Insiden Hidup dan Mati
Yusra berhenti pacaran setelah masuk SMA. Obrolan singkat bersama Yasril kala itu mengubah cara pandanganya.
Walau demikian, dia tidak menolak segala kekaguman yang tertuju padanya. Semakin hari, seiring banyaknya pujian yang berdatangan, keinginan Yusra untuk menjadi pusat atensi, bahkan semakin menguat.
Dalam persoalan romansa, kebanggaannya telah berada di titik kulminasi. Yusra mencapai tahap, ketika tak seorang pun mampu menarik minatnya. Merasa bahwa tak ada laki-laki yang cukup layak menjadi pendampingnya kelak. Dia hanya memanfaatkan mereka demi membunuh kejenuhan.
Sampai pada suatu waktu, di penghujung SMA, Yusra terlibat dalam kecelakaan laut.
Dia tidak akan pernah lupa, bagaimana kengerian terlukis di wajah semua orang kala itu.
Yusra dan kawan-kawannya memutuskan untuk liburan ke Napabale. Salah satu destinasi wisata perairan di Kabupaten Muna. Agar bisa ke sana, mereka harus menyeberangi lautan. Naik jonson ke Kota Kabupaten, lalu menyewa mobil penumpang ke lokasi tujuan.
Saat itu, cuti selepas lebaran kalau Yusra tak salah ingat. Setelah menginap sehari di rumah kerabat temannya, mereka memutuskan untuk pulang. Melewati jalur yang sama seperti awal kedatangan.
Suasana lebaran masih terasa. Jasa angkutan umum ramai pengguna. Termasuk kapal kayu yang akan mereka tumpangi.
Yusra dan kawan-kawannya memilih duduk di bagian dalam kapal. Aman dari sengatan matahari. Mereka berlima berderat di sisi kanan. Yusra menempati posisi terujung, dekat lambung kapal. Di sebelah kanannya, ada seorang pemuda.
Singkat kata, kapal mulai berlayar. Butuh waktu sekitar dua jam untuk tiba di kampung halaman. Sebagian penumpang memilih tidur, sebagian lagi makan siang, sisanya mengobrol atau melamun.
Yusra dan kawanannya tentu asyik mengobrol. Bercanda ria. Mengenang liburan mereka yang baru saja berakhir. Sesekali, terselip gosip di tengah keseruan tersebut.
Satu jam perjalanan pertama, situasi aman dan terkendali. Lalu perlahan berubah ketika kapal memasuki area pertengahan. Langit tiba-tiba gelap, gerimis melanda bumi.
Orang-orang semula berpikir itu hal wajar. Sudah sering terjadi. Kabupaten Muna memang terkenal dengan cuaca yang tidak stabil. Beberapa jam yang lalu, sang surya bersinar terik. Lalu berikutnya, hujan tiba-tiba turun. Namun, ketenangan itu berganti tatkala alam menunjukkan keganasannya.
Langit bergemuruh, angin bertiup kencang, petir menyambar-nyambar. Ombak menghantam dinding kapal. Saking kerasanya, percikan air laut bahkan masuk melalui jendela.
Tidak ada pulau terdekat. Sejauh mata memandang, hanya kabut yang terlihat. Kapal terombang-ambing di tengah lautan.
Seluruh penumpang panik. Teriakan melengking di seluruh penjuru. Tangisan, umpatan, jerit permohonan kepada Sang Kuasa. Semua orang sibuk menyelamatkan diri sendiri.
Mereka mencari pegangan. Tali-temali yang bergantungan di atap, tiang penyangga, pinggiran tempat duduk. Apa saja yang dapat membuat mereka tidak terhempas. Bayang-bayang kematian seakan menari di pelupuk mata.
Di antara huru-hara tersebut, Yusra menangis amat kencang. Kawan-kawannya terpencar. Percikan air laut mengenai mukanya. Kepalanya pusing bukan main. Perutnya serasa diaduk-aduk. Dia bahkan nyaris terpelanting jika tidak ada yang menarik tangannya.
"Kau boleh berpegangan padaku!"
Yusra tidak peduli siapa orang itu. Dia butuh sandaran. Tanpa pikir panjang, Yusra langsung memeluk tubuh si penyelamatnya. Dia memejamkan mata erat. Membisikkan sebait doa dalam hati.
Entah berapa lama kerusuhan terjadi, yang pasti, isi kapal telah porak-poranda, ketika badai perlahan mereda. Banyak yang muntah. Yusra adalah salah satunya. Dengan bodohnya, dia mengeluarkan sisa-sisa makanan di baju orang yang telah menolongnya.
Yusra refleks mundur. Lalu mendongak. Pandangan mereka bertemu.
Astaga!
Dia pemuda yang tadi duduk di sebelahnya!
Yafiq, mahasiswa kedokteran. Masyarakat sering membicarakannya. Sebab, dia telah mengukir sejarah baru di desa mereka. Sebagai orang pertama yang berhasil menembus perguruan tinggi negeri di Pulau Jawa.
"Kau tidak apa-apa?" tanya pemuda itu sambil melepaskan pegangan dari tali.
Yusra tergagap. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Segala kengerian yang menyergap batinnya seakan luruh berganti keterpukauan.
Betapa tidak, setelah segala huru-hara yang menimpa mereka, Yafiq tetap peduli pada orang lain. Dia tidak marah saat terkena muntahan. Yusra mungkin beruntung karena terlibat insiden hidup dan mati dengannya.
Seandainya Yafiq tak di sini, Yusra ragu dirinya akan selamat. Kalau pun kapal tidak karam, dia mungkin mati karena terluka parah.
"Hei, kau punya tisu, air, atau apa pun yang bisa dipakai membersihkan ini?"
Yusra mengerjap ketika Yafiq menunjuk bekas muntahannya. "Ma-maaf, aku tidak sengaja!" serunya panik.
"Bukan masalah. Aku senang kau selamat."
"Terima kasih. Tunggu sebentar," sahut Yusra sambil mencari-cari keberadaan barang bawaannya.
"Yusra," panggil Yafiq.
Gadis itu buru-buru menoleh. Terkejut. "Eh, kau tahu namaku?"
Yafiq tersenyum kecil. "Tentu. Kalau kau tidak keberatan, mau membantuku menolong penumpang lain?"
Lalu setelahnya, mereka mulai memperhatikan seisi kapal. Menenangkan anak-anak kecil yang masih menangis. Membantu merapikan barang-barang para lansia. Inisiatif mereka disambut baik oleh yang lain. Dalam waktu singkat, jiwa sosial terasa begitu kental. Mereka saling membantu meringankan beban. Egoisme lenyap dalam sekejap.
Syukurlah, meski banyak yang terluka, insiden tersebut tidak memakan korban jiwa. Kapal berlabuh di dermaga desa dengan jumlah penumpang yang utuh.
Yusra menemukan makna hidup baru setelahnya. Dia tahu apa yang harus dilakukan di masa depan. Menjadi perawat adalah impiannya mulai detik itu.
Dia belajar lebih giat lagi. Bukan semata ingin menarik perhatian, atau sebatas memenuhi kepuasan batin, dia ingin berguna bagi orang lain.
Yafiq menjadi sosok inspirasinya. Lebih dari sekadar cinta monyet, Yusra benar-benar telah jatuh hati.
Dia pun mulai mengumpulkan keberanian untuk mendekat. Sengaja mencari tahu nomor ponsel Yafiq. Siapa sangka, Yafiq berteman dekat dengan pamannya. Mereka pernah kebetulan bertemu saat Yusra mengunjungi kakeknya yang sedang sakit.
Dari sanalah interaksi mereka terbangun. Yusra berusaha masuk ke kampus yang sama dengan Yafiq. Dia kerap kali bertanya tentang dunia perkuliahan.
Yafiq merespon dengan baik. Dia bahkan sesekali menanyakan kabar keluarganya. Bagaimana kondisi orang tuanya, Zaki, dan Yumna. Rasa percaya diri Yusra meningkat drastis. Apalagi, dirinya berhasil mewujudkan impian.
Waktu terus berlalu, tahun berganti, banyak hal yang berubah. Namun, tidak dengan perasaan Yusra. Cintanya tak pernah surut.
Bahkan kini, setelah Yafiq tega menolaknya di depan orang tua mereka. Walau tak terperih sakit hati yang dirasa, Yusra tetap setia.
Dulu sekali, dia pernah direndahkan oleh Yasril gara-gara Yumna. Sekarang, dia kembali dipermalukan karena kembarannya.
Apa yang kurang darinya? Apa yang salah padanya? Kenapa laki-laki yang menarik perhatiannya selalu berbalik menyukai Yumna?
Yusra menghela napas panjang sambil menghapus sisa-sisa air mata. Dia menatap layar ponsel. Merenungi riwayat percakapannya dengan Yafiq.
Terima kasih, ya, Yusra. Kau sudah membantuku sejak awal. Alhamdulillah, Yumna akhirnya mau menikah. Aku dan keluargaku akan ke rumah kalian dalam waktu dekat. Semoga tidak ada halangan lagi. Aku harap, kau juga segera menemukan pendamping :')
Yusra menggeleng. Tidak. Tidak mungkin. Yafiq pasti bercanda, 'kan?
Yumna bukan tipikal orang yang mudah berubah pikiran. Dia keras kepala.
Betul, 'kan?
Lagi pula, masa iya, rencananya gagal total?
-Bersambung.
Hayo, rencana apa nih yang dimaksud Yusra?
Btw, kalau ada typo masalah nama, jangam bosan diingatkan, ya. Aku udah baca berulang kali, kok. Tetap aja ada typo. Hhh.
16 Juni 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top