Bab 15: Rangga X Meili

DEANDRA akhirnya menyetujui permintaan Rangga. Ia membawa Meili sepulang sekolah –lebih tepatnya, menarik sahabatnya itu. Ia bahkan sudah memesan GO-CAR dan seperti mendorong paksa Meili untuk masuk. 

"Lu menculik gue?" Tanya Meili di dalam mobil. 

Tatapan Deandra serius. Sebegitu seriusnya hingga Meili khawatir. 

"Mei," panggil Deandra dengan nada rendah. Namun seperti sadar akan seusatu, Deandra melirik ke arah pengemudi mobil. Lalu ia mendekatkan bibirnya pada telinga Meili dan bertanya dalam bisikan, "Lu menyantet orang lain?"

"Apa?" Meili tak sadar telah mengeluarkan pertanyaan itu dengan sangat keras. Supir GO-CAR pun menoleh dengan kaget. Meili menutup mulutnya kemudian memelankan suaranya, "Apa-apaan sih?"

"Jawab." 

Meili menatap sahabatnya itu. Bisa-bisanya sahabatnya satu ini menganggap Meili adalah iblis yang senang mengguna-guna orang lain. 

"Ya, enggaklah," seru Meili dalam bisikan, "Mau nyantet siapa coba?"

Untuk sesaat Deandra hanya menatap lurus Meili. Seperti mencari kebenaran di mata Meili. Jelas, Meili tersinggung. "Lu pikir gua apa? Setan yang menjelma jadi manusia?"

Deandra tidak menjawab. 

"Kenapa lu bisa kepikiran gitu sih?"

Melihat tatapan Meili yang seakan berkata pertanyaan Deandra adalah absurd, membuat Deandra meragukan konklusi awalnya. Meili bukanlah orang yang suka menyantet orang lain. Meski ibunya adalah dukun, Meili sejatinya tidak memercayai gaya hidup mistis seperti itu. 

Lalu... kenapa Rangga...?

Tak sadar kedua alis Deandra hampir bertemu. Rangga yang terkenal dingin dan cuek... Kemarin dia minta tolong pada Deandra untuk mengajak Meili ke Markisa City kan? Ataukah itu mimpi? Apa sekarang Deandra berhalusinasi?

"De?" Tanya Meili khawatir. 

"Um..." Deandra menggelengkan kepalanya. "Kita ke Markisa City karena Skye akan ada di sana."

"Skye? Ngapain dia di Markisa City?"

"Ada salah satu dari kita yang akan ngajak dia ke Markisa City. Trus kita ketemuin dia ke sana."

Jawaban Deandra jelas terdengar mencurigakan. Lagipula kenapa Deandra tidak mau menyebut nama orang yang mengajak Skye ke Markisa City? Deandra tahu sahabatnya itu tidak teryakinkan. Tapi bila Deandra membocorkan bahwa Rangga yang memintanya membawa Meili, sahabatnya itu mungkin tidak akan mau mengikuti. 

Kendati Meili menyukai Rangga (setidaknya hingga mereka melakukan santet), cara Meili mengekspresikan rasa sukanya itu sangatlah aneh. Bukannya mendekati, ia akan menjauhi karena rasa malu dan gengsi. 

Jadi Deandra menggunakan taktik lain. Ia pegang kedua pundak Meili dengan kuat. 

"Mei, plis." Suaranya ia buat terdengar sangat memprihatinkan. Ia bahkan membuat matanya berair. "Lu harus bikin Skye benci lu cepetan." 

"..."

"Gue ga tahan lihat kalian semua jadi dekat-dekat banget sama Skye. Lizzie dan Anchilla bahkan berantem kemarin nentuin siapa yang lebih banyak berduaan sama Skye." Suara Deandra semakin serak. "Lu ga tau kan rasanya jadi gue?"

Meili terkejut melihat ekspresi sahabatnya itu. Seperti pisau yang menghujam jantungnya. Ia merasa sangat iba dengan Deandra. Tentu sahabatnya itu akan cemburu. Tetapi keadaan mereka sekarang yang sama-sama suka dengan pria yang sama membuat mereka terkadang melupakan misi mereka awalnya. Mereka jadi terlena dalam kesempatan untuk menjadi dekat dengan Skye. Padahal sahabatnya yang satu ini menderita oleh cemburu. 

Meili menelan air ludahnya. Ia merasa bersalah. Sangat bersalah. 

Karena ini semua adalah salah Meili. Ini semua adalah karena Meili yang menyarankan untuk melakukan ritual santet. 

MEILI melangkah gontai. Ia mengikuti Deandra yang berjalan dua langkah di depan. Pikirannya penuh dengan penyesalan. Ia ingin sekali meminta maaf ... namun ia bingung bagaimana caranya. Keadaan mereka kini sudah menjadi sangat rumit. Dan meski mereka menjalani misi untuk memperbaikinya ... meski demikian...

Rasa suka terhadap Skye itu nyata bagi kelima gadis. Kendati hasil efek dari hal yang mistis, Meili masih merasa berdebar-debar ketika melihat Skye. Ia juga merasakan cemburu seperti Deandra ketika tahu Lizzie dan Anchilla menghabiskan waktu bersama Skye. 

Hati Meili mengatakan ia harus melupakan efek samping santet itu dan jalani saja rasa suka itu pada Skye. Namun otaknya berkata ia tidak berhak. Karena rasa sukanya tidak alami, dan karena situasi rumit ini adalah salahnya. Selama ini Meili mencoba menolak perasaannya. Anehnya, semakin perasaan dikekang semakin ingin meledak perasaan itu. 

Karena begitu banyak pemikiran, Meili tidak melihat langkahnya. Tiba-tiba kepalanya menabrak sebuah dinding. 

BRUKK!!

Tubuh Meili terhuyung ke belakang. Ia siap merasakan sakit di pantatnya karena menghantam lantai ... tetapi rasa sakit tak kunjung datang. Tak sadar, Meili menutup matanya ketika menabrak tadi. 

Bukannya terjatuh, tubuh Meili justru ditangkap pada rengkuhan seseorang. Sebuah tangan besar melingkari pinggang Meili, menjaganya agar tak terjatuh. 

Ketika Meili membuka matanya, ia membelalak melihat sosok di depannya. 

"Mikirin apa sih?" Tanya Rangga. Wajah mereka begitu dekat sehingga Meili dapat merasakan hawa panas dari mulut Rangga. 

Telinga Meili langsung memerah. "Ra– Rangga?"

"Oi."

Meili yang sadar dirinya masih dalam pelukan Rangga, mendorong pundak pemuda itu sedikit lebih keras dari yang ia mau. Ia melepaskan dirinya dari tangan Rangga kemudian mengambil jarak sekitar satu meter darinya. 

"So- sorry... Gue ga liat jalan."

"Lu mikirin apa sih tadi?"

Tanpa menjawab Rangga, Meili melihat sekitarnya. Ia mencari sosok gadis yang datang bersamanya ke mall itu. 

Lho? Kok nggak ada?

"Deandra sama Skye jalan duluan ke Timezone."

"Oh." 

Hah? Tunggu!!

"Lho? K- kok kamu tahu aku bareng Deandra tadi?"

"Kan kalian dateng ke sini buat nemuin gue ama Skye."

"Hah?"

Rangga mengambil satu langkah namun Meili juga mundur satu langkah. Tatapan Rangga seakan membakar Meili di tempat. 

"Gue yang bawa Skye ke sini."

APAA?!! Jadi 'salah satu dari kita' yang Deandra maksud itu Rangga?

Kalau begitu kenapa Deandra tidak bilang dari awal? Kenapa Deandra diam saja padahal sahabatnya itu pasti tahu kalau Meili akan salah tingkah bertemu dengan Rangga. Jujur, kalau Meili tahu Rangga yang bawa dia ga akan mau ikut Deandra ke dalam mall. 

"O– oh..." 

Meili menolak untuk membalas tatapan Rangga. Ia mulai melangkah melalui Rangga. 

"Mau ke mana?" Rangga menggenggam lengan Meili. Dengan terkejut, Meili memutar kepalanya untuk menatap pemuda itu.

"Timezone lah," jawab Meili. "Kan harusnya gue yang deketin Skye."

Rangga mendecak tidak senang. Wajahnya mengerut tidak suka. 

Kok aneh? Kenapa dia ga suka?

"Tsk. Lu temenin gue aja."

"..."

Karena Meili tidak menjawab, Rangga mulai berjalan ke arah lain tanpa melepaskan genggamannya pada lengan Meili. Mau tidak mau, Meili terbawa oleh pemuda ini.

"Eh ... eh, tunggu ..." Rangga tidak berhenti. Ia terus berjalan menarik Meili hingga mereka menaiki elevator. "L– lu mau ke mana?"

"Ke toko buku."

RANGGA tidak senang mendengar perkataan Meili.

"Kan harusnya gue yang deketin Skye," kata Meili. Secara impuls, pria itu menggenggam lengan Meili lalu menariknya menaiki elevator. Entah apa yang di pikirannya ketika Meili bertanya ia mau bawa gadis itu ke mana. Ia hanya menjawab toko yang pertama kali ia lihat. 

"Ke toko buku."

Tetapi setelah memasuki toko buku, sebuah senyuman kecil terukir di wajahnya. 

Toko buku tidak buruk juga.

Rangga membawa Meili ke bagian dalam toko buku itu. Mereka memasuki lorong di antara dua rak besar di sudut kanan toko. Ke tempat yang jarang didatangi orang-orang karena dua rak itu berisi buku sejarah dan map. Rangga memojokkan Meili ke salah satu rak. Kedua tangannya memegang rak di kedua sisi Meili, memenjarakan tubuh gadis itu di antara lengannya. 

Holy shit. She's really pretty. 

Tubuh Meili cukup tinggi sehingga ia tidak harus mendongak menatap Rangga. Rangga hanya cukup menurunkan dagunya sedikit untuk menyajarkan mata dengan mata oriental Meili. Dari dekat, Rangga dapat mencium bau lemon yang segar.

MEILI tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Ia dibawa Deandra ke mall, tiba-tiba bertemu Rangga ... dan sekarang Rangga menyudutkannya pada sebuah rak buku di sudut toko buku yang sepi. 

DRAMA APA-APAAN NIH? Apa gue baru aja transmigrasi ke sebuah drama korea?

Meski otak Meili kini penuh dengan beragam pertanyaan lain, jantungnya berpacu dengan sangat cepat. Ia belum pernah sedekat ini dengan seorang pria. Apalagi sampai melakukan adegan yang biasanya hanya dapat dilihat di drama. 

Cowok mana di realita yang mau giniin cewek kalau ga takut dibilang psikopat?

Meili menatap Rangga. Masa sih cowok yang dulu ia suka ternyata adalah psikopat. Kalau iya, kenapa dulu Meili suka ya? 

Holy shit. Cakep banget ya? Kayak diukir oleh dewa, gila...

"Kenapa lu harus deketin Skye?" Suara Rangga sangat rendah. Seakan ia menggeram. Kini wajah Rangga lebih dekat dengan Meili dari sebelumnya ketika Rangga menangkapnya. Hembusan nafasnya membuat rambut di kulit Meili berdiri.

"K– kan itu ide lu ... re– reverse logic." Entah kenapa Meili terbata-bata. Ia tidak kuat menahan tatapan pria di depannya. Seperti membakar Meili, gadis itu merasakan panas pada pipi dan kedua telinganya. 

"Ya," lanjut Rangga, "Tapi kenapa lu harus melakukannya?"

"I– itu ... kita punya situasi, ja– jadi kita harus ... bikin Skye benci kita."

"Kenapa?" Tanya Rangga lagi, "Kenapa lu mau orang yang lu sukai benci lu?"

"Uh ... um ..." 

Otak Meili menjadi kosong. Otak yang tadinya penuh pemikiran akan penyesalan dan pertanyaan ... kini menjadi kosong melompong karena diinterogasi Rangga. Kalau begini terus Meili bisa-bisa membocorkan rahasia mereka pada Rangga. Lagipula Meili tidak mau terus-menerus terbuai oleh Rangga. Sebelumnya ia terlalu menyukai Rangga hingga perbuatan sekecil apapun yang dilakukan Rangga padanya dapat membuatnya berbunga-bunga.

Tapi sekarang, karena hatinya sudah pindah haluan (efek dari santet) ia ingin menghentikan pengaruh laki-laki itu pada dirinya. Jadi ia menarik napas dalam. Kemudian berkata dengan mantap. 

"Kenapa lu perlu tahu?" Giliran Meili yang bertanya. 

Ia mendorong pundak Rangga dengan ringan. Pemuda itu pun melangkah ke belakang  dan menurunkan kedua tangannya. Tetapi Meili tidak kabur, ia mengambil langkah menuju pria itu. Rangga yang kaget dengan keberanian Meili yang tiba-tiba melangkah mundur. 

Tak lama keadaan mereka sudah terbalik. Rangga bersandar pada rak buku sementara Meili yang memenjarakannya dengan kedua tangannya. 

"Apa hubungannya dengan lu? Kenapa lu harus ikut campur?" Nada Meili dingin. Ia menjaga ekspresinya acuh tak acuh. Meski detak jantungnya berdebar kencang.

Rangga mengangkat satu alisnya. Jelas ia menemukan perkembangan ini menarik. Ia terbiasa menjadi macan yang menjerat dan memangsa perempuan. Ia kira Meili adalah seekor kelinci yang gampang untuk diperangkap. Ia salah. 

Meili sudah memutuskan untuk berevolusi. Ia mencopot bulu kelinci yang sebelumnya ia pakai untuk Rangga. 

Rangga tertawa mendengar pertanyaan Meili. Suara tawa yang rendah. Hawa panas dari mulutnya menyapu wajah Meili. Poni Meili sedikit terbuai oleh hawa panas itu. Melihat hal itu, Rangga tak kuasa menahan rasa gatal di jemarinya untuk membelai rambut Meili.

Jantung Meili berpacu dengan sangat cepat. Belum sempat Meili mundur karena malu dengan aksi Rangga, pria itu sudah memegang bagian belakang kepala Meili. Ia menarik Meili ke arahnya. Hingga bibir mereka bertemu. 

Rangga mengecupnya di bibir dengan cepat. 

Kini pikiran Meili lebih kosong lagi. Ia bahkan lupa bahwa ia harus memberikan tenaga pada kakinya untuk berdiri. Tubuhnya yang sempat terhuyung sebentar ditopang oleh kedua tangan Rangga. Wajah Meili merah padam dan rasa malunya ... Meili mengangkat kedua tangannya untuk menutup wajahnya. 

Ta– tadi... ga mungkin terjadi kan? Ga mungkin ... Rangga mencium gue....

Rangga tertawa renyah melihat wajah Meili yang merona penuh malu di balik kedua tangannya. Gadis itu terlihat sangat imut. 

"Sekarang lu tahu kan kenapa?"

Meili tak kuasa menjawab. Otaknya bahkan belum dapat memproses apa yang baru saja terjadi. 

"Gue itu ..." lanjut Rangga, "Ga peduli lu suka sama siapa. Tapi mulai sekarang gue ga akan diam aja."

Meili menatap mata Rangga dari sela-sela jarinya. Tatapannya penuh keseriusan. 

"Gue akan bikin lu suka sama gue lagi."

Apa? Apa? Jadi ... Rangga selama ini tahu dulu gue suka ama dia??????????

"..."

"Jadi," lanjut Rangga, "Setiap kali lu berusaha deketin Skye, gue akan ikut campur. Dan selama lu ga nolak, gue akan deketin lu."

Menolak? Lu aja mencium gue sebelum gue bisa menolak. Lu bertindak semau-maunya....

"Hmm ... Sekarang aja lu ga nolak atau dorong gue ...," gumam Rangga. Kemudian sebuah senyuman yang sangat manis muncul dari wajah Rangga. Meili tidak pernah melihat Rangga tersenyum seperti itu. 

Sangat terpananya, Meili mulai menurunkan kedua tangannya hingga menutupi mulut saja supaya ia dapat melihat senyuman Rangga lebih jelas lagi. Rangga menyadari hal itu. 

"Lu lihat Mei," kata Rangga, "Ini senyuman cuma lu yang bisa lihat."

Jantung Meili berdegup kencang kembali. Astaga! Padahal Meili yakin ia kini sedang menyukai Skye... jadi kenapa jantungnya berpacu untuk senyuman Rangga. 

"G– gombal deh," kata Meili pelan. 

Tetapi Rangga tidak merasa tersinggung. Ia terus tersenyum manis pada Meili. Lalu hal yang membuat jantung Meili hampir copot pun terjadi.

Rangga menurunkan wajahnya, dan mengecup punggung tangan Meili yang menutupi mulutnya. Kecupannya kali ini pelan dan lembut. Bibirnya menyentuh kulit Meili tanpa terburu-buru. Mengirimkan sensasi listrik ke sekujur tubuh Meili. Dan kulit Meili yang berpapasan dengan bibir Rangga terasa terbakar. Anehnya, rasa bakar itu tidak menyakitkan. 

Mata Meili membelalak, terkejut dengan perilaku Rangga. Pria itu menutup matanya. Dari dekat alisnya terlihat lentik. 

"Oh." Tanpa sadar Meili mendesah pelan. 

"Jangan bersuara seperti itu bila kau tidak ingin menyesal," geram Rangga. Bibirnya masih menyentuh tangan Meili. 

Rangga membuka matanya kemudian menegakkan tubuhnya kembali. Ia membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu ketika seorang petugas mendatangi mereka. 

"WOI! Anak-anak muda zaman sekarang benar-benar!" Seru petugas toko buku itu, "Kalau mau bermain-main di hotel sebelah noh, jangan di sini!"

Mendengar cercaan petugas itu, Meili langsung sadar. Ia mendorong dada bidang Rangga kembali untuk melepaskan dirinya dari pelukan pria itu. Lalu tanpa berkata apapun lagi, ia berlari melalui petugas toko buku dan keluar dari mall. Tanpa menoleh, ia meninggalkan Rangga sendiri.

Padahal tadi ia bertekad bahwa pria itu tidak akan bisa mempengaruhinya lagi. 

Tapi ternyata, Meili masih sangat terpengaruh....




AUTHOR HANYA INGIN BERKOMENTAR SATU GAMBAR:

DUA GAMBAR DEH

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top