Pesan Pengantar
Yumna bangkit. Dia buru-buru ke dapur. Hendak memastikan keberadaan bapak dan adiknya.
"Mak, mana bapak?"
"Masih di kebun. Kenapa?"
"Aku baru saja dihubungi Pak Dokter. Mungkin sesuatu terjadi pada bapak dan Zaki. Tumben mereka belum pulang."
"Kau dihubungi Pak Dokter? Apa katanya?" Yusra menyahut cepat. Terdengar terlalu antusias.
"Kepo." Yumna langsung berbalik. Enggan berbicara lebih lanjut.
"Yum, bagaimana kau balas?" seru Mamak.
Iya. Ada apa, Pak? Bapak dan adik saya baik-baik saja, 'kan?
Tak butuh waktu lama, pesannya berbalas. Cepat juga si dokter ini merespon. Sepertinya dia sedang tak memiliki kerjaan, pikir Yumna.
Memangnya bapak dan adiknya Yumna kenapa?
Maksudnya bagaimana? Saya bertanya karena Bapak menghubungi. Mungkin sesuatu terjadi kepada mereka.
Kalau orang lain yang menghubungi, apa Yumna juga akan membalas begini?
Ya, selama dia adalah tenaga medis.
Kali ini cukup lama. Yumna sedikit gelisah. Menanti dengan khawatir.
Omong-omong, saya belum bertemu keluarga Yumna. Ini tidak ada hubungannya dengan mereka. Tapi, kapan-kapan, bolehlah saya main ke rumah.
Yumna mengerjap. Berarti bapak dan adiknya baik-baik saja. Lalu apa tujuan orang ini menghubunginya?
Hei, saya boleh main ke rumah Yumna?
Sejauh ini, belum ada yang sakit di rumah kami, Pak.
Haha, memangnya saya hanya boleh berkunjung kalau ada pasien?
Apa lagi?
Percakapan ini semakin melantur. Yumna menutup aplikasi WhatsApp. Dia melanjutkan catatan random-nya. Mengingat-ingat kembali semua hal baik yang terjadi dalam hidupnya.
Lama dia merenung. Namun nihil, tak satu pun yang terlintas di benaknya.
Jika dipikir-pikir, tampaknya memang keberuntungan tak pernah berada di pihaknya. Apa yang benar-benar dia inginkan tak tercapai. Selalu dan akan terus begitu.
Ah, betapa menyedihkan.
Entah sejak kapan Yumna kehilangan harapan. Dia berhenti berdoa selepas salat. Percuma. Biarlah hidupnya mengambang seperti kotoran di hulu sungai.
Yumna ingat betul, kegagalan pertamanya terjadi semasa kecil. Dia tak berhasil meraih peringkat apa pun. Di sisi lain, Yusra menempati posisi pertama.
Yumna dipaksa mengikuti standar kakak kembarnya. Mamak terus menyuruhnya belajar. Namun sayang, sekuat apa pun dia mencoba, posisi lima besar tak pernah diperolehnya selama sekolah.
Siapa bilang usaha tidak akan menghianati hasil? Omong kosong!
Kurang rajin apa Yumna mengulangi pelajaran di rumah? Dia rela begadang, membaca buku lebih banyak, mengurangi bermain, dengan harapan usahanya membuahkan hasil memuaskan. Sia-sia. Paling mentok, dia duduk di peringkat 10 dari 30 siswa di kelasnya saat SMP.
Ketika di penghujung SMA, Yumna menyerah mengejar prestasi akademik. Sadar diri. Bukannya tak berusaha, dia memang tak berbakat. Dasar payah.
Begitulah roda kehidupan berputar. Ada manusia yang dianugerahi kecerdasan luar biasa. Bagi orang sepertinya, otak berkapasitas rata-rata, jangan mimpi akan berdiri di puncak.
Apakah Yumna mempunyai dasar hingga berani menyimpulkan demikian?
Oh, tentu saja!
Persoalan peringkat bukanlah yang terakhir. Itu hanyalah pengantar dari belenggu menyedihkan sepanjang hidupnya. Hingga kini, sudah tak terhitung berapa kali Yumna bermesraan dengan yang namanya kata gagal.
Yumna mendesah. Sekali lagi, dia menatap layar ponselnya. Pandangannya agak kosong.
Bunyi getaran membuatnya tersentak. Pop up notifikasi WhasApp lagi-lagi menumbuk retina. Masih berasal dari pengirim yang sama.
Saya serius, Yumna. Malam ini selepas salat Isya bersama kedua orang tua saya. Tak masalah, 'kan?
Hah?
Mau apa mereka datang ke rumahnya?
Untuk apa, Pak? Lebaran sudah lewat, lho.
Yumna kan, sudah lulus kuliah. Perempuan dewasa. Masa tidak mengerti?
Tapi, saya pengangguran, Pak. Mohon maklum.
Yumna, jangan gagal fokus. Topik pembahasannya bukan itu.
Yumna tersenyum. Lucu juga si dokter ini, pikirnya. Dia lantas menarik napas dalam-dalam. Berusaha santai.
Ya kali, lamaran, Pak?
Centang biru. Tandanya telah dibaca. Yumna menunggu sekian menit, tetapi belum direspon. Padahal, lawan chat-nya masih online.
Astaga!
Hati gadis itu mendadak ketar-ketir. Malu sendiri. Seingatnya, mereka tidak cukup dekat untuk melempar lelucon semacam ini.
Yumna meringis. Dasar bodoh. Begitu saja baper.
Apa yang akan lelaki itu pikirkan tentangnya?
Menjijikkan.
Selalu begini. Hatinya tersentuh bila ada lelaki yang mendekat. Tak peduli datang atas urusan apa. Tipikal gadis baperan. Uniknya, sejalan dengan hal tersebut, dia termasuk golongan mudah move on.
Maklum. Seumur hidup, Yumna belum pernah pacaran. Dia juga jarang berinteraksi dengan lawan jenis. Kalah saing sama kembaran.
Ya ..., itu sudah jelas. Meski muka sama percis, namun kualitas mereka berbeda. Pesona Yusra terlampau menyilaukan.
Apa yang dapat dibanggakan dari pemangku kegagalan sepertinya?
Yumna lagi-lagi memukul dada. Terlalu sesak. Napasnya seakan tercekat.
Bisikan-bisikan buruk menghantam kepalanya. Membuatnya mual. Tanpa ampun. Dia terseret dalam keresahan.
Yumna mendekati jendela. Dia meraup udara sebanyak-banyaknya. Bahunya terkulai. Dia termenung.
Sampai kapan perasaan semacam ini mengusiknya?
Terus terang, Yumna teramat lelah. Dia ingin istirahat. Matanya terpejam. Embusan angin membelai lembut wajahnya.
Semuanya normal. Dia baik-baik saja. Tak apa hidup sebagai pecundang. Yumna menguatkan diri.
BRAK!
Pintu kamarnya terbuka kasar. Yumna menoleh patah-patah.
Yusra berdiri sambil berkacak pinggang. "Oi, kau tak dengar dipanggil Mamak?!"
Yumna bangkit tanpa kata. Sebisa mungkin bersikap santai. Merenung kerap kali membuatnya lupa kondisi sekitar.
Di belakangnya, Yusra terdengar menggerutu.
"Ada apa, Mak?" Yumna berdiri di ambang pintu kamar orang tuanya.
"Tolong kau antarkan arisan di rumah mamaknya Yafiq. Kami tidak sempat ketemu di pasar."
Yumna mengerjap lambat. "Eh, siapa?"
"Bu Rosidah. Mamak sudah telepon barusan. Dia tidak ke mana-mana."
"Kenapa tidak minta tolong Yusra?"
"Kau ini ..., dia sudah capek bantu Mamak memasak. Cepat sana. Jangan banyak protes!"
Yumna mendesah pelan. Dia jadi teringat isi pesannya tadi.
Aduh, bagaimana kalau dia bertemu Yafiq? Dia harus bersikap seperti apa?
"Mana uangnya?"
"Sekalian antarkan ikan goreng untuk kakekmu."
"Iya. Aku pergi, Mak."
Yumna berganti pakaian. Dia mencepol asal rambutnya. Setelah yakin penampilannya cukup layak, dia bergegas mencari kunci motor.
Gadis itu mengetuk pintu kamar Yusra.
"Kenapa?"
"Kau yang simpan kunci motor?"
Yusra keluar. Mereka bertatapan agak lama. Kening gadis itu berkerut. "Mau ke mana?"
"Rumahnya Bu Rosidah."
Yusra mendengus tipis. Dia lantas menyerahkan kunci motor. "Kau selalu rapi." Sarkasme.
"Suka-suka aku." Yumna melenggang pergi.
Butuh beberapa waktu sebelum Yumna berdiri di depan rumah Pak Ibrahim. Dia mengantarkan makanan terlebih dahulu. Yumna harap-harap cemas menanti pintu terbuka.
"Oh, kau sudah datang rupanya. Yumna, ya?"
Gadis itu tersenyum seadanya. Siapa pun tentu tahu letak perbedaannya dengan Yusra. "Iya, Tante."
"Ayo masuk dulu, Nak."
"Tidak usah, Tante. Saya cuma mau bayar arisan." Yumna mengangsurkan uang seratus ribuan.
"Sebentar saja. Ada titipan untuk mamakmu."
Yumna pasrah. Dia mengekor di belakang tuan rumah.
"Kami baru saja panen pisang."
Gadis itu menerima hati-hati. Lumayan. Buah berwarna kuning ini terlihat menggiurkan.
"Terima kasih. Saya permisi, Tante," tuturnya sambil menjabat tangan wanita paruh baya di hadapannya.
Yumna pun berlalu. Sebelum dia menghilang di belokan, wanita itu sempat menghentikannya. Dia berbalik.
"Salam untuk orang tuamu."
Dia mengangguk sekilas. Lalu buru-buru pergi. Khawatir Yafiq tiba-tiba muncul.
Yumna merasakan getaran dari saku celananya. Setelah merapikan posisi mengemudi, dia merogoh benda pipih itu. Pesan dari Yafiq.
Anggaplah seserahan. Hati-hati di jalan. Tidak perlu dibalas. Sampai ketemu nanti malam, Yumna.
-Bersambung.
[Penting untuk dibaca]
- Cerita ini pakai alur maju-mundur cantik (bukan Syarhrini). Flashback berlapis (seenaknya bikin istilah). Lol.
Intinya, jelilah membaca.
- Seperti yang udah kusampaikan di awal, isinya banyakan tentang 'gangguan mental si main chara'. Ya, meski aku gak akan pakai istilah-istilah psikologi seperti cerita pada umumnya. Kenapa? Soalnya setting-nya di desa. Lol (2). Tapi tenang, tetap ada yang manis-manis, kok. Misalnya, kayak kenangan tentang si Yasril *eh
- yang belum baca bagian 'introducing character', sebaiknya dibaca dulu, ya. Biar kalian punya gambaran singkat tentang mereka.
- oiya, di sini kalian akan menemukan pelanggaran-pelanggaran hk. Syara. Perempuan gak berhijab, kontak fisik non mahram, gibah, julid, dsb. Mohon maklum. Demi kepentingan cerita. Bukan untuk ditiru atau dibenarkan.
Ingat-ingat lagi satu hal, karyaku yang ini beda server sama yang lain, oke?
8 Juni 2020.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top