Tiga Pertanyaan, Satu Jawaban

Baca pelan-pelan! Chapter ini nyaris full narasi. Banyak informasi bertebaran. Kalau ada typo nama, tolong kasih tau, ya.

*
*
*

Yafiq punya tiga informan untuk memantau perkembangan Yumna. Dia tidak serta-merta melepaskan gadis kecilnya begitu saja. Jangan heran bila dia mengenal Yumna dengan baik meski mereka jarang berinteraksi.

Pertama, Irsyad. Mereka bersahabat sejak kecil. Tidak susah untuk menggali informasi darinya. Banyak hal sensitif yang berhasil dia ketahui berkat Irsyad.

Misalnya, perlakuan yang diterima Yumna dari keluarga, khususnya sang mamak.

Bu Hajar adalah anak tertua dari 12 bersaudara, baik sekandung maupun seayah. Selisih usianya cukup jauh  dengan anak yang lain. Sebagai kakak, dia memegang peranan penting dalam keluarga.

Dia dikenal sebagai siswa yang cerdas dan tekun semasa sekolah. Namun apa daya, kondisi ekonomi tak mendukung. Meski besar keinginannya untuk mengecap pendidikan tinggi, dia harus berkorban demi keluarga. Bu Hajar mencoba peruntungan dengan membantu di ladang milik Kepala Kampung.

Siapa sangka, putra Kepala Kampung saat itu, Pak Yahya, terkesima melihat keuletannya. Bu Hajar pun demikian. Kemudian menikalah mereka.

Setelah dua tahun menunggu, si kembar lahir ke dunia. Pak Yahya, yang memang terkenal sebagai pekerja keras, semakin giat bekerja. Dari sebidang lahan pemberian orang tua, yang semula hanya menaman jagung dan umbi-umbian, lama-lama kian bertambah besar. Pak Yahya pun merambah usaha di bidang lain, yaitu peternakan kambing. Semua ketekunan tersebut membuahkan hasil berupa kestabilan ekonomi.

Selain pekerja keras, Pak Yahya juga sangat baik hati. Dia bersedia membantu biaya pendidikan tinggi adik iparnya, yang kala itu baru menamatkan SMA. Di sisi lain, dia termasuk suami yang tegas melarang istri bekerja.

Setelah si adik ipar pertama punya penghasilan sendiri, tugas menyekolahkan dilanjutkan olehnya untuk membiayai anak-anak di bawahnya. Begitu terus sampai semua anak dalam keluarga mereka berhasil mengenyam pendidikan tinggi.

Singkat cerita, saudara-saudara Bu Hajar sukses berkat bantuan Pak Yahya. Ironinya, dia, yang notabene istri pria itu, merupakan satu-satunya yang hanya tamatan SMA. Fakta tersebut, suka atau tidak, menjadi luka tersendiri bagi Bu Hajar.

Atas dasar pengalaman itu, dia bertekad membesarkan anak-anak yang cakap di bidang akademik. Keturunannya harus mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Dengan harapan, perasaan inferiornya dapat terobati.

Begitulah.

Menurut Irsyad, sebab Yumna lemah di bidang akademik, Bu Hajar tak terlalu menghargainya. Dia seolah menutup mata dari bakat sang putri di bidang lain.

Tak heran, ketika Yumna ingin kuliah di jurusan Kepelatihan Olahraga, Bu Hajar bersikeras menentang. Dia bahkan menyuruh Yumna cari uang sendiri bila bertindak nekat. Katanya, untuk apa susah-susah sekolah kalau hanya belajar olahraga. Banyak orang yang bisa.

Bu Hajar memaksa Yumna berkecimpung di bidang ekonomi. Prospek kerjanya jelas. Dia bisa melamar di perbankan atau di perusahan. Paling mentok, bila ijazahnya tak terpakai, Yumna bisa memanfaatkan ilmunya untuk membuka bisnis sendiri.

Sebetulnya, Pak Yahya sudah berusaha memahamkan, tetapi Bu Hajar tetap bersikeras. Menurutnya, orang tua paling tahu apa yang terbaik bagi si anak. Ini bentuk kepeduliannya terhadap masa depan Yumna.

Alhasil, Yumna harus rela membunuh mimpinya demi kenyamanan semua orang.

Tak sampai di sana, Bu Yahya juga menuntut Yumna kuliah di kampus yang sama dengan Yusra. Namun nahas, Yumna gagal dalam segala jenis ujian masuk. Daripada menganggur, Yumna akhirnya mendaftar ke sembarang universitas swasta di Sulawesi Selatan.

Entah bagaimana kelanjutan ceritanya, tahu-tahu gadis itu memutuskan tinggal di sana dalam waktu yang cukup lama. Lebih dari empat tahun. Yumna juga sangat jarang pulang kampung. Mungkin hanya di tahun pertama kuliah.

Ketika mendengar hal tersebut, Yafiq sedikit kecewa. Jauh di dalam hati, dia berharap, sekembalinya dia dari tanah rantau, ketika memutuskan bekerja di desa ini, mereka dapat berkenalan dengan cara yang lebih layak.

Barulah sekitar setahun yang lalu, Yumna kembali ke kampung halaman mereka.

Sayang, sejak saat itu, Yumna seolah menutup diri dari pergaulan sosial. Tak terdengar lagi kabar tentangnya, kecuali fakta kalau Yumna sering mendekam di kamar. Semakin susah untuk dijangkau.

Akan tetapi, Yafiq pantang menyerah. Keinginannya untuk memiliki Yumna tidak goyah. Dia pun mulai memanfaatkan informan kedua, Yusra.

Yafiq menyadari bahwa Yusra memiliki ketertarikan kepadanya. Memang agak kejam, tetapi begitulah faktanya. Dia menggunakan perasaan Yusra untuk mengulik tentang gadis pujaannya. Tidak mudah. Dia butuh upaya ekstra agar Yusra tak menyadari niat terselubungnya. Melalui Yusra, Yafiq tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada Yumna.

Kata Yusra, Yumna telah melewati banyak pengalaman pahit. Yusra kurang tahu bagaimana percisnya karena mereka kuliah di provinsi yang berbeda. Intinya, kepribadian Yumna berubah drastis. Dia menjadi sangat suram. Skeptis terhadap sesuatu yang sifatnya abstrak dan tak pasti. Misalnya, harapan, doa, dan mungkin, cinta.

Yafiq tak langsung percaya, dia lantas mengonfirmasi pada informan ketiga, si Cungkring.

Laki-laki yang satu itu tak banyak membantu. Dia membenarkan saja apa yang dikatakan Yusra. Dia bahkan memperjelas, menurut keluhan yang disampaikan Bu Hajar lewat mamaknya, Yumna hanya tidur-tiduran di rumah.

Semakin sempitlah peluang bagi Yafiq untuk mendekati Yumna. Di tengah kebimbangannya, Yafiq tak berhenti berdoa. Dia selalu yakin bahwa Tuhan akan menolong hamba-Nya. Bukan hanya agar didekatkan dengan Yumna, dia pun mengharap agar gadisnya diberi kebahagiaan.

Lalu sebuah keajaiban terjadi. Mamak menawarkan perjodohan dengan putri Pak Yahya. Yafiq tahu betul siapa yang dimaksud sang mamak, tetapi dia diam saja. Tak berusaha untuk mengonfirmasi. Biarkan takdir menunjukkan jalannya.

Dia meminta nomor ponsel Yumna kepada Irsyad, lalu melakukan pendekatan personal. Beruntung, Yumna merespon.

Sial, dia sangat merindukan gadis itu. Yafiq hilang kendali. Semula respon Yumna cukup bersahabat, tetapi perlahan berubah karena ulahnya sendiri. Mungkin dia terlalu agresif sampai membuat Yumna ilfeel. Namun, sungguh, tak ada niat macam-macam padanya.

Bukti sederhana, Yafiq sengaja tak menunjukkan perhatiannya secara langsung di hadapan orang lain. Sebab, dia terikat rencana perjodohan dengan Yusra. Lagi pula, dengan kondisi Yumna yang sekarang, bila mereka go public, dia percaya gadis itulah yang akan mendapat banyak komentar, dan bukan dirinya.

Belum lagi, Yafiq sedikit tahu bagaimana hubungan si kembar lewat Irsyad. Yusra tidak akan diam bila dirinya terang-terangan mendekati Yumna. Entah rumor seperti apa yang akan beredar.

Atas dasar pemahaman tersebut, Yafiq sengaja menolak Yusra di depan orang tua mereka. Dia ingin Yusra sadar bahwa Yafiq tak punya ketertarikan padanya. Juga, menegaskan bahwa dia sangat menghargai Yusra sebagai rekan kerja, tidak lebih. Berharap hal itu mampu membuat Yusra menyerah.

Dan benar saja, Yusra memberikan dukungan padanya. Dia rajin berbagi informasi tentang Yumna, sekaligus mendorongnya agar lebih perhatian.

Hasilnya, walau Yumna sempat menghindar, tetapi pada akhirnya dia luluh juga.

Bahkan, sekarang, dirinya sedang duduk di hadapan sang gadis.

Sekitar sejam yang lalu, kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan. Mereka akan melangsungkan pernikahan dua bulan lagi.

Sekarang, usai orang tuanya pamit lebih dulu, Yafiq meminta izin agar diberi kesempatan berbicara empat mata dengan calon istrinya.

Akan tetapi, sudah lebih dari sepuluh menit mereka duduk di teras rumah, tak ada yang jua bersuara.

Yafiq berdehem. Dia bingung harus memulai dari mana. Banyak kata yang mendesak di ujung lidah, tetapi tak satu pun mau keluar.

Sedang Yumna, dia hanya duduk tanpa ekspresi. Diam bagai patung. Sorot matanya tampak kosong dan layu.

Yafiq lagi-lagi berdehem. Sontak membuat bola mata Yumna bergerak. Memandang tepat ke arahnya.

"Jika Anda sedang sakit tenggorokan, sebaiknya perbanyak minum air putih. Atau mungkin, udara malam tidak cocok untuk Anda, pulanglah. Saya bukan dokter, tapi hal-hal semacam ini rasanya lazim diketahui, bahkan oleh orang awam sekalipun."

Yafiq sadar bahwa itu adalah sarkasme, tetapi dia tidak marah. Sudut-sudut bibirnya malah tertarik ke atas. Senang mengetahui bahwa Yumna mau berbicara padanya.

"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Bagaimana denganmu, apa kau baik-baik saja?" sahutnya kalem.

Yumna memutar bola mata. "Saya rasa, kita tidak berada di sini untuk sesi konsultasi."

"Lalu kau seharusnya mengubah gaya bicaramu. Karena yang aku pahami, bahasa formal hanya digunakan untuk pekerjaan. Dan, ya, seperti yang kau bilang, kita tidak duduk di sini untuk itu."

Yumna tersenyum datar. "Aku  menangkap keinginanmu untuk kupanggil ..., kakak, ah, atau abang?"

"Tentu. Di kampung kita, panggilan abang lebih familiar bagi orang-orang yang punya hubungan darah. Dan, kau tahu, tidak ada yang berniat menikahi saudaranya sendiri."

"Oke, kakak. Jadi, apa yang Kakak ingin bicarakan sampai menyeretku ke sini?" sahut Yumna santai.

"Aku akan menjawab pertanyaanmu sebelumnya. Kau pasti penasaran. Namun, sebelum itu, boleh aku bertanya satu hal?"

Yumna hanya mengangguk.

Yafiq menarik napas. Semula dia memang berpikir kalau Yumna luluh karena perjuangannya. Namun, melihat bagaimana cara Yumna bersikap, dia mendadak ragu.

"Kalau boleh tahu, kenapa kau berubah pikiran? Apa alasanmu bersedia kunikahi?"

Yumna memegang kedua sisi lengan kursi kayu. Dia memajukan wajahnya sedikit, memandang lurus ke arah Yafiq. "Tidak penting apa alasanku. Asal keinginan orang lain terpenuhi, itu sudah cukup, 'kan?"

Yafiq tertegun. Nada suara Yumna terdengar datar, tetapi sekilas Yafiq merasa telah melihat senyum getir di bibirnya.

"Apa kau bahagia dengan pernikahan ini?"

"Sudah kubilang, perasaanku tidak penting," sahut Yumna malas.

"Tidak. Itu penting untukku. Kau harus jujur."

"Kalau aku bilang, aku tidak bahagia, apa Kakak akan mundur?"

Skakmat.

Yafiq tidak bisa menjawab. Mana mungkin dia menyerah setelah menunggu lebih dari dua puluh tahun.

"Lihat? Mending Kakak jelaskan tiga pertanyaanku sebelumnya. Itu lebih penting, kurasa."

Yafiq mengatupkan bibir. Menatap lurus-lurus.

Betul apa kata Yusra, Yumna benar-benar suram.

Dan dia, telah jatuh hati kepadanya tanpa penjelasan.

Yafiq jadi berpikir, mungkin sebetulnya dia jauh lebih suram daripada Yumna.

Jika memang begitu, dia akan berbicara terus terang. Tanpa malu. Tak peduli apa yang akan Yumna pikirkan, dia akan jujur perihal isi hati. Biarkan Yumna yang menilai sendiri kesungguhannya.

"Atas tiga pertanyaanmu sebelumnya, aku hanya punya satu jawaban. Karena mencintaimu, aku mau berjuang untukmu."

Lalu mengalirlah seluruh rangkaian cerita penantian Yafiq untuk Yumna.

-Bersambung.

Menurut kalian, gimana respon Yumna?

18 Juni 2020.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top