Bab 22: Ambiguitas dan Ironi
DEANDRA melihat senyum Skye mengembang. Degup jantungnya sudah tidak secepat Usain Bolt, tetapi masih terbilang cepat. Sinar matahari sore menyinari rambut dan satu sisi wajah pemuda itu, membuatnya –di mata Deandra, terlihat begitu menawan.
"Ini tempat yang sering gue datengin," kata Skye yang sudah berdiri di samping Deandra. Pandangan pemuda itu menatap ke kejauhan. Manik hitamnya menangkap pemandangan Kota Depok yang dihiasi matahari senja.
Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul di benak Deandra.
"Eh? Gapapa nih lu bawa gue ke sini?" Tanya Deandra hati-hati, "Kalau akhirnya gue jadi sering datang ke sini gimana?"
Skye mengankat kedua bahunya dengan santai. "I don't mind."
Deandra tersenyum.
"Lagian cuma pemegang kunci apartemen dan staf yang bisa menaiki lift."
Apa? Senyum Deandra mereda.
"Jadi ... Lu sebenernya cuma pingin menyombongkan tempat keren lu aja kan? Lu ga bener-bener mau menghibur gue nih?" Bibir Deandra sedikit mencibir. Ia melipat kedua tangannya di dada.
Skye tertawa pelan mendengar pernyataan Deandra.
"Oh gitu? Oh gitu, Skye?" Tanya Deandra. Gadis itu berusaha keras mengeluarkan nada jenaka meski rasanya seperti ada gumpalan di tenggorokannya. Ia tidak percaya diri dengan kemampuan poker face-nya maka ia tetap menatap pemandangan dan bukannya menatap Skye.
"Iya."
Deandra berkedip. Gadis itu perlu berkedip beberapa kali ketika mendengar jawaban datar Skye.
BRUH???!!
Deandra memutar tubuhnya perlahan dan menemukan Skye telah menatap wajahnya. Sebuah senyuman lebar berkembang di wajahnya. Lesung pipinya lagi-lagi terlihat.
"I'm kidding!!" Skye tertawa lepas. "Call me anytime you want to come here."
How about if I want to see you instead?, pikir Deandra dalam hati. Kalimat itu sudah berada di ujung lidah Deandra. Tetapi ia tidak memiliki keberanian untuk mengutarakannya.
Atau haruskah ia ambil risiko untuk mengutarakan perasaannya? Bukankah Skye yang berinisiatif membawanya ke sini adalah sebuah tanda? Skye juga baru saja berkata bahwa Deandra dapat menelpon Skye kapan saja. Ini tanda-tanda, bukan?
Tapi ... bagaimana bila bukan? Bagaimana bila semua tindakan Skye, pemuda itu lakukan dengan alasan hanya teman? Atau bahkan hanya ia lakukan untuk berbuat baik saja. Bagaimana bila semua ini hanya ambiguitas belaka dan bila tiba-tiba Deandra menyatakan perasaannya Skye akan bingung?
Deandra seakan sedang memetik satu per satu helaian mahkota bunga dalam pikirannya.
Skye suka gue. Skye ga suka gue. Skye suka gue. Skye ga suka gue.
Begitu terus berulang-ulang dalam benaknya. Setiap kali ia mengulang kalimat yang sama, otaknya memunculkan beragam argumen untuk menolak kalimat itu. Beragam skenario juga mulai muncul. Otaknya kini menjadi spiral pemikiran yang seakan tanpa ujung.
Skye suka gue. Skye ga suka gue. Skye suka gue. Skye ga suka gue.
Utarakan perasaan. Tidak utarakan. Utarakan perasaan. Tidak utarakan.
Akhirnya pemikiran Deandra menjadi terlalu larut dan lama. Hingga akhirnya jendela oportunitas untuk Deandra mengutarakan perasaan menghilang.
Skye duduk di piinggir bangunan. Kedua kakinya menyelip di bawah pagar bangunan hingga menggantung di sisi gedung. Ia menepuk lantai gedung di sampingnya dua kali, mengajak Deandra untuk duduk di sampingnya.
Deandra menghela napas. Ia akhirnya menurut dan duduk di samping Skye.
"You wanna talk?"
Deandra memegang pagar bangunan dengan kedua tangannya. Ia menempelkan jidatnya pada besi pagar yang dingin. Kemudian ia memutar wajahnya ke arah Skye. Lalu ia menghela napasnya untuk kedua kali.
"Lu benar," lanjut Deandra, "Gue lagi berantem dengan sahabat-sahabat gue. Gue ga bisa kasih tahu lu kenapa. Tapi hal itu menyebalkan banget. Dan gue..."
Tenggorokan Deandra seperti tercekat. Ia memalingkan wajahnya kembali menatap pemandangan karena sebuah bulir mengancam untuk turun.
Deandra menghelap napas untuk ketiga kalinya. "Gue ga tahu harus apa untuk memperbaikinya."
Skye terdiam untuk sesaat. Deandra mulai menyesal telah bercerita mengenai permasalahannya. Bagaimana bila Skye menganggap masalahnya sebagai hal yang sepele dan lebay? Ah, harusnya Deandra tidak perlu bercerita sama sekali ....
Tetapi pemikiran Deandra terhentikan ketika ia merasakan sebuah tangan mengusap punggungnya dengan lembut. Deandra sempat kaget dengan sentuhan itu.
"Hei ...," Skye berkata pelan, "It's okay ...."
Tangan pemuda itu yang lain menangkup satu tangan Deandra yang memegangi pagar besi. Deandra tidak sadar ketika buku-buku jemarinya sudah memutih.
"Jangan nangis, De ...," bisik Skye, "Kan gue bilang nanti orang-orang bakal nganggap gue jahat kalo mereka lihat lu nangis bareng gue."
Nangis?
Tepat saat itu Deandra merasakan percikan air di atas punggung tangannya.
"Hei ...."
Satu tangan Skye kini mengusap pipi Deandra. Entah bagaimana, sebuah rintihan keluar dari mulut Deandra. Seperti bendungan yang pecah, segala perasaan yang Deandra tampung dalam hatinya kini tertumpah ruah dalam bentuk tangisan. Ia menangis tersedu-sedu. Ia bahkan tidak ingat bagaimana dia bisa meledak dalam tangisan begitu saja.
Kedua alis Skye bertaut. Pemuda itu terlihat kebingungan. Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi seorang perempuan yang menangis. Tangannya mulai terasa canggung di pipi Deandra.
Tetapi dalam momen itu, Deandra tidak sempat untuk memikirkan hal lain. Tanpa pemikiran lagi, Deandra membenamkan wajahnya pada dada Skye. Kedua tangan perempuan itu dengan cepat merengkuh tubuh Skye. Ia meremas kain kemeja Skye sementara air matanya mengalir deras.
Kedua tangan Skye sempat menggantung di udara sebelum akhirnya ia mulai mengelus kepala dan punggung Deandra.
"Shhh ...." Skye terus mengelus rambut Deandra. Kini pemuda itu seakan sudah menemukan ritme untuk melakukannya.
Tindakan Skye membuat tangisan Deandra semakin menjadi. Saat itu Deandra sangat ingin meluapkan segalanya. Ia ingin mengosongkan hatinya yang terasa berat.
Permasalahannya tentu bukanlah masalah hidup dan mati. Tetapi, hal yang ia alami begitu rumit dan kompleks. Siapa di dunia ini yang sudah pernah melakukan santet dan mendapatkan efek samping seperti ini? Efek samping yang membuat empat sahabat menyukai orang yang sama. Sehingga di mana mereka seharusnya menyemangati Deandra untuk mengejar pujaan hatinya, mereka justru menatap Deandra dengan ... iri?
Apakah benar mereka menjauhi Deandra karena iri hati?
Deandra ingin tertawa dalam hati. Nyatanya selama ini, ia merasa kecewa pada para sahabatnya karena mereka tidak memenuhi ekspektasi Deandra. Gadis itu selalu berpikir para sahabatnya akan terus mendukung dan menyemangatinya untuk bersama Skye. Namun santet telah mengubah kenyataan itu 180 derajat.
Dan apakah itu salah mereka?
Tidak. Itu adalah salah Deandra yang terlalu terfiksasi dengan fantasinya sendiri.
Lebih parahnya, Deandra tidak bisa bercerita pada siapapun. Siapa yang akan mengerti dirinya? Siapa yang dapat mendengarkannya?
Hanya sahabat-sahabatnya yang dapat melakukan itu. Tapi kini Deandra sudah tidak bisa berlabuh pada mereka.
Ketika Deandra menangis, ia baru sadar bahwa retaknya persahabatan mereka telah memengaruhi dirinya sedemikian rupa. Bahwa torehan di hatinya sudah begitu dalam.
Terlebih lagi, dalam dekapan Skye, ia sadar ... ia merindukan kehadiran seseorang yang dapat menerima dirinya juga menampung semua keluh kesahnya. Seberapapun baiknya Skye, pemuda itu bukanlah yang Deandra butuhkan. Apalagi karena banyak sekali ambiguitas di antara mereka ... Tidak, yang Deandra butuhkan adalah para sahabatnya.
Empat gadis yang dapat mendengarkan segala cerita dari bagian terdalam dan tergelap dirinya tanpa memberikan penghakiman. Empat gadis yang setia menemaninya larut malam ketika ia tidak bisa tidur. Empat gadis yang dapat memberikan nasihat diselingi canda gurau sehingga suasana di antara mereka tidak pernah membosankan.
Deandra sangat merindukan para sahabatnya. Lebih dari apapun, Deandra ingin hubungan mereka kembali seperti dahulu.
Namun satu-satunya hal yang dapat ia lakukan kini hanyalah menangis di pundak Skye. Di pundak pemuda yang menjadi pokok permasalahan mereka.
Ironis.
Deandra tertawa ketir di tengah-tengah tangisannya. Ia menemukan ambiguitas dan ironi di hari yang sama.
Ah, hidup memang membingungkan.
Gebetan vs sahabat ... Kalian bakal pilih yang mana?
Mulai bab berikutnya akan di update setiap rabu dan sabtu yaa
Ceritanya udah hampir mau selesai kok
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top