Bab 13: Bukan Kemauan Gue
FLO merasa gusar. Sudah dua hari ini Galih tidak menjawab pesannya. Pria itu juga sama sekali tidak mengujunginya. Dan karena Flo memiliki kesibukan dengan organisasinya, ia tidak bisa mengunjungi kelas Galih pula.
Tetapi sudah dua hari mereka sama sekali tidak berkomunikasi. Ketika Flo menelpon Galih, pria itu juga tidak menjawab!
What! Berani-beraninya tuh cowok....
Flo mulai berpikir, apa dia melakukan kesalahan? Flo membaca ulang semua pesan dengan Galih selama seminggu ini. Kemudian ia mengingat-ingat apa yang terjadi terakhir kali mereka bertemu.
Bagaimanapun Flo memutar otaknya, ia tidak mengetahui jawabannya.
Jadi hanya ada satu hal yang bisa ia lakukan. Ia harus mengunjungi Galih hari ini dan menanyakannya secara tatap muka.
Ketika jam makan siang, Flo bergegas menuju ruang kuliah Galih. Untungnya ia menemukan pria itu sebelum ia menghilang ke kantin. Hanya dengan satu tatapan saja, Galih sudah mengerti maksud Flo. Mereka perlu bicara.
Galih membawa Flo ke sisi pinggir bangunan, tempat di mana tidak banyak orang lewat. Tetapi ketika mereka hanya berdua, keduanya tidak tahu harus memulai bagaimana. Mereka saling menatap. Beragam pertanyaan berada di ujung lidah mereka namun masing-masing tak kuasa menyuarakannya.
Akhirnya, Flo menghela napas panjang. Ia membuka suara terlebih dahulu.
"Kenapa lu ga balas chat gue?"
Galih tidak menjawab. Pria itu terus menatap Flo dengan raut kesedihan ...? Tidak, mungkin ... kecewa?
Dada Flo merasa tidak enak. Ia tidak tahu apa salahnya tetapi ia tahu kini ada tembok di antara mereka berdua.
Kenapa Galih yang menatap gue kecewa? Bukannya gue yang harusnya kecewa karena dihiraukan pacar sendiri?
"Lih, lu ga balas chat gue selama dua hari," kata Flo lagi. "Hape lu lagi masalah?"
Galih menggeleng lemah.
"Terus kenapa?" Suara Flo mulai meninggi. Ia tidak suka karena sikap Galih serasa menyalahkan Flo karena tembok di antara mereka itu. Padahal Galih yang memulai tembok itu duluan.
Flo akhirnya mengalah. Ia berusaha menempatkan diri di posisi Galih. "Apa ... gue lakuin kesalahan?" Tanyanya hati-hati.
Kerutan di dahi Galih semakin dalam. "Gue liat lu kasih kemeja ke Skye," kata Galih dengan suara rendah.
Astaga!
"I– itu karena sebelumnya gue numpahin minuman di kemeja Skye. Ter– terus gue merasa bersalah karena nodanya ga akan hilang ...," jelas Flo, Jadi gue beliin yang baru."
"Terus kenapa lu ga bilang ke gue?"
"Huh?"
"Lu ga pikir kalau tindakan lu bisa bikin kesalahpahaman? Lu bahkan ga bilang ke gue apa-apa."
"Memangnya gue harus laporan ke lu setiap saat?" Tanya Flo dengan jengkel. "Lagian, kan lu yang menghiraukan gue duluan. Gue jadi ga punya kesempatan untuk bilang ke lu."
"Jadi lu ada niat untuk kasih tahu gue?"
Flo tersentak. Ia ragu untuk beberapa detik. "I– iya..."
Sayangnya, Galih melihat keraguan itu. Dan ia tidak bisa menahan rasa kecewanya menjadi lebih dalam. Ia mengepalkan lalu melepaskan kedua tangannya berulang kali. Lalu ia menutup mulutnya dengan gusar.
Melihat itu, Flo semakin khawatir. "Kenapa lu marah?"
Kenapa? Kenapa lu tanya? pikir Galih.
"Gue lihat cara lu melirik dan ngomong ama Skye, Flo." Nada Galih dingin. "Apa lu udah bosen dengan hubungan kita?"
Mata Flo membelalak. Ia tidak pernah menduga pertanyaan itu. Bahkan pertanyaan itu tidak pernah terbersit di kepalanya. Pupil matanya bergoyang. Ia melihat tatapan Galih serius. Dan hati Flo mencelus melihat itu.
"Engga, Lih," jawab Flo, "Ga akan pernah."
"Tapi lu menyukai Skye."
JLEB!
Perkataan Galih seperti pisau yang menusuk jantung Flo. Keringat dingin mulai berkumpul di tengkuk dan tangan Flo. Mulutnya terbuka untuk berkata sesuatu tetapi ia tidak tahu bagaimana menceritakannya. Bagaimana memberitahu Galih apa yang sebenarnya terjadi.
Di saat yang sama, ia tidak bisa berbohong pada Galih. Karena ia benar menyukai Skye. Hanya saja rasa sukanya dikarenakan efek santet.
Sayangnya lagi, Galih melihat Flo yang tidak bisa menjawab dan mengambil kesimpulan sendiri. Tatapannya semakin menggelap. Sementara rasa perih di dadanya meluas. Semakin dalam dan pedih.
"Lih..."
"Apa lu mau putus?" Tanya Galih masih dengan nada dingin.
"Engga, Lih!"
Galih tersentak dengan seruan Flo. Mata Flo penuh urgensi dan untuk sesaat Galih berpikir Flo sungguh-sungguh tidak mau putus.
"Ta– tapi...."
"Lih, denger," pinta Flo. "Dengerin gue, pliss." Meski Galih ragu, dengan berat ia menganggukkan kepalanya.
Flo menghela napas panjang. Wajahnya terlihat sangat kesusahan. Melihat itu rasa sakit dada Galih bertambah.
Gila! Lihat cewek ini sama cowok lain gue sakit. Tapi lihat cewek ini kesusahan, gue makin sakit, pikir Galih.
Sementara itu pikiran Flo dilanda kepanikan.
Apa yang harus gue katakan? Apa gue harus cerita dari awal soal santet itu? Apa Galih akan percaya?
GIMANA INI?? Gimana kalau Galih beneran mau putus sama gue?
Flo saat itu sadar. Meski dirinya menyukai Skye, ia tidak mau putus dari Galih. Kenangan yang mereka miliki bersama jauh lebih berharga daripada rasa ketertarikannya pada Skye sekarang. Pria di depannya sudah menemaninya dalam masa naik dan turun, mendampinginya setiap kali ia butuh kehadiran seseorang. Mereka sudah melalui banyak hal bersama.
"Ini akan terdengar gila...," kata Flo. Flo menghembuskan napas lagi dan akhirnya berkata tanpa getar. "Iya, gue suka Skye. Tapi bukan karena kemauan gue."
"Dan gue gamau pisah dari lu." Bulir air mata tanpa terasa mengalir di pipi kanan Flo. Suara Flo semakin serak tapi ia paksa untuk berkata, "Gu– gue gamau kehilangan lu. Gue ga bisa kehilangan lu, Lih."
"Jadi tolong... tolong... jangan pernah bicara untuk putus." Flo kini tidak bisa menahan genangan air di matanya. Tangisannya tumpah ruah d hadapan Galih.
Melihat itu, giliran Galih yang tersentak. Tangisan Flo seperti pedang ke jantungnya. Ia tidak pernah berniat membuat perempuan di depannya menangis. Ia hanya ingin memastikan hubungan mereka. Ia tidak pernah ingin....
Secara insting, Galih menangkupkan kedua tangannya pada wajah Flo. Tatapan pria itu berubah lembut. Sebuah kerutan di dahi muncul, seperti pria itu kesakitan melihat Flo menangis. Dengan lembut Galih mengusap pipi Flo.
"Jangan menangis, Flo," kata Galih dengan pilu, "Dada gue sesak kalau lu menangis. Itu ga adil."
Tetapi mendengar perkataan lembut itu justru membuat Flo semakin menumpahkan air mata. Ia merasa Galih terlalu baik padanya. Padahal Flo baru saja berkata ia menyukai pria lain. Namun Galih tetap mengusap air matanya dengan lembut.
Bila perkataan dapat membunuh, inilah momen itu.
Flo menggenggam tangan Galih. Tangan Galih rasanya hangat. Flo ingin merasakan sensasi itu lebih lama.
"Itu bukan kemauan gue," kata Flo. "Tapi dibandingkan itu, gue lebih gamau kehilangan kehangatan ini."
Flo menatap Galih lurus. Manik hitamnya jujur.
"Karena cuma kehangatan lu yang gue butuhin di hidup gue."
Galih tertawa getir mendengar pernyataan itu dari mulut Flo. "Huh. Jadi lu mau Skye dan gue–"
Flo menggeleng keras.
"Skye ... cuma perasaan yang lewat aja," lanjut Flo, "Tapi perasaan gue ke lu beda."
"Gue ga bisa milih suka sama siapa karena gue manusia. Tapi gue berkomitmen ke lu. Karena perasaan yang gue miliki ke lu terlalu berharga, Lih."
Galih terperana. Baru kali ini mereka dapat berkata isi hati mereka sejujur ini. Berkata dari lubuk hati mereka yang terdalam.
"Maafin gue udah nyakitin, lu." Satu bulir air mata kian menuruni pipi Flo lagi. "Maaf, tapi gue janji gue ga pernah ada niat untuk deketin Skye. Gue ga pernah niat lanjutin perasaan gue ke Skye. Gue memilih lu. Selalu."
Ketika Galih tidak menjawab, Flo kembali berkata, "Maafin gue, Lih."
"Maaf."
Galih memercayai Flo. Ia melihat ketulusan dan kebenaran di mata Flo. Tanpa peduli mereka berada di kampus, Galih mengecup mata Flo. Berusaha menghentikan Flo dari menangis kembali.
Flo menerima kecupan itu. "Maaf," kata Flo lagi.
Galih mengecup mata Flo yang lain.
"Maaf." Flo seakan menunggu apakah permintaan maafnya diterima oleh Galih. Ia bertekad akan meminta maaf terus-menerus sampai Galih menerimanya. Ia tidak peduli apa yang harus ia lakukan, ia akan memperbaiki hubungannya.
Tanpa bicara, Flo menatap lurus Galih. Seakan memberitahu semua tekadnya melalui matanya. Entah Galih dapat membacanya atau tidak. Untuk saat ini, Flo akan terus meminta maaf.
"Maa–"
Permintaan maaf Flo untuk kesekian kalinya dihentikan oleh mulut Galih. Pria itu menyatukan bibirnya dengan bibir Flo yang ranum. Sebuah ciuman yang lembut dan ringan. Tetapi membawa semua perasaan yang tak bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata.
MEILI sedang meminum regal ice blend pesanannya ketika Flo memberikan sebuah pesan di grup chat yang bernama 'Santet Me, Senpai!' Sebuah grup yang berisi lima gadis yang melakukan santet dan Trio Ga Jelas yang membantu kelima gadis berusaha membuat Skye benci salah satu dari mereka.
Intinya, sebuah grup yang tidak masuk akal.
Tapi ternyata kelima gadis dan Trio Ga Jelas cukup memiliki humor dan ketertarikan yang sama. Jadi Meili merasa nyaman berbicara di grup itu.
(13.14) Flo: Gais, gue harus keluar dari rencana ini. Gue ga bisa ikut lagi.
(13.14) Lizzie: Huh? Kenapa?
(13.14) Anchilla: Why?
(13:14) Flo: Gue mau fokus ke hubungan gue sama pacar gue aja. Please understand, guys 🙏🙏
(13.15) Deandra: Apa terjadi sesuatu dengan Galih?
(13.15) Flo: Yeah... Jadi gue ga akan bisa bantu kalian sementara ini.
(13.15) Flo: Jangan bilang siapa-siapa yaa masalah gue ama pacar gue
(13.15) Meili: Chill... berantem saat pacaran itu biasa.
(13.15) Renald: Sans. Flo keluar, ada orang lain yang mau bantuin.
(13.15) Deandra: WHAT??!!
(13.15) Deandra: Lu kasih tahu ke orang lain soal rencana kita???!!
(13.15) Milo: Wiihh... more people to join? Azek!
(13.15) Lizzie: APAA??? LU MAU MATI
(13.15) Anchilla: 💀💀💀
(13.16) Nana: Kenapa tiba-tiba ada orang baru...
(13.16) Renald: @Lizzie Kagak. 👅
(13.16) Renald: Dia yang datangin gue sendiri. Nih orangnya.
(13.16)
Renald invited Rangga to the group.
Meili menyemburkan jus jeruk di mulutnya. Seketika mangkuk berisi tongseng daging miliknya tercampur dengan air jeruk. Kemudian Meili terbatuk-batuk. Tenggorokan dan dadanya terasa panas karena hampir saja air jeruk itu masuk ke lubang yang salah. Ia menepuk dadanya berkali-kali untuk menenangkan diri.
Setelah cukup tenang, ia mengambil ponselnya kembali dan membaca kalimat di grup chat berulang kali.
(13.16)
Renald invited Rangga to the group.
Rangga? Kenapa dia masuk? Kenapa dia bisa tahu rencana Renald dan minta dimasukkan oleh Renald?
Tunggu. Siapa tahu Renald hanya membual. Ya, orang itu kan senang sekali bermain prank. Mungkin ini adalah salah satunya. Orang itu benar-benar tidak ada kerjaan. Dan random sekali dia memilih Rangga dari banyak pria lain.
Meili menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin Rangga akan menerima ajakan masuk grup yang tidak jelas begini–
(13.17)
Rangga joined the group.
Huh....
HUH??!!
JIR GUE YANG NULIS TAPI GUE YANG KEBAWA MANISNYA GALIH DAN FLO...
ALTHOUGH GUE SEDIKIT CRINGE DENGAN PERKATAAN FLO BUT MEREKA MASIH SOOO SWWEETT!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top