Reuni Dadakan

Yafiq sedang bersiap untuk berangkat ke Kota Kabupaten. Dia hendak mengikuti seminar yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan. Lelaki itu memandang pantulan dirinya pada cermin sekali lagi.

Ketukan di pintu membuatnya menoleh. Kayu berbentuk persegi panjang tersebut didorong dari luar. Kepala seseorang menyembul di baliknya.

"Sudah siap? Ayo sarapan."

"Nanti di perjalanan. Takut terlambat jonson. Kakak mau mengantarku?"

"Ya sudah, Kakak pakai kerudung dulu. Kau izin ke Mamak dan Bapak, sana."

"Tidak perlu diingatkan, sudah pasti aku lakukan, Kak," peringat Yafiq kalem.

Nur, kakaknya yang satu itu tidak pernah berubah. Masih suka memperlakukannya bagai anak kecil. Kadang sukses membikin kesal.

Yang benar saja! Umurnya sudah lewat 30 tahun. Dia bahkan pernah menikah.

Ya, pernah. Sekarang, tidak lagi.

Yafiq menghela napas berat. Sesak itu kembali menghampiri. Mengingatkannya tentang duka kehilangan.

Padahal, sudah berbulan-bulan sejak rumah tangganya menemui kegagalan, tapi rasanya baru terjadi kemarin. Yafiq hanya tak habis pikir, ikatan yang dia impikan sejak kecil, putus dalam waktu tiga tahun. Betapa singkat.

"Melamun terus! Katanya, takut terlambat? Jadi pergi?"

Yafiq mengerjap. Menarik tas ransel di atas kasur. Bergegas meninggalkan kamar.

"Arga mana?"

"Merusuh di dapur ikut neneknya."

Arga, bocah berusia nyaris empat tahun. Keponakannya itu mewek minta menginap di sini. Sudah dua hari berlangsung. Sengaja berlama-lama. Kangen Om Fiq, katanya.

"Kakak tunggu di mobil?"

"Iya."

Nur menghentikan langkah. Sebelum memasuki sebuah ruangan, dia menghadap Yafiq terlebih dahulu. "Dek, kau baik-baik saja, 'kan?"

Yafiq hanya mengulas senyum, lalu melanjutkan langkah menuju ke dapur. Paham maksud sang kakak, tetapi enggan membahas lebih lanjut. Cukup jadi lukanya sendiri.

Bukankah jawabannya sangat jelas?Memangnya ada manusia yang baik-baik saja setelah berpisah? Tak berefek terhadap kegagalan pernikahan?

Jika ada, berarti orang itu benar-benar gila.

Berhubung Yafiq normal, makanya dia bersedih. Rasanya ingin mengeluh, tapi kepada siapa?

Kepada Mamak karena membuat Yumna tertekan? Atau, diri sendiri sebab tak bisa tegas?

Pada akhirnya, Yafiq harus legowo. Karena bumi senantiasa berputar, harapan-harapan baru kembali dilambungkan, dan hidup terus berjalan. Sesedarhana itu walau implementasinya tidak mudah.

"Om Fiq!"

Wajah Yafiq berubah semringah. Dia menunduk sedikit, menangkap tubuh Arga. "Halo, Jagoan. Sudah kenyang?"

"Belum, Nenek malah-malah, tuh. Suap Al, ya?"

Yafiq melirik mamaknya yang sedang mengomel seraya mondar-mandir mengembalikan perabotan ke tempat semula. "Ar nakal, makanya Nenek marah. Iya, 'kan?"

Arga menggeleng kuat-kuat. Dia mengalungkan lengannya di leher Yafiq. "Mama tidak mau beli Al lobot-lobot. Jadi, Al susun-susun piling bial tinggi kayak lobot."

Yafiq tertawa. Tingkah Arga menjadi hiburan tersendiri. "Ya sudah, Ar mau ikut Om ke pelabuhan? Lihat jonson."

"Mau!" sahut Arga riang. "Laut?"

"Oke, mari berangkat." Yafiq menghampiri mamaknya demi meminta izin. "Bapak mana, Mak?"

"Mandi. Hati-hati, Fiq. Arga diawasi."

"Aku pergi, Mak. Assalamu'alaikum."

"Walakumsalam." Arga yang justru bersemangat menyahut.

Yafiq gemas dan menjawil hidung bocah itu. "Kenapa Ar yang jawab?"

"Mama suluh jawab kalau papa pulang."

Yafiq menggeleng mendengar tata bahasa keponakannya. Kacau. "Coba ulangi?"

"Ulangi?"

"Walakum ... apa tadi?"

"Walakumsalam!"

"Wa'alaikumussalam." Yafiq membenahi salam tersebut.

"Walakumsalam!"

Pasangan om dan keponakan itu sibuk membahas perihal jawaban salam hingga tiba di mobil.

"Lho, buat apa bawa Arga?"

"Biar ramai."

"Kau ini ada-ada saja."

Tak cukup sepuluh menit, mobil yang mereka tumpangi berhenti di dermaga. Yafiq membuka pintu sembari tetap menjaga Arga dalam gendongan. Begitu kakinya memijak tanah, Arga langsung menggeliat.

"Tante Na! Tante Na!" teriak bocah itu, berusaha meraih sesuatu.

Yasril sontak berbalik badan. Saat itulah, ketika pandangan mereka bertemu, waktu seolah bergerak lambat.

Apakah kebetulan nyata adanya? Di saat mereka tidak mengharapkan perjumpaan, takdir justru berkata lain. Mereka memang tinggal sekampung, tapi punya lingkup pergaulan berbeda. Tak tersisa alasan bertemu sejak mereka resmi bercerai.

"Ar ... ga?" bisik perempuan itu. Yafiq tahu, Yumna susah payah untuk tidak menatapnya.

"Gendong!"

Satu langkah. Dua langkah. Tiga langkah. Yafiq menghitung dalam hati. Ini benar-benar sebuah reuni yang tidak diharapkan.

"Hai ..., Yusra, Na," sapa Yafiq kelu.

"Pagi, Pak! Mau ke Raha juga?" timpal Yusra dengan keceriaan yang ganjil. Mungkin strategi untuk mencairkan suasana.

"Iya, kalian?"

"Kendari," gadis itu tersenyum percaya diri. "Liburan."

"Besok kerja?"

Yusra menyengir. "Izin. Aku cuma mengantar. Dia ini yang butuh ditemani separuh jalan. Takut nyasar, katanya. Aku pulang besok."

Ngaco, pikir Yafiq. Yusra menutupi sesuatu. Lagi pula, mana ada liburan sampai bawa koper besar segala?

"Begitu?"

Yusra mengangguk cepat. Agak merasa bersalah karena telah berbohong. Benar bahwa dia sudah izin kepada atasan, tapi bukan untuk liburan, melainkan mengantar keluarga berobat alias Yumna. Tentu hanya pihak terkait yang tahu alasan sebenarnya.

Yumna bahkan belum tahu bawa Yasril merencanakan pengobatan untuknya setiba di Jakarta nanti. Takut langsung menolak bila dikabari lebih awal. Kata Yasril, biarlah itu jadi urusan dia. Yusra cukup membantu sebisa mungkin.

"Al gendong Tante Na!"

Rengekan seorang bocah menarik seluruh atensi.

Yumna, yang semula cuma diam, akhirnya menunjukkan reaksi berarti. Tanpa banyak bicara mengulurkan tangan, mengambil alih Arga dari gendongan Yafiq.

"Tante gendong Ar. Jangan dibolak-balik," komentarnya sambil mencium pipi Arga.

Tanpa Yumna sadari, Yafiq diam-diam mengamatinya. Hubungan mereka bertiga memang terbilang dekat. Arga dianggap seperti anak sendiri. Pasalnya, usia bocah itu, jika Yumna tidak keguguran, nyaris sama dengan calon bayi mereka.

Yafiq menggeleng. Mengusir pikiran buruk yang pelan-pelan menguasainya.

"Tante jalang muncul. Al kangen. Om bilang sibuk."

"Tante juga kangen. Ar, apa kabar? Pipimu makin chubby. Masih suka makan?"

"Cuma sama Ar? Mamanya, tidak?"

Lagi, pandangan tertuju ke satu titik. Seorang wanita keluar dari mobil.

"Halo, Na. Lama tak jumpa."

Nur mendekat, tidak ada kesan ramah dalam suaranya.

Senyum yang sempat muncul di bibir Yumna tadi, lenyap seketika.

Yafiq masih setia menonton. Menunggu tindakan kakaknya. Ternyata wanita itu murni menyapa.

"Lima menit menuju pukul tujuh. Sudah waktunya berangkat." Yusra membuka mulut.

"Eh, Yus, apa kabar?" Cara bicara Nur berubah, lebih bersahabat. Membuat yang disapa merasa tidak enak.

"Alhamdulillah baik, Kak. Sejak kapan Kakak di sini?"

"Kemarin. Ar kangen Om Fiq, katanya. Siapa sangka malah jadi reuni begini." Nur tersenyum, tapi, seluruh orang dewasa di sana, paham sindiran tersirat dalam ungkapan tersebut.

"Pastinya senang, Kak. Anggaplah menyambung silaturahmi," jawab Yusra seadanya, sengaja bernada jenaka.

Nur tertawa halus. "Asal jangan CLBK, ya?"

"Ar sama Om, sini. Tante Na mau pergi." Yafiq mengambil alih. Jika dibiarkan, bisa-bisa situasi makin runyam. Apalagi, dia dapat melihat beberapa pasang mata mulai tertarik.

Arga malah mengalungkan lengannya di leher Yumna. Tak mau berpisah. "Makan!"

"Makan?"

"Makan baleng Om Fiq dan Tante Na kapan lagi?"

Awkward. Yumna dan Yafiq sontak berpandangan sekilas sebelum sama-sama membuang muka.

"Makan, mandi, main, tidul, ayo!"

Yafiq buru-buru mendekati Arga. Suasana begini tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Bocah ini seenaknya saja mengenang masa lalu. Membikin kikuk orang dewasa.

"Biar aku yang gendong, Na," pinta Yafiq. "Maaf, ya. Kau tahu sendiri, Ar suka bicara sembarangan."

"Hm, mungkin Ar butuh tante baru," bisik Yumna amat lirih.

Yafiq tertegun. Secara refleks menghadapkan wajahnya tepat ke arah Yumna. Sayang, perempuan itu langsung menjauh setelah berkata demikian. Menyisakan sayatan di dadanya.

"Kami duluan ya, Pak, Kak," tutup Yusra.

Yafiq tersenyum miris.

Yumna ..., tampaknya dia benar-benar mau melenyapkan semua kenangan tentang mereka.

-Bersambung.

Akan update saat viewers 6,12k, vote 1,12k, coment 2,12k.

Ringan, 'kan?

Kenapa aku netapin target, lagi? Biar seru.

1. Anggap saja sebagai effort lebih untuk mengapresiasi cerita ini. Aku berikan lanjutan chapter yang pembaca tunggu-tunggu. Dan pembaca, bantu aku ningkatin statistik angka-angka itu, oke?

2. Biar nggak ada yang minta cepat update, padahal selama ini aku update tiap hari. Grrr ...

3. Aku mau fokus ke kerjaan lain, dulu. Jauh-jauh dari HP. Soalnya .. main HP dan nemu notifikasi  (apalagi dari wattpad), aku langsung ambyar. Haha.

Sampai ketemu lagi kalau targetnya udah tercapai, sayang-sayangkuuhh  (mode alay).

10 Agustus 2020.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top