Bagian Ketigabelas.
Komentarilah jalan ceritanya. Bukan soal typo, kurang kata atau sejenisnya. Cobalah mengerti. Kalau mau bacaan sempurna. Belilah di google books atau novelnya langsung di toko buku. Saya yakin disana kalian akan menemukan bacaan yang sempurna. Baik itu EYD maupun jalan cerita.
DiWatty, kalian akan menemukan banyak penulis amatiran seperti saya. Dimana menulis itu bukan untuk mencari keuntungan materi. Karena banyak diantara kami yang cuma sekedar menuangkan hobby. Kalau saya mau, bisa aja saya selesaikan ending Andhara atau Bima dan Langit di google books. Tapi saya kasihan juga. Nggak semua orang bisa beli pdfnya. Uang yang saya terima gak sebanding dengan kebahagiaan kalian. Kalaupun kelak karya saya terpampang disana. Ending cerita itu pasti sudah sempat kalian baca.
Saya memang baperan, apalagi dalam keadaan capek. Emosi saya bisa langsung naik saat membaca sebuah kritik atas tulisan saya. Tapi saya juga nggak ingin mengecewakan banyak pembaca yang sudah menunggu kelanjutan cerita ini. So marilah sama sama kita saling membahagiakan. Kalian senang karena saya sudah update. Dan saya senang karena kalian sudah membaca karya saya. Dengan memberikan vote dan komentar.
Sesimple itu kok sebenarnya. Oke deh, kita mulai masuk ke konflik My Di dan Deedoo yaaaa....
🌷☘🌷☘🌷☘
Diandra membenahi meja makan. Jantungnya berdebar tidak karuan. Niat makan malam yang tadinya hanya akan diikuti oleh kedua orang tuanya. Ternyata berubah total. Karena keikut sertaan om Jeffrey dan tante Fify. Dengan alasan, tidak ingin Diandra mendapatkan pria sembarangan.
Ia belum sempat memberitahukan pada Andrew bahwa akan ada orang lain yang bergabung. Takut kalau kekasihnya merasa tidak nyaman. Kembali fokus meletakkan piranti makan. Diandra menatap langit yang cerah. Semoga malam ini tidak hujan. Karena makan malam diadakan di halaman belakang.
Tak lama terdengar suara mobil memasuki halaman depan. Suara riuh tiba tiba sudah memenuhi ruang tengah. Diandra tahu kalau itu adalah pertanda om Jeffrey dan tante Fify sudah datang. Mami memang sangat dekat dengan kakak iparnya. Karena itulah tante Fify merasa harus turut menyeleksi calon menantu yang akan menjadi anggota keluarga mereka.
Ia sendiri merasa cukup kecewa, karena tadinya berharap. Kalau makan malam ini hanya akan terdiri dari keluarga mereka saja. Ia tahu, Andrew bukan orang yang merasa nyaman duduk bersama orang baru yang mengelilinginya. Terlebih dengan latar belakang kehidupannya selama ini.
Siapa yang akan tahu arah pertanyaan dari keluarga besarnya? Mami juga pasti sudah menceritakan pada papi dan tantenya perihal asal usul Andrew. Seperti yang kemarin dikatakan mami. Keturunan tidak jelas! Kalimat itu cukup menohok Diandra. Tapi ia akan berusaha terlebih dahulu mengikuti peraturan dikeluarga ini.
Apapun yang kelak terjadi, tahap ini harus terlewati. Meski bisa menangkap ketidak sukaan papinya, saat mengetahui kalau ia sudah memiliki kekasih yang tidak sesuai standard keluarga. Apalagi pekerjaan Andrew juga menjadi salah satu alasan.
Tak lama mereka semua sudah memasuki halaman belakang. Ia segera menyambut tante dan omnya dengan sopan. Merasa tidak ada lagi yang harus dilakukan. Diandra memilih memasukinkamarnya untuk mandi.
***
Pagi tadi di Jakarta
Andrew baru bangun tidur ketika pintu kamarnya diketuk. Saat pintu terbuka sosok yang begitu dirindukannya segera menghambur kepelukannya.
"Deedoo aku kangen" bisik Diandra.
"Aku juga my Di. Kamu sehat?"
"Sehat, ini aku bawakan sarapan" jawabnya sambil menunjukkan sebuah kotak makanan kehadapan Andrew. Sementara ditangan sebelah kiri ada sebuah kemeja batik yang kelihatannya baru di laundry.
"Bawa apa Di?"
"Roti bakar isi selai srikaya. Kaya toast kata orang dinegara kamu. Trus ini kemeja buat kamu pakai nanti malam"
"Terima kasih, kamu sudah menyiapkan semua. Ya sudah, aku buatkan kopi dulu" jawab Andrew.
Diandra mengangguk sambil menatap tubuh yang begitu dirindukannya. Mengenakan celana pendek berbahan kaos dan juga tshirt putih. Kekasihnya tampak tampan meski belum mandi.
"Sampai jam berapa di Jakarta?"
"Jam sebelas malam"
"Kamu capek Doo?"
"Enggaklah, kan demi kita" jawab Andrew sambil tersenyum menatapnya.
"Pagi ini aku akan langsung ke Cipanas ya. Aku tunggu kamu nanti malam disana"
"Ok, aku sudah rental mobil sekalian supirnya. Jadi aku tidak akan tersesat nanti"
Diandra tertawa lebar sambil memeluk tubuh tinggi itu dari belakang. Kemudian menghirup aroma tubuh Andrew. Aku kangen kamu.
"Aku harus bawa apa Di?"
"Nggak ada yang spesifik sih, bawa bunga aja nanti untuk mami"
Andrew mengangguk. Kemudian ia menyerahkan secangkir kopi untuk Diandra.
"Aromanya enak banget"
"Ada teman bawa kopi dari brazil kemarin. Dan itu adalah kopi favoritku"
Mereka menghabiskan sarapan pagi bersama. Sampai kemudian setelah selesai sarapan, Diandra pamit untuk berangkat lebih dahulu.
***
Andrew menegakkan punggungnya di jok belakang. Pendingin mobil tidak mampu mengatasi keringatnya karena cemas. Makan malam bersama kedua orang tua Diandra membuatnya cemas. Apakah ia mampu menjawab semua pertanyaan mereka?
Menatap jalan yang berliku dan kebun teh disepanjang jalan. Membuat Andrew merasa sedikit lebih tenang. Meaki sebenarnya ia takut kalau semua akan berbalik menyerangnya. Tak lama mobil memasuki kediaman orang tua Diandra. Bentuk rumah khas dijaman kolonial. Dengan halaman luas dan taman bunga yang indah.
Kedatangan Andrew disambut oleh mami Diandra, setelah menerima buket bunga ia dipersilahkan memasuki rumah. Bagi Andrew rumah ini terlihat hangat. Meski banyak furniture terlihat kuno. Namun semua dirawat dan ditata dengan apik. Mengikuti sang nyonya rumah akhirnya mereka sampai dihalaman belakang. Disana ternyata ada dua sosok lain. Yang membuat Andrew terkejut sebenarnya. Apakah mereka bagian dari keluarga ini?
Seketika ia ingin menghentikan langkah. Namun tidak ada jalan pulang. Ia harus menghadapi sesuatu yang selama ini sangat dihindarinya. Bertemu dengan ibunya! Beruntung meski ada kilat terkejut dimata perempuan itu, ia tetap bersyukur karena tampaknya ia tidak mengenali Andrew. Mungkin karena sekilas wajahnya mirip dengan papanya.
Mencoba mengatasi kegugupannya, Andrew menyalami mereka semua. Meski enggan bersentuhan dengan Fify dan suaminya Jeffrey. Nama mereka masih terngiang ditelinganya. Berkali kali disebut dalam percakapan antara aunty dan papanya. Bukan dengan nada positif. Tapi lebih kepada rasa sakit yang berkepanjangan dalam diri papanya.
Ia dipersilahkan duduk disamping Diandra. Kekasihnya tampak cantik dengan gaun berwarna putih. Rambut Diandra yang panjang, digelung keatas. Membuat lehernya terekspos dengan baik. Wawancara terhadapnku akan dimulai. Kenapa ada orang lain? Padahal menurut Diandra hanya ada ia dan orangtuanya. Apakah nanti akan ada pertanyaan mengenai asal usulku?
"Selamat datang di rumah ini Andrew"ucap papi Diandra.
"Terima kasih" jawab Andrew sambil membungkukan badannya memberi hormat.
"Ayo silahkan diminum" ucap mami Diandra sambil tersenyum. Mencoba mencairkan suasana yang mendadak kaku.
Andrew menyeruput tehnya, kemudian meletakkan gelas tersebut dimeja dengan hati hati.
"Oh ya, kata Diandra kamu tinggal di Singapura?" Tanya papi Diandra
"Ya om, untuk tiga bulan ini. Karena ada kontrak dengan sebuah ajang pemilihan model. Dan juga Singapore tourism. Juga ada kontrak dengan beberapa brand dan majalah fashion di Asia tenggara"
"Wow, kamu juga katanya baru melakukan pemotretan dengan raja Spanyol ya" tanya mami Diandra.
"Ya, kebetulan saya ditugaskan oleh agen saya"
"Agen kamu pusatnya dimana?" Kali ini Jeffrey yang bertanya.
"Di London om"
"Selama ini kamu tinggal disana berarti"
"Ya"
"Dengan siapa?"
"Sendiri"
"Orang tua kamu?"
"Papa sudah lama meninggal dan beliau sudah berpisah dengan mama saya"
Jeffrey hanya mengangguk anggukan kepala. Sementara Mami Diandra tampak terlibat pembicaraan dengan Fify.
"Oh ya, gimana kalau kita mulai makan malamnya pi? Udah jam setengah delapan" ujar Diandra.
"Boleh Di, siapkan saja" jawab papi.
Maka mami Diandra segera berdiri dan menuju kearah dapur. Diikuti oleh Diandra. Tak lama beberapa orang asisten rumah tangga datang dengan bawaan masing masing. Melayani mereka satu persatu. Makan malam dimulai setelah mendapat perintah dari papi Diandra selaku tuan rumah.
"Oh ya Andrew, apa kamu sering berpindah pindah?"
"Selama ini ya om. Tergantung dimana saya harua bekerja"
"Tidak ada keinginan untuk menetap disuatu negara?"
Andrew terdiam, sebuah pertanyaan yang sulit baginya.
"Selama ini belum"
"Maksud saya begini, kalau nanti kamu menikah dengan Diandra misal. Apakah kamu akan selalu membawa dia kemanapun kamu pergi? Bagaimana dengan anak anak kalian nanti"
Andrew meletakkan sendok dan garpunya. Meraih air putih dan meminumnya habis sekali tenggak.
"Mungkin nanti saya akan menetap, tapi belum tahu dimana. Tergantung pada pekerjaan saya"
"Mulailah berpikir tentang itu"
"Baik om"
Keringat mulai menetes didahi Andrew. Membuat Diandra menyerahkan beberapa lembar tisyu padanya. Gadis itu memahami, pertanyaan papinya terlalu berat untuk kekasihnya.
"Maaf" bisik Diandra
"Tidak apa apa"
"Oh ya Andrew, kamu di Singapura tinggal dimana?" Tanya Jeffrey
"Di The Scotts tower om" jawab Andrew.
Selesai mendengar itu, papi Diandra , Jeffrey dan Fify meletakkan sendok mereka bersamaan. Keringat semakin meluncur deras dari kening Andrew.
"Boleh saya tahu siapa nama ayah kamu?" Tanya Jeffrey dengan suara bergetar.
Andrew tersentak. Apakah ini saatnya papa? Apakah aku harus membohongi mereka dengan cara menyembunyikan identitasku? Tidak pa, tidak akan. Aku tidak akan melakukan tindakan sepengecut itu. Diandra menyentuh tangan kiri Andrew yang tampak bergetar. Sejenak Andrew menatapnya kemudian disertai anggukan kepala. Menyatakan bahwa ia baik baik saja.
"Andrew" panggil papi Diandra.
"Stephen Phillip Tan" jawabnya dengan nada bergetar.
Seketika terdengar Papi Diandra membanting piringnya. Sementara Jeffrey mendekati Andrew dan meraih krah kemejanya.
"Lalu apa maksud kamu mendekati Keponakan saya. HA?! Mau balas dendam atas nama ayah kamu yang idiot itu? Dasar anak haram. Apa yang tidak kami ketahui tentang kamu. Ayahmu yang pemerkosa, tantemu yang lesbian" Seketika sebuah tinju melayang ke rahang Andrew.
Suasana tampak kacau. Meja makan sudah terbalik ditendang oleh kaki Jeffrey dengan kuat.
"Pa sudah" teriak Fify sambil berusaha menarik suaminya. Tubuh Fify terlihat bergetar. Namun Jeffrey sudah kalap. Ia benar benar marah.
"Kamu diam! Laki laki ini tengah berusaha membalaskan dendamnya atas kamu kepada Diandra. Siapa yang memerintah kamu ha?!? Ayah kamu? Setelah puluhan tahun lalu sekarang kalian merasa punya cara untuk menghancurkan keluarga kami? Jangan harap. Sedikitpun saya tidak akan membiarkan Diandra masuk ke dalam perangkap kamu"
Sementara Diandra sendiri ditarik paksa oleh maminya memasuki rumah. Membiarkan sang suami dan adiknya menyelesaikan masalah dengan Andrew.
"Sekarang juga kamu keluar daei rumah ini. Dan jangan pernah kembali kemari. Karena pembalasan dendam yang kamu rancang selama ini sudah gagal. KELUAR KAMU!" Teriak papi Diandra.
Andrew hanya menatap mereka tanpa mampu membela diri. Yang ditakutkannya telah datang. Ditatapnya wajah Fify dengan mata berkaca.
"KELUAR!" Teriak papi Diandra lagi. Tak lama dua orang satpam menghampiri dan menarik paksa Andrew keluar dari tempat itu.
Dengan tubuh terseret karena ditarik paksa, Andrew masih mencari wajah Diandra. Namun tak ditemukannya. Ia menelan salivanya. Setelah sampai dihalaman ia dimasukkan kedalam mobil. Membuat supir yang tengah tertidur terbangun karena kaget akibat suara pintu.
"Kita pulang ke Jakarta pak" ujar Andrew pelan dengan wajah menunduk.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
200719
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top