2. Pemilihan Ketua OSIS
Jatah piket kelas membuatku harus berangkat lebih awal. Tapi begitu sampai di sekolah, keningku langsung mengerut bak kekurangan anti aging melihat banyaknya siswa yang berkerumun di depan papan pengumuman. Karena penasaran, kutarik Risa yang kebetulan ada di antara kerumunan tersebut.
"Sa, ada apaan sih? Ada yang bagi-bagi sembako ya?"
"Hush ... ngaco aja lu! Ini ada pengumuman lima besar calon ketua OSIS tahun ini. Nanti siang ada acara pemilihannya," jelas Risa panjang lebar sambil membetulkan letak kerudungnya yang tak simetris.
"Pemilihan ketua OSIS? Sejak kapan? Kok gue baru denger?"
"Ya elah~ Lemot lu kebangetan amat sih. Ini berita kan udah dari kapan tau diumuminnya. Oh ya, si Vano juga kepilih tuh jadi kandidat ketua OSIS! Hebat juga tuh anak. Diem-diem menghanyutkan," jelas Risa lagi.
"Vano? Calon ketua OSIS? Masa sih?" sahutku tak percaya.
"Lihat aja tuh sendiri! Di papan ada tulisannya noh!" Risa menunjuk sebuah kertas putih dengan tulisan tebal di tengah-tengah papan pengumuman.
Makin penasaran, aku mencoba menyeruak di antara kerumunan yang ada di depan papan pengumuman agar bisa membaca tulisan di kertas tersebut dengan jelas. Bola mataku berlarian menelusuri tiap kalimat yang ada di sana dan langsung berhenti ketika menemukan sebuah nama yang sedari tadi kucari.
2. Vanodion Renaldy Putra
Wuah ... benar apa yang dikatakan Risa. Vano masuk jadi salah satu kandidat ketua OSIS. Aku pun keluar dari kerumunan yang penuh sesak itu lalu berjalan berdampingan dengan Risa menuju kelas kami.
"Gimana? Bener kan apa kata gue?" sungut Risa sedikit jengkel padaku yang sering ketinggalan informasi tentang apa yang terjadi di sekolah kami.
"Iya, bener. Hebat juga ya dia."
"Katanya sih itu udah jadi cita-citanya dari SMP. Katanya dulu waktu SMP dia pernah jadi anggotanya tapi belum kesampean jadi ketua. Gichu loh, Non!" cerocos Risa yang sepertinya selalu punya berita terbaru yang ada di seluruh penjuru sekolah.
"Kok lu bisa tau? Kan lu nggak begitu deket sama dia." Aku menyipitkan mata dan memandangnya heran.
"Yaaah ... lu ke mana aja selama temenan sama gue? Kan, waktu kelas satu gue sempet naksir dia. Jadi dulu gue sering nyari tau segala informasi tentang dia. Gitu loh!"
"Oh, gitu ya?"
"Eh, tuh si Vano dateng!" Risa menepuk lenganku dan aku langsung refleks menoleh ke arah pintu kelas.
Sebenarnya aku kenal Vano dari awal masuk paskibra. Dia sempat direkrut untuk jadi anggotanya juga tapi mungkin paskibra bukan passion-nya. Dia beralih ke ekskul PMR. Dan sekarang di kelas dua kami sekelas.
Banyak yang bilang Vano itu manis, cakep, baik dan lain-lain. Mungkin sih, dia memang punya wajah di atas rata-rata yang sedikit blasteran asia timur dengan mata sipit yang nyaris hilang ketika tersenyum. Rambut tebalnya pun berwarna cestnut brown. Jangan lupakan ceruk kecil di pipinya yang membuat senyumnya semakin manis. Tak heran banyak siswi di sekolah ini yang menjadi pemuja rahasianya. Tidak hanya yang seangkatan saja tapi semua angkatan. Jadi jangan heran kalo ada kakak kelas dadah-dadah sambil senyum memanggil namanya.
"Van, selamat ya! Gue doain lu bisa jadi ketua OSIS," ucap Risa pada Vano yang kini sedang meletakkan tasnya di atas meja. Yang kebetulan bersebelahan dengan mejaku.
"Thanks, Ris. Oh ya Mi, gue pinjem binder lu dong!" kata Vano yang ternyata lebih tertarik dengan binder milikku ketimbang pengumuman kandidat ketua OSIS.
"Binder gue? Buat apaan?" tanyaku heran.
"Ya buat gue lihat lah! Masa gue makan? Mana sini pinjem dulu!" jawab Vano sambil menyeringai. Sungguh mencurigakan.
"Eits ... tunggu dulu! Lu mau lihat bagian apanya nih?" tanyaku lagi sambil menatapnya penuh selidik.
"Ada deh. Udah mana sini gue pinjem dulu!" pinta Vano lagi.
"Tapi lu jangan buka bagian paling belakang, ya. Khusus curhatan cewek, cowok dilarang baca! Awas loh!" gertakku sedikit tak rela meminjamkan binder kesayanganku.
"Iya ... iya. Siapa juga yang mau baca hal kayak gitu!" kata Vano meyakinkan.
"Emang ada apaan sih? Kok ngebet banget pinjem binder gue?" tanyaku penasaran ingin tahu. Soalnya aneh banget Vano sok akrab denganku seperti ini.
"Gue cuma pengen lihat puisi lu aja kok. Sekalian nyari kata-kata yang bagus."
"Emang buat apaan?"
"Mau ... tau ... aja!" kata Vano dengan penekanan pada setiap katanya. Kemudian ia tersenyum misterius lalu pergi begitu saja. Aku melongo tak percaya.
"Heh, mingkem!" tegur Risa sambil menarik ujung daguku ke atas dengan satu telunjuknya.
"Kenapa sih tuh orang?" tanyaku heran sambil menoleh ke arah Risa.
"Auu ... lagi fall in love kali," jawab Risa asal. "Ngomong-ngomong lu nggak jadi piket, Mi?" tanya Risa mengingatkan.
"Ya ampuuun! Lupa gue!" Aku menepuk keningku kencang. Namun ternyata bel masuk sudah berbunyi membuatku hanya menyapu di bagian dekat tempat sampah di sudut dekat pintu kelas saja. Yang penting sudah terlihat bersih, ya kan?
***
Begitu bel pulang berbunyi, Risa langsung menarikku ke ruang aula bergabung dengan Ira, Rita dan Danty. Mataku membelalak begitu tiba di sana. Ini sekolah atau pasar? Semua tumpah ruah dalam ruang aula yang tak seberapa besar itu.
Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru aula. Nyaris tak ada tempat kosong yang tersisa. Setiap sudut penuh sesak dengan para murid dari semua angkatan. Walaupun mayoritas dipenuhi oleh kaum cewek. Sepertinya mereka sangat bersemangat mengikuti acara pemilihan ketua OSIS ini. Belum lagi dua kandidatnya merupakan cowok keren seantero sekolah.
Di sampingku Risa dan Rita asik menggosip tentang anak kuliah yang sedang mendekati Risa. Aku sendiri tak begitu berminat. Kepalaku sudah pusing duluan melihat keramaian di sekelilingku.
Kemudian terdengar suara ketua OSIS lama membuka acara ini. Fokusku kembali ke podium depan aula. Di atas sana telah berdiri kelima calon ketua OSIS yang akan menyampaikan kampanyenya. Termasuk Vano berdiri di antara keempat calon ketua OSIS lainnya. Sesekali ia terlihat tengah mengobrol dengan teman yang berdiri di sebelahnya, Danovan Rahendra. Wajahnya terlihat serius saat keduanya berbicara.
Aku duduk diam memperhatikan. Teman-temanku sengaja memilih tempat duduk di barisan paling belakang, jadi tak akan ada yang memperhatikan kalau kami sedang rusuh. Sibuk mengobrol sendiri sambil tertawa cekikikan. Tak lama Hera dan Ovie bergabung dan membuat suasana semakin riuh. Beginilah kalau sekumpulan cewek duduk bersama. Selalu terdengar suara-suara yang membahana.
Tapi lama-lama bosan juga. Aku benar-benart tak mengerti perihal organisasi dan sebagainya. Aku akan memilih membaca banyak buku novel ketimbang harus mendengarkan orasi singkat. Otakku tak mampu mencerna.
Kucolek lengan Risa kemudian berbisik di telinganya karena suara mikrofon mengalahkan suara cemprengku.
"Ris, gue bosen banget nih! Kita keluar yuks! Jajan."
Risa yang sedang sibuk mengipasi dirinya dengan kipas jumbo berwarna pink kesayangannya langsung mengangguk setuju.
"Iya nih! Gue juga kepanasan. Kita ke kantin aja, yuk! Minum es enak kayaknya!" Risa bersiap bangkit dari duduk meski tangannya tak berhenti menggoyangkan si kipas jumbo. "Kita mau ke kantin dulu ya. Sumpek nih! Ada yang mau nitip nggak?" kata Risa pada yang lainnya.
"Titip makanan yang banyak aja biar nggak boring di sini!" kata Danty Kamala.
"Oke deh!"
Sebetulnya aku tak berminat menonton pemilihan ketua OSIS ini. Tapi berhubung Risa terus memaksaku untuk ikut jadi aku terpaksa berada di sini sekarang. Dan lagi katanya aku akan rugi kalau tidak ikut melihat acara ini karena semua kandidat ketua OSIS adalah barisan cowok cakep di sekolah ini. Padahal sebenarnya memang dia yang pengin lihat barisan cowok cakep itu.
Setelah menghabiskan segelas jus alpukat kesukaanku, kami kembali ke aula dengan membawa banyak makanan ringan. Dan selagi para calon mempromosikan diri mereka, kami malah asik menikmati jajanan tadi sambil bergosip.
"Sttt ... sttt ... sttt ... Dengerin tuh! Bentar lagi giliran Vano," kata Risa memberi aba-aba. Meminta kami diam dan dia mulai berteriak, "YEEI ... HIDUP VANO!!! GO VANO GO VANO GO!!!" Risa memang paling sering membuat suasana menjadi heboh hanya dengan suaranya yang cempreng. Membuat semua sahabatnya tutup telinga sekaligus tutup muka. Bikin sakit telinga dan malu.
"Gila lu!!! Lama-lama kuping gue bisa budek nih," protesku sambil menoyor bahu Risa yang kini sibuk bertepuk tangan sambil meneriakkan yel-yel Vano dengan penuh semangat.
"Biarin. Yang penting nanti kelas kita jadi ke angkat harkat, derajat, dan martabatnya kalo dia kepilih!" sahut Risa cuek dan kembali beryel-yel ria dengan suara cemprengnya. Aku cuma bisa pasrah sambil sesekali tutup kuping.
Tapi ternyata bukan hanya Risa saja yang heboh mendukung Vano. Aku melihat di sudut paling depan terlihat banyak anak kelas satu hingga kelas tiga yang ikut berteriak menyebutkan nama Vano dengan semangat. Di sisi lain aula banyak juga para cewek yang meneriakkan nama Danovan Rahendra. Sepertinya dua kubu itu bersaing keras mendukung para kandidat mereka dengan penuh semangat.
Untung saja acaranya tidak banyak basa-basi. Hingga hasil akhir langsung bisa diumumkan. Pemilihan ini dimenangkan oleh Danovan yang akan dinobatkan sebagai Ketua OSIS selanjutnya. Di urutan kedua ada Vano yang hanya memiliki selisih poin tipis.
Yang artinya Vano menduduki posisi wakil ketua OSIS.
Begitu acara selesai, aku langsung keluar dan duduk di undakan depan aula bersama teman ekskul paskibraku. Menghirup udara segar setelah nyaris sesak di dalam sana. Walaupun masih terdengar beberapa teriakan yel-yel dari barisan murid perempuan penggemar Danov dan Vano. Membuat para guru segera turun tangan membubarkan mereka semua.
Ada banyak hal penting yang harus kami bicarakan siang ini. Tentang perlombaan ketangkasan baris-berbaris yang akan sekolah kami ikuti.
"Nah, Yumi! Lu bagian ngurusin perlengkapan sama formasi ya!" titah Fahriansyah sang Ketua angkatan atau istilah kerennya Pak Lurah alias PaLu.
"Hah?! Banyak amat? Buat lomba ya? Kan masih lama kali."
"Iya buat lomba. Gue minta dipersiapkan sebaik mungkin mulai dari sekarang. Sengaja gue susun dari sekarang supaya nanti nggak keteteran. Oke, Yumi?" kata Fahri dengan wajah tegasnya.
"Iya dah. Apa kata lu ajah! Tapi masa gue sendirian?"
"Nyantai aja, nanti lu dibantuin Cyra kok." Kali ini Mona yang berbicara- sang wakil ketua angkatan atau istilah kerennya Bu Lurah alias BuLu.
"Tenang, Mi. Nanti lu bareng gue kerjanya." Cyra Navya Andhira menimpali dengan senyum yang dibuat seserius mungkin padahal sebenarnya ia adalah gadis manis yang humoris.
"Oche deh. Siiip ... kita jadi manager satu dan manager dua, yaaah!"
"Ho-oh. Lu manager satunya gue manager duanya. Jadi kerjanya banyakan lu aja yak! Hehehehe ...." balas Cyra sambil terkekeh.
* * *
#AuthorNote :
If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD and KWIKKU, You're very likely to be at risk of a MALWARE ATTACK. If you wish to read this story in it's ORIGINAL, SAFE, FORM, PLEASE GO TO ::
https://www.wattpad.com/549354314-sang-putri-dan-pangeran-pujangga
and
https://www.kwikku.com/novel/read/sang-putri-dan-pangeran-pujangga
Sang Putri dan Pangeran Pujangga, ayu_anggun©2018-All Right Reserved
Bogor, 30 April 2018 / 13.33 WIB
Revisi terakhir 8 Agustus 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top