Rencana Masa Depan Yafiq
Mudah bagi Yafiq untuk menikah pasca bercerai. Banyak gadis yang mau padanya. Begitu penilaian orang lain.
Mereka tidak tahu bahwa Yafiq susah move on. Bukan perkara mudah untuknya jatuh cinta lagi. Tak berarti Yafiq masih mengharapkan Yumna. Dia belum bisa membuka hati.
Perpisahan itu berperan bagai duri. Menyisakan bayang-bayang kegagalan. Memupuk rasa sekeptis atas sebuah hubungan. Yafiq memilih mengambil jeda untuk menyembuhkan diri.
Hari-hari berlalu, siang dan malam silih berganti, sekian bulan terlewati. Lukanya tak kunjung lenyap meski tak separah dahulu. Yafiq menjalani hidup sebagaimana mestinya. Tidak seorang pun tahu betapa hancur dirinya.
Rasa bersalah menghantamnya. Dia mendengar kondisi mental Yumna yang memburuk. Ingin hati menunjukkan perhatian, tetapi sadar diri bukan siapa-siapa lagi.
Faktanya, tidak ada manusia yang baik-baik saja selepas perpisahan. Terlebih bila memutuskan ikatan sakral semacam pernikahan. Kedua pihak, baik laki-laki maupun perempuan, tentulah mendapatkan kerugian.
Yafiq pun demikian. Pada akhirnya, dia hanya mampu berharap waktu dapat mengikis seluruh kemalangan.
Hubungan romansa tercoret dalam daftar prioritas. Pelan-pelan, Yafiq menyusun ulang kepingan hidupnya. Mencari makna baru atas kefanaan bernama masa depan.
Sayang, tidak semua orang mau mengerti. Kesendirian telah memicu tanda tanya. Terutama bagi keluarga besar. Mereka mulai menjodohkannya dengan pelbagai jenis perempuan.
Yafiq menarik rambutnya pelan. Dia duduk di tepi ranjang, sikunya bersandar pada lutut. Ada gurat nanar yang jatuh ke arah lantai. Rasa frustrasi tampak jelas di wajahnya.
Kenapa orang-orang bersikeras mencarikan istri untuknya? Apa mereka beranggapan Yafiq lantas menderita tanpa pasangan? Tidakkah mereka tahu bahwa dirinya lelah? Memuakkan!
Lelaki itu bangkit. Langkahnya panjang mengarah ke luar kamar. Yafiq tidak lagi sanggup menahan beban di hati.
Ketukan agak kasar terdengar tidak lama kemudian. Kepala seseorang menyembul dari balik pintu. Yafiq berusaha menarik sudut-sudut bibirnya untuk membentuk lengkungan.
"Mamak sudah tidur, Pak?"
"Belum. Itu lagi menjahit sesuatu. Ada apa?"
Yafiq mengepalkan tangan kanannya. "Ada yang mau aku bicarakan, boleh?"
Bapak memandangnya sesaat sebelum mengangguk singkat. "Sebentar, Bapak coba panggilkan."
Tidak cukup satu menit, Mamak muncul di hadapannya. Tanpa basa-basi Yafiq meminta agar mereka mengobrol di ruang tengah. Keduanya duduk berhadap-hadapan di sofa.
"Kenapa, Nak?" ucap Mamak ketika sang anak bergeming cukup lama.
Yafiq menghela napas panjang. "Ada keanehan di Puskesmas, Mak. Sebenarnya sejak semalam, tapi aku baru mengerti hari ini."
"Hal aneh bagaimana?"
"Semalam, tiba-tiba aku menerima banyak ucapan selamat lewat WhatsApp." Yafiq menggigit pipi bagian dalamnya. "Semoga langgeng, intinya begitu kata mereka. Aku tidak mengerti. Apalagi, waktu mereka bilang kalau aku akhirnya bisa move on. Aku sudah bertanya apa maksud mereka, tapi malah dianggap sok menutupi kabar baik."
Jeda.
Yafiq menunggu respon dari wanita di hadapannya, tetapi nihil. Dia pun melanjutkan, "Sampai pagi tadi, beberapa rekan kerjaku di Puskesmas mengajakku bersalaman secara langsung dengan wajah semringah. Saat aku mencari tahu, mereka tetap menunjukkan sikap yang sama. "Semua orang sudah tahu. Pak. Kami tunggu undangan resminya, ya," kata mereka." Yafiq tertawa hambar. "Undangan apa? Mereka mabuk atau bagaimana? Aku meminta penjelasan, tapi malah dianggap lelucon. Untungnya ada Yusra yang paham bahwa aku benar-benar bingung dan bersedia menjelaskan dengan amat sangat baik. Aku sama sekali tidak menyangka, keanehan itu terjadi karena ulah Mamak."
Hening beberapa saat. Aura ganjil mendadak merebak ke udara. Melingkupi sepasang ibu dan anak itu.
"Kenapa kau bicara begitu? Kesannya Mamak melakukan kesalahan."
"Menyebarkan berita bohong."
"Apa maksudmu?"
"Yusra dengar kabar aku akan menikah dari mamaknya. Bu Hajar mengaku dapat informasi lewat Mamak. Mamak pamer sama ibu-ibu lain saat membantu pernikahan putri bungsu Pak Kades kemarin. Tujuan Mamak apa melakukan hal seperti itu?" Yafiq menahan kesal.
"Bukannya kau pacaran dengan Ulfa? Kata kakakmu, kalian selalu bertemu di Raha! Mamak cuma bilang kalau kau sedang dekat dengan perempuan."
Yafiq menyorot letih. Lingkungan tempat tinggal mereka terbilang kecil. Informasi bisa menyebar sangat cepat dari mulut ke mulut. Masalahnya, kerap kali rumor yang beredar terlalu dilebih-lebihkan. Dasar warga sialan!
Yafiq menarik napas perlahan. Mengucap istigfar dalam hati karena telah mengumpat. "Kami tidak pacaran. Aku sudah bilang, belum tertarik untuk menikah lagi. Ulfa datang ke rumah Kak Hamida pas aku sedang di sana."
Ulfa, tetangga Hamida yang dikenalkan padanya. Mereka cukup sering berpapasan saat Yafiq berkunjung ke rumah sang kakak. Entah bagaimana hal tersebut dapat terjadi. Dugaan Yafiq, kakaknya telah menciptakan suatu konspirasi tertentu.
"Kenapa kau keras kepala begini? Mau sampai kapan kau hidup sendiri? Apa yang bikin kau enggan menikah lagi? Belum sanggup melupakan perempuan itu?" jawab Mamak agak sinis. "Ulfa calon potensial. Punya penghasilan sendiri, cantik, baik hati. Terutama dia masih gadis dan mau sama kau!"
Yafiq memijat pelipis. Jantungnya berdentum hebat. Gejolak amarah berkecamuk dalam diri, tetapi berusaha dia tahan sekuat tenaga. "Tidak ada hubungannya dengan Yumna. Jangan bahas dia lagi."
"Terus apa?" tantang Mamak.
"Aku berencana melanjutkan pendidikan spesialis. Bagiku, karir yang paling penting untuk saat ini."
"Apa salahnya menikah dulu lalu lanjutkan pendidikanmu?"
"Mak," panggil Yafiq rendah. "Apa Mamak malu punya anak duda?"
"Hah? Bicara apa kau ini!"
"Apa aku sudah tidak membanggakan lagi seperti dulu? Kenapa Mamak memaksaku menikah? Apa aku terlihat menyedihkan?"
"Nak," sahut Mamak pelan. "Bu-bukan begitu ...."
"Terus bagaimana?" potong Yafiq emosional. "Apa statusku membuat keluarga kita hina?"
"Yafiq!" sentak Mamak. "Semua ini kami lakukan demi kau. Mama dan bapakmu sudah tua. Kakak-kakakmu punya keluarga sendiri. Kelak, kau mungkin akan kesepian setelah kami tiada."
Lengang amat panjang.
Hati Yafiq tersentak saat mendapati Mamak tampak murung. Lelaki itu memalingkan muka. Keresahan tanpa arti merasuk ke dalam dada.
"Kau selalu jadi kebanggaan kami. Tidak berubah sedikit pun. Siapa sangka niat baik Mamak bikin kau berprasangka macam-macam. Maaf. Mamak yang salah."
Yafiq mendebas keras. Dia meraih jemari wanita di hadapannya. "Aku paham dan berterima kasih atas niat baik kalian. Hanya saja, aku memang belum berpikir untuk membangun hubungan sekali lagi. Aku berharap, aksi saling menjodohkan berhenti sampai sini. Siapa yang menjamin pernikahan kedua pasti baik-baik saja?"
"Siapa yang akan mendampingimu kalau begitu?"
"Tidak masalah, Mak. Lihat, sejauh ini hidupku terus berjalan. Kesepian, kebahagiaan, rasa sakit, sangat lumrah dialami oleh setiap manusia. Kalian tidak perlu khawatir. Aku tahu bagaimana cara bersenang-senang. Aku ingin menikmati hidupku sendiri, boleh 'kan?"
Mamak tidak menjawab. Keheningan lagi-lagi menyergap kuat. Hanya sepasang bola mata yang bersinggungan.
Akan tetapi, detik itu, tatkala Mamak membalas genggamannya erat, Yafiq tahu, dia telah selangkah lebih dekat dengan kebebasan.
Hal yang selama ini selalu dia hindari, tegas dalam bersikap. Setelah sekian lama, Yafiq berani mengambil langkah. Perpisahan itu telah menjadi penyesalan terbesar yang mengantarkannya pada perubahan.
Bersambung.
Hi, hi! Aku datang lagi.
Rencananya mau vakum lebih lama, tapi tanganku gatal banget pengen nulis. Gak tahan :v
Ternyata oh ternyata, aku benar-benar suka nulis. Aku senang berbagi pesan lewat cerita hidup orang lain. Rasanya ada yang ganjel satu bulan gak ada produk sama sekali. Sempat nulis artikel populer di IDN times tapi gak konsisten.
Fuuuh~ ya udahlah, daripada galau berkepanjangan karena revisi skripsi gak habis-habis, mangkel chat di-read doang sama my dosen tercintahh, nunggu jadwal sidang tanpa kepastian, mending curcol di sini ye. Ada kalian-kalian yang setia nungguin. Ehehe.
Chapter ini kayaknya pendek banget dan tulisanku agak kaku (?), moon maap kelamaan libur.
Oeey, Yumna-Yas mana? Kok full Yafiq? Bentar, bentar, tarik napas dulu. Mereka udah dapat porsi manis-manis. Giliran Yafiq berdamai dengan hidupnya.
Yafiq, Yusra, Yumna, Yasril, mereka pantas mendapatkan akhir yang jelas. Ohoho.
Selamat membaca!
21 Oktober 2020.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top