua luka dan cerita pilu yang selalu menginspirasi Lizzie. Mereka yang selalu tegar dan memberi Lizzie semangat bahkan ketika mereka memiliki masalah masing-masing. 

Tak terasa sebuah bulir air mengalir turun di pipi Lizzie. Ia merindukan sahabat-sahabatnya.

Apa gunanya mengikuti perasaan pada seorang pria bila kau akan kehilangan orang-orang yang telah menjadi pilar hidupmu selama ini? 

Ah, Lizzie sangat menyesal. Ia menyesal akan pilihannya. Ia menyesali kata-katanya pada Deandra. Ia menyesal telah bertindak kekanak-kanakan. 

Ia memutuskan. Saatnya ia menjadi dewasa dan mengambil kembali hidupnya. Perasaan boleh saja memengaruhinya, itu adalah hal natural. Namun perasaan tidak akan mengendalikan hidupnya. 

Saat itu juga ponselnya berdering. Seseorang telah menghubunginya. Ia melihat nama pemanggil di layar itu. Meili. 

Kebetulan sekali, pikir Lizzie. Ia langsung menekan tombol hijau untuk menerima panggilan dan hendak membicarakan pemikirannya pada Meili. 

"Mei, gue habis berpik–"

Belum sempat Lizzie menyelesaikan satu kalimat, Meili sudah memotongnya, "Liz! Anchilla bareng lu ga?" Nada Meili terdengar panik dan mendesak. 

"E– engga ... Anchilla kenapa?"

"Anchilla kabur dari rumah!" seru Meili. 

"Apa?"

Lizzie langsung melihat jam dinding di kamarnya. 

"Ini jam 8 dan dia ga ada di rumah?"

"Dia sempat pulang katanya," lanjut Meili dengan cepat, "tapi trus dia menghilang dari kamar. Dia ninggalin pesan ke orang tuanya. Dia juga ninggalin pesan ke grup chat kita."

"What?"

"Gini gini, lu di mana Liz?" tanya Meili.

"Di rumah."

"Lu bisa ke univ sekarang ga? Kita cari Anchilla bareng-bareng."

Tidak perlu berpikir dua kali, Lizzie langsung mengiyakan, "oke oke. Gue bakal minta ortu gue minjemin supir. See you there."

Setelah menghentikan panggilan, Lizzie baru menyadari bahwa degup jantungnya berdetak dengan liar. Anchilla adalah gadis yang pintar menjaga diri dan selalu tenang. Ia tidak impulsif, juga tidak suka mencoba hal yang gila. Ia adalah seorang yang tidak pernah terpikirkan oleh Lizzie untuk kabur dari rumah. 

Jadi kenapa? Ada apa?

Lizzie langsung memeriksa grup chat. Matanya membelalak melihat pesan terakhir yang dikirim Anchilla. Kemudian dia teringat bahwa tadi siang Anchilla sempat ingin menceritakan sesuatu. Namun tertimbun dengan pembicaraan soal Skye. 

Lagi-lagi soal Skye. 

Kali ini, tidak boleh lagi. Tidak boleh lagi seorang pria merusak hubungan persahabatan mereka. 

Dengan tekad mantap, Lizzie mengambil jaket dan tas kecilnya serta sebuah senter. Kemudian melangkah keluar dari kamarnya. 

Kali ini, ia akan memilih sahabat-sahabatnya dan juga dirinya sendiri. 



15:34

Anchilla

Hey guys. I'm fine kok. Cuma butuh udara segar. Please don't look for me. 

Tapi gue mau berterima kasih ke kalian. Kalau bukan karena kalian, mungkin gue udah ga bisa tahan di dunia ini sampai selama ini. Kalian saking kocaknya bisa bikin gue pingin lebih lama bareng kalian. I am grateful for you all. Maaf sampai akhirnya gue ga bisa bantu mematahkan efek samping santet. Gue harap kalian bisa dapet happy ending kalian masing-masing.

I love you all.

19:43

Deandra

@anchilla lu di mana???!! Lu ga papa???

@anchilla plisss jawab gue

@anchilla

@anchilla 

20:01

Flo:

@anchilla plis jawab call gue dong... PLISS PLISSS

Meili:

@anchilla at least kasih tahu kita lu di mana. Kita ga perlu kasih tahu orang tua lu dulu. 

Tapi plisss kasih tahu kita. Apa yang kita bisa bantu?

Lizzie:

@anchilla Please don't disappear on us...

Ga ada kita tanpa lu, WOI!

–Bersambung–

kalo harus milih antara pacar dan sahabat, kalian pilih siapa?

Jangan lupa vote dan comment yaa <33

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top