Bagian ketiga

Tapi beneran lho, phobia Diandra gak jauh beda sama saya. Saya paling takut kalau berada di lorong hotel sendirian. Perasaan ada yang ngikutin dari belakang. Kalau dalam lift sendirian saya cuma ngelihatin CCTV.  Biar kerasa aman😁😁😁😁

🌷☘🌷☘🌷☘

Andrew berdiri di hadapan  guci berisi abu jenazah ayahnya. Sebagai anak laki laki  satu satunya ia wajib memberi penghormatan kepada abu ayahnya. Itulah tradisi keluarga yang ia taati sejak lama.  Setelah menunduk hormat dan meletakkan hio ditempat yang telah disediakan. Ia mendoakan ketenangan arwah sang ayah. Kemudian ia membungkuk kembali melakukan penghormatan terakhir, lalu keluar dari ruangan itu dan duduk di anak tangga.

Terbayang kembali masa masa indah bersama ayah yang ia panggil.dengan sebutan papa. Mereka hanya hidup berdua setelah ibunya meninggalkan mereka. Ia dan ayahnya tidak pernah terpisahkan. Walau ibunya memilih pergi, tetapi ayahnya mampu memposisikan diri sebagai ayah sekaligus ibu baginya.

Ayahnya selalu membawanya kemana pun ia pindah bekerja. Ini disebabkan karena kerajaan bisnis kakeknya ada di hampir seluruh negara. Ia sudah terbiasa berpindah  sekolah hampir setiap tahun. Karena itu ia tidak pernah punya teman dekat ataupun sahabat.

Namun keberhasilan  ayahnya memperbesar kerajaan bisnis sang kakek, tidak diikuti dengan keberuntungan dalam hal percintaan. Ayahnya menikahi perempuan yang tidak pernah mencintainya. Karena kesalahan ayahnya, ibunya hamil. Ayahnya tidak pernah lari dari tanggung jawab. Ia ingin menikahi ibunya walau tahu bahwa ibunya tidak pernah mencintainya. Sayang, ibunya menolak karena tidak ingin ada ikatan diantara mereka. Meski begitu ibunya tetap bersedia meneruskan kehamilannya.

Namun begitu ia lahir,  ibunya menuntut janji ayahnya untuk mengembalikannya ke Indonesia.  Ayahnya mengabulkan permintaan itu. Lelaki itu tidak pernah menikah lagi sampai akhir hayatnya. Andrew teringat kata kata yang selalu dibisikkan ayahnya

"Jadilah laki laki yang baik kelak. Dan jangan pernah melakukan kesalahan yang sama seperti yang pernah papa lakukan"

Kalimat itu selalu terngiang ditelinganya. Bahkan sampai saat ini ketika usianya menginjak tiga puluh dua tahun. Ia tak pernah berhubungan serius dengan perempuan. Mereka datang dan pergi dalam hidupnya. Tidak pernah ada komitmen. Ia memang tidak ingin menikah. Karena tahu rasa sakit mencintai tanpa bisa memiliki. Itu hanya akan menghambat kehidupannya. Ia juga tak berencana punya anak. Karena hidupnya sudah cukup sibuk untuk menyelesaikan pekerjaan yang tak pernah berhenti. Dan yang terpenting, ia tidak ingin kecewa saat mencintai seseorang dan hanya bisa menatapnya dari jauh.

Perlahan air menetes di sudut matanya. Saat seperti ini Andrew merasa sah sah saja untuk menangis. Ia membuka kacamata dan menghapusnya. Sudah lama sekali ia tidak bertemu ayah. Andrew sangat merindukannya. Ayahnya tidak pernah mengajarkan membenci ibunya. Walau ia tidak pernah lagi bertemu dengan ibunya semenjak perpisahan itu. Yang berarti hampir seumur hidupnya.

Andrew tahu bahwa ayahnya sangat mencintai ibunya. Karena itulah ayahnya tidak pernah mencari ibu sambung untuknya. Ketika ayahnya meninggal ia masih menemukan foto ibunya di dompet dan laci meja kerja ayahnya. Bahkan pakaian ibunya masih tertata rapi di dalam walk in closet  sang ayah.

Apapun peninggalan sang ibu, akan selalu dirawat dengan baik. Entah itu baju, sepatu maupun perhiasan. Meski begitu ayahnya tidak pernah mengajak Andrew untuk menemui sang ibu. Bahkan ayahnya tidak pernah menginjakkan kaki di Indonesia sampai akhir hayatnya. Entah sebesar apa kebencian dan cinta ayahnya terhadap ibunya.

Setahunya saat ini ibunya tinggal di jakarta. Sudah menikah dengan lelaki pilihannya. Mereka  mempunyai dua orang anak perempuan yang sudah beranjak dewasa. Ia pernah meminta seseorang menyelidiki. Karena itu ia tahu kehidupan ibunya.  Sementara ayahnya sudah meninggal ketika ia berusia tujuh belas tahun.

Sepeninggal ayahnya, hak perwalian Andrew jatuh ke tangan saudara kandung sang ayah. Tantenya Regine. Regine adalah seorang Lesbian, tidak pernah menikah dan juga perokok berat. Meski tidak memiliki sifat keibuan, Regine tetap berusaha menjadi tante yang baik untuknya. Menemaninya saat liburan dan menghadiri setiap acara penting dalam hidupnya. Juga mengijinkan Andrew menempuh pendidikan  sesuai bakatnya yakni fotografi.

Regine juga memperjuangkan hak Andrew dalam kerajaan bisnis keluarga Tan. Sampai dua tahun lalu saat kakeknya meninggal, ia berhak memiliki delapan persen saham di grup besar tersebut. Meski hingga saat ini Andrew tidak pernah menginjakkan kakiknya di kantor pusat. Seluruh tugasnya sudah diwakilkan oleh sang tante.

Mereka jarang bertemu. Paling hanya sekedar berkomunikasi lewat telfon atau email. Regine juga bukan orang yang bersikap terbuka. Ia terkesan dingin dan sangat perfeksionis. Terlalu perkasa untuk menjadi perempuan.  Tapi ia sangat menyayangi Andrew. Meski tidak terlalu memperlihatkannya.

Andrew tertunduk sambil merenung. Malam ini ia akan kembali berangkat bekerja. Entah kapan ia bisa pulang kemari lagi. Jadwal pekerjaanya sangat padat. Dan ia harus profesional, Menyelesaikan seluruh tanggung jawabnya, karena ia sudah dibayar mahal. Dan satu lagi, ia tidak pernah mengambil cuti. Karena tidak tahu harus berbuat apa saat tidak bekerja!

Sebenarnya, sebagian keluarga ayahnya tinggal disini. Memang dulu setiap tahun, ketika acara ziarah kubur dan tahun baru  ia akan berkumpul dengan keluarga besar ayahnya. Tapi itu hanya formalitas sebelum kakeknya meninggal. Karena ia adalah keturunan laki laki keluarga "Tan". Saat itu kakeknya meminta seluruh keluarga menghormatinya.

Sampai saat ini juga kegiatan itu masih berlangsung. Namun ia sudah jarang bergabung. Selain banyak pekerjaan ia juga merasa sungkan. Karena ia tahu bahwa kehadirannya tidak diinginkan. Hanya tantenya Regine yang selalu menyambut kedatangannya.

Andrew keluar dari gedung penyimpanan abu menuju pelataran. Ia harus bersiap siap untuk berangkat. Pesawatnya akan berangkat pukul sepuluh malam nanti. Dan ia sudah lapar.

Barang bawaannya tadi sudah dititipkan di bandara. Sehingga ia masih punya waktu untuk sekedar makan malam dengan hanya membawa tas ransel kecil. Dari tempat itu andrew menghentikan taksi dan meminta supir untuk mengantarnya ke Orchard road. Untuk sekedar menikmati sore di singapura dan makan malam. Ia malas makan di bandara karena merasa bosan dengan menu yang ditawarkan. Akhirnya ia memutuskan untuk makan di sebuah foodcourt yang menyediakan chinesse food. Ia rindu masakan leluhurnya.

***

"Hai ketemu lagi" Diandra menyapa Andrew yang sedang menunggu pesanannya.

Andrew terkejut, ia tidak menyangka kalau malam ini akan bertemu kembali dengan Diandra. Tanpa sadar Andrew tersenyum lebar. Diandra adalah pribadi yang menyenangkan. Ramah khas perempuan Indonesia. Berbanding terbalik dengan Andrew yang cenderung tertutup.

"Ya, kamu mau makan malam?" Tanyanya sopan

"Hmmm... iya, kamu sudah pesen?"

"Sudah, duduk sini. Biar saya yang panggil waitressnya" Andrew mempersilahkan Diandra untuk duduk di meja yang sama

Akhirnya Diandra memilih duduk di hadapan Andrew. Walau dengan sedikit salah tingkah karena ia merasa sangat bahagia. Bayangkan hari ini sudah tiga kali ia bertemu Andrew. Pagi di jakarta, siang di pesawat dan malam ini di singapura. Pertemuan tak tersuga mereka, sudah seperti minum obat baginya.

Diandra kemudian memesan makan malamnya yang hanya berisi sayuran. Ia memang sengaja memesan menu untuk vegetarian.

"Kamu vegetarian Diandra?"

"Enggak, cuma aku suka sayuran rebus disini. Agak beda gitu rasanya. Chinesse banget!"

"Kamu pesan apa?"

"Bak kut teh"

"Yang daging pake ramuan itu bukan sih?"

Andrew mengangguk. Pembicaraan mereka berjalan lancar. Tidak tampak kalau mereka sebenarnya belum lama saling kenal. Akhirnya pesanan datang. Setelah saling mengucap selamat makan mereka mulai menyantap makan malam masing masing. Tanpa sadar Diandra menyenggol ponsel yang ada disampingnya, dan ia sedikit berteriak karena handphone miliknya jatuh. Refleks dia mengambil handphonenya yang terjatuh.

"Untung gak apa apa" ucapnya sambil memandangi telepon genggamnya

"Jangan letakkan dipinggir gitu. Taruh di tengah saja" Andrew segera memindahkan handphone milik Diandra. Diandra hanya membalas dengan senyuman dan anggukan

"Oh ya, nama panggilan kamu siapa?" Tanya Andrea

"Dalam pekerjaan mereka memanggil saya mr. Tan. Tapi kamu boleh memanggil nama saya  senyaman kamu"

"Bagaimana dengan Andrew?"

"Kedengarannya cukup menarik. Kalian orang Indonesia terbiasa menyingkat nama panggilan"

"Ya, nama Andrew bisa kami panggil And atau Drew" jawab Diandra sambil tertawa lebar.

Andrew hanya menatapnya tanpa kedip. Cantik sempurna.

"Ndrew saya baru tahu  kalau kaki kamu tattoan, kamu suka tatto?" Tanya Diandra, ia sempat melihat tatto yang memenuhi kaki andrew ketika menunduk tadi.

"Gak cuma dikaki sih sebenarnya, tapi di beberapa bagian tubuh lain juga ada. Kenapa? Mau lihat yang lain?" goda Andrew. Entah kenapa ia bisa sesantai ini saat bicara dengan seorang gadis.

Diandra langsung mengerucutkan bibirnya sambil menggelengkan kepala. Andrew kembali tersenyum menatap mimiknya yang lucu.

"Kamu suka buat tatto?"

"Aku suka buat tatto, gak ada alasan sih. Cuma kadang ada beberapa moment dalam hidup yang selalu ingin aku ingat. Ya aku buat dalam bentuk tatto." lanjut Andrew

"Tapi kan sakit waktu buatnya" jawab Diandra dengan wajah meringis

"Cuma sebentar kok. Banyak juga model wanita yang tattoan setahu saya"

"Iya sih, tapi yang pasti bukan saya"

"Syukur kamu gak suka tatto"

"Kenapa?" Tanya diandra penasaran

"Kebetulan saya kurang suka perempuan bertatto. Walau kadang kesannya seksi"

Diandra kembali tersipu malu dengan jawaban Andrew. Rasanya ia ingin terbang dengan penjelasan Andrew barusan.

"Oh ya, mana Maya? Biasanya kalian selalu bersama"

"Tidur, habis perawatan dari salon tadi. Capek mungkin"

"Kamu nggak merasa capek?"

"Aku jarang dapat libur, makanya kalau ada waktu aku akan pergunakan dengan baik"

"Kamu perawatan tubuh harus kemari" Tanya Andrew lagi dengan nada heran.

"Iya, salon langgananku ada disini. Aku suka pelayanan mereka  dan  juga hasilnya" jelas Diandra

"Ya, saya tahu sebagai model kamu harus merawat diri kamu"

Tak lama makan malam mereka selesai. Hampir jam enam sore sekarang. Sudah waktunya Andrew kembali ke bandara. Ia pun berpamitan dengan perempuan itu. Sebelum berpisah mereka menyempatkan diri saling bertukar nomor ponsel dan juga email.

Diandra melepas Andrew malam itu dengan senyum. Walau dengan hati yang sangat tidak iklas dan sedikit kecewa. Sebenarnya ia ingin sekali memotret pria itu. Namun ia tidak punya keberanian. Dalam hati ia berteriak

ddduuuuhhh mayaaa.... kok kamu gak disini siihhhh????

Seandainya ada Maya ia tidak perlu kehabisan kata kata. Walau akan membuatnya malu pasti Maya akan meminta berfoto dengan Andrew. Maya pasti bersedia melakukan segala hal yang tidak sanggup Diandra katakan.

Yang Diandra tidak tahu, bahwa gambarnya tersimpan rapi pada file laki laki itu.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

060719

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top