Dering Penghancur Hati
Yasril tumbuh di bawah asuhan orang tua yang open minded. Setiap anak diberi kebebasan untuk menentukan pilihan. Bagi mereka, bila seseorang telah mengambil keputusan, artinya dia paham bagaimana konsekuensinya. Orang tua hanya bertugas mengawasi agar tidak terjadi penyimpangan.
Pesan mereka cuma dua, jujur dan konsisten. Sebab, penghargaan tertinggi bukan terletak pada gelar, kekayaan, atau garis keturunan, melainkan keteguhan prinsip.
Nasihat itu, Yasril pegang kuat-kuat. Jika telah memutuskan sesuatu, dia akan bertahan sampai akhir. Tidak akan goyah walau harus mengorbankan banyak hal, apa pun risikonya.
Yasril adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Dua kakak laki-laki, seorang adik perempuan. Mereka akrab satu sama lain.
Usia Yasril selisih sepuluh tahun dengan adiknya. Sedang kedua kakaknya, mereka berselisih lima dan tiga tahun. Masa kecil Yasril lebih banyak dilalui bersama sang kakak. Mereka merekcoki Yasril dengan aneka kebiasaan khas anak cowok. Salah satunya mengenal kisah-kisah bertema pahlawan.
Di antara seluruh ajaran kakaknya, cerita bertema pahlawan, adalah yang paling membekas. Dia ingin punya kekuatan magis. Sempat bercita-cita menyelamatkan dunia dari monster. Juga, impian polos khas anak-anak sesusianya di masa itu.
Seiring berlalunya waktu, bertambahnya usia, Yasril perlahan sadar bahwa kisah-kisah yang didengarnya, hanyalah fiktif belaka. Namun, khayalannya tentang menjadi pahlawan, belumlah musnah.
Atas dasar pemikiran itu, Yasril pun mulai mencari defenisi lain dari kata 'pahlawan'. Dia membaca koran, bertanya kepada orang dewasa, teman sebaya, mengunjungi perpustakaan sekolah, dan pelbagai upaya untuk mencapai tujuannya.
Yasril tak pernah berhenti. Dia menemukan banyak defenisi pahlawan. Namun, satu kesimpulan yang bisa dia dapatkan, yaitu pahlawan bertugas memberantas kejahatan.
Yasril meneruskan pencarian. Menerobos seluruh keterbatasan. Hingga usaha itu mengantarkannya lebih memahami suatu kekuatan besar, ialah hukum. Apa dan bagaimana cara kerjanya. Seberapa kuat pengaruhnya. Siapa yang mengendalikannya. Dan seterusnya. Dan sebagainya.
Di penghujung SMP, Yasril telah membulatkan tekad. Dia akan menjadi bagian dari penegak hukum. Yasril berpendapat, ketidakadilan dapat diberantas ketika manusia bersahabat dengan hukum.
Yasril menyampaikan cita-cita tersebut kepada orang tuanya. Mereka lantas memberi saran agar dia melanjutkan sekolah di Kota Provinsi. Akses informasi di sana sangat luas. Yasril bisa berkenalan dengan aneka jenis manusia. Menemukan ribuan literatur. Agar dia mendapatkan pendidikan yang lebih mumpuni.
Sayangnya, sekolah di kota tak selalu memberi dampak positif. Bagai dua sisi mata uang, Yasril menyeret efek negatif bersamanya. Dia terjebak dalam pergaulan yang kurang baik. Teman-temannya merokok, pacaran, bahkan ada yang menenggak alkohol.
Semula Yasril tak terpengaruh, dia enggan melanggar nilai-nilai yang ditanamkan orang tuanya. Namun apa daya, berada di lingkaran buruk ternyata sangat menjebak. Seperti jerat, dia kesulitan melepaskan diri.
Teman-temannya begitu lihai merayu. Pelan-pelan, mereka meracuni pikiran Yasril. Mula-mula dia hanya mencoba rokok. Satu batang. Dua batang. Tiga batang. Lama-lama dia ketagihan. Jadilah Yasril si penikmat nikotin.
Walau demikian, dia tak berminat menenggak alkohol. Yasril punya banyak alasan untuk itu. Nasihat guru mengajinya semasa kecil. Keberadaan efek penghilang akal sehat. Juga, alkohol masih sangat terlarang di masa itu. Sebagai manusia yang berkeinginan menjadi penegak hukum, dia tak boleh menyimpang.
Adapun rokok, itu bukan masalah. Bapak dan kakak tertuanya adalah perokok aktif. Saat mengetahui bahwa Yasril ikut-ikutan, mereka tak kuasa melarang. Hanya sekadar mengingatkan status Yasril sebagai pelajar. Sama saja menjilat ludah sendiri bila mereka bersikeras menentang.
Yasril tetap kukuh. Dia menolak berhenti. Lagi pula, Yasril menyisihkan uang jajan untuk memenuhi kebutuhan merokok.
Sampai suatu hari, dia kalah taruhan dari Yumna. Lagi, didikan orang tua menjadikannya menepati janji. Susah memang. Yasril setiap hari harus mengemut permen untuk mengalihkan kecenderungan terhadap rokok. Begitu terus sampai dia merasa benar-benar lepas.
Terakhir, persoalan pacaran. Sebetulnya ini masuk level tersulit untuk dihindari. Aksi pamer kemesraan. Hormon remaja. Tumbuh kembang para gadis yang sedang pesat-pesatnya. Semua bercampur jadi satu. Hasilnya, Yasril sering merasa sesak, atas dan bawah. Meski demikian, dia tetap bertahan menjomlo.
Bagi Yasril, hubungan romansa adalah komitmen, bukan permainan belaka. Artinya, bila berani mengikat seorang gadis secara spesial, dia harus bertanggung jawab. Minimal menyisihkan pikiran, uang, dan waktu.
Terlalu merepotkan. Ada banyak impian yang ingin dia capai. Sia-sia mencurahkan perhatian pada hubungan yang belum pasti akhirnya. Lagi pula, di belahan bumi yang lain, seseorang mungkin sedang menunggunya. Jika telah siap, Yasril akan langsung mengajukan proposal nikah.
Hingga detik ini, ketika separuh angan telah tercapai, hidup jauh lebih matang, Yasril masih memegang teguh prinsipnya.
Seharusnya begitu, sampai satu dering ponsel membobolkan pertahanan.
Beberapa menit yang lalu, Yasril menjauh sejenak dari obrolan kedua temannya. Amzar, kakak tertuanya menelpon.
"Yas, kau tak ada niatan untuk pulkam dalam waktu dekat?" kata Amzar usai berbasa-basi.
"Aku lagi sibuk magang. Kenapa, Bang? Ada masalah di kampung?"
Yasril memang tengah menjalani magang di kantor advokat. Dia masih dalam proses mengejar impian.
"Siapa nama putrinya Pak Yahya yang sering kau ajak main ke rumah dulu?"
"Yumna," bisik Yasril lirih.
"Ah, iya. Kau tak tahu kabar tentang dia? Abang pikir kalian dekat."
"Sudah lama kami tak berkomunikasi, Bang."
Setelah memasuki dunia perkuliahan, interaksi Yumna dan Yasril semakin berkurang. Jarak membuat mereka renggang. Belum lagi, masalah datang silih berganti di hidup masing-masing. Begitu tersadar, mereka telah putus kontak.
Yasril pernah sekali mencoba mengontak Yumna. Mencari akun media sosialnya. Nihil. Nomornya pun tak aktif. Pernah terpikir untuk bertanya pada Yusra, tetapi urung. Hubungan mereka kurang baik. Yasril malas berinteraksi dengan gadis itu.
"Oh, pantas. Dia mau menikah."
Jantung Yasril berdenyut kencang. Matanya mengerjap lambat. "Apa? Coba ulangi?"
"Yumna mau menikah."
"Abang tahu dari mana?"
"Dia menikah sama si Yafiq, teman karib Abang. Kabarnya lagi heboh. Pakai bumbu-bumbu cinta segitiga. Ck, si Yafiq itu ..., dari dulu sampai sekarang, selalu jadi perhatian."
Lalu mengalirlah cerita cinta dari pulau nun jauh di sana. Amzar cukup detail menjelaskan. Berita pernikahan Yafiq dan Yumna begitu senter di kalangan masyarakat. Menjadi perbincangan di mana-mana.
"Aku dapat undangan?" tukas Yasril setelah Amzar menutup ceritanya.
"Iya. Abang heran, padahal kau bukan lagi warga di sini."
"Siapa yang antar undangannya?"
"Panitia yang bertugas, lah." Amzar tertawa pelan. "Pertanyaanmu tak bermutu."
Yasril menarik napas panjang. Bahunya terasa lemas. "Hm, nanti aku pikirkan. Sudah. Aku tutup. Salam buat semuanya."
Yasril memijat pelipis. Perbincangan mereka kurang dari tiga puluh menit, tetapi sanggup mengusik batinnya.
Dia masih tidak menyangka. Rasanya terlalu tiba-tiba. Tak bisa dipercaya.
Yumna, teman masa kecilnya, gadis yang beberapa waktu lalu sempat menghinggapi pikirannya ..., akan segera menikah?
Sial. Seharusnya dia turut berbahagia. Teman lamanya telah bertemu tambatan hati. Namun kenapa ..., dadanya terasa begini sesak?
"Oi, Bro! Muka lo kayak orang habis kecopetan!"
Yasril mendongak. Kafka dan Raza memandangnya kepo.
"Kenapa?" imbuh Raza.
"Gue harus pulkam. Secepatnya. Teman gue nikah. Kalian mau ikut, nggak?"
Kafka dan Raza sontak berpandangan. Mereka bergidik. "Ogah!"
"Ngapain, sih, lo. Najis banget ngajak kita-kita ke acara nikahan. Cari cewek, sono. Kania boleh juga, tuh," imbuh Kafka.
"Teman cewek, ya? Sampai bikin lo kayak gini." Raza ikut menginterogasi.
Yasril mengangguk kaku.
"Bilang aja mantan lo mau nikah duluan. Gengsi dipelihara. Dasar cupu!" Kafka tertawa mengejek.
Raza sontak menyikut bahu pemuda itu. "Lihat situasi dong," desisnya.
"Sorry. Saran gue, mending lo ajak cewek lain. Biar impas."
"Bisa-bisa gue digorok pas nyampe rumah."
"Ya, tinggal lo pacarin. Beres."
"Kayaknya lo perlu update otak, deh."
Raza tertawa kecil. Yasril dan kemampuan sarkasmenya, sungguh menggelitik. Selama tidak jadi korbannya. "Ya udah, sih. Lo balik aja sendiri. Ajakin kerabat lo buat nemanin. Omong-omong, gue baru tau kalau lo punya mantan."
Benar juga, pikir Yasril. Aneh sekali kalau dia jauh-jauh dari Jakarta sambil menggandeng laki-laki dewasa. Menggelikan. Dia telah bertindak implusif.
"Cuma teman."
"Berarti mantan gebetan?" timpal Kafka seraya menyengir.
"Gue baru tau ada istilah gitu," komentar Yasril lempeng.
"Nggak penting!" timpal Raza keki.
Yasril terkekeh. Dia menunduk agak lama. Memandangi lantai. Lalu menyugar rambutnya.
"Ceritanya lo lagi patah hati, nih?" Kafka masih setia mencerocos.
Yasril hanya menyeringai tipis.
-Bersambung.
Abang sedang berjuang buat masa depan, si doi udah ditikung orang. Perih. Lol
21 Juni 2020.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top