Bagian kelima

Kita lanjut yuuuk..
Votenya udah 500...

🌷☘🌷☘🌷☘

Pagi itu Diandra menikmati sarapan dihalaman belakang. Dengan latar belakang kabut juga pabrik teh dikejauhan. Ia tersenyum bahagia. Dilahirkan ditempat ini, besar disini. Dan kelak berharap bisa menua disini pula. Meski udara Cipanas tak lagi sesejuk dulu. Tapi ia sangat suka suasananya.

Diandra merapatkan sweaternya. Papi juga sedang minum teh dihadapannya. Sementara mami tengah sibuk memanggang roti untuk mereka berdua.

"Di, jangan lupa ya lusa kamu ikut acara tunangannya Jennifer" ucap mami. Jennifer adalah sepupunya.

"Ok mi. Udah dijadwal sama Maya kok"

"Seragamannya udah kamu jahit kan?"

"Udah mi. Warnanya bagus banget"

"Tantemu Fify sengaja belanja bahan ke Thailand lho"

"Iya, kemarin aku diajak. Tapi sayang aku nggak punya waktu" jawab Diandra.

Papinya melipat koran yang tengah dibaca.

"Kamu gimana?" Tanya papi sambil menatapnya lembut.

"Gimana apanya pi?"

"Sudah punya pacar?"

Diandra tertawa. Ia segera bangkit dan memeluk papinya dari belakang. Membuat mami hanya menggelengkan kepala. Dari dulu mereka sangat memanjakan Diandra. Terutama sang suami.

"Kan pacarku papi" jawab Diandra sambil mencium pipi papinya.

"Bukan papi, tapi yang akan jadi suami kamu nanti. Umur kamu sudah dua empat. Sudah lulus kuliah. Sudah mapan, cantik, terkenal. Masak sih nggak ada yang naksir?"

"Nggak ada yang sesuai dengan kriteria papi" jawab Diandra.

"Papi sih, syaratnya kebanyakan ya Di?" Mami menimpali.

"Kamu nggak akan bisa pacaran sama papi terus. Akan ada pria muda yang cocok dengan kamu"

"Susah pi, semua karena ngelihat papi dan juga karirku"

"Cari dong satu. Pasti ada"

"Pi"

"Ya"

"Gimana kalau ada orang asing yang naksir aku"

"Nggak boleh ah, nanti kamu dibawa ke negaranya. Mami sama papi mau tinggal sama siapa disini" jawab mami langsung.

Diandra melepas pelukannya pada papinya. Kemudian bergantian memeluk maminya.

"Kan seandainya mi"

"Cari orang Indonesia aja ya Di. Kalau bisa yang bersedia bantu mengelola pabrik"

Diandra akhirnya hanya bisa mengangguk.

***

Malam itu Seluruh keluarga Diandra datang ke kediaman omnya. Untuk menghadiri acara pertunangan putrinya.
Jennifer adalah putri pertama omnya dengan tante Fify. Om nya merupakan adik dari mami Diandra. Tante Fify sangat cantik. Diandra suka menatapnya. Selain itu tantenya juga ramah dan berjiwa sosial tinggi.

"Apa kabar Di?" Tanya Fify sambil mencium kedua belah pipi Diandra.

"Baik tan, tante?"

"Baik juga. Kamu tambah cantik"

"Tante jauh lebih cantik"  puji Diandra

Fify hanya tertawa mendengar kalimat keponakan suaminya tersebut.

Fify Utomo Jeffrey  Semasa mudanya, ia sangat cantik. Bahkan omnya Jeffrey harus bersaing dengan banyak pria saat itu. Beruntung, sang tante akhirnya benar benar bisa diikat oleh  omnya dalam sebuah pernikahan.

Selain cantik, tante Fify juga sangat pintar. Ia adalah seorang pakar dibidang pengembangan diri. Yang memiliki beberapa yayasan sosial dalam membantu anak anak penderita kanker dan juga down syndrom. Ia adalah contoh sempurna dalam kehidupan Diandra.

Menantunya juga bukan orang sembarangan. Putri keduanya Jullie menikah dengan putra salah seorang pejabat yang juga pengusaha. Sementara calon suami Jennifer adalah seorang dokter spesialis berkebangsaan Thailand. Yang juga merupakan relawan di berbagai daerah bencana.

Diandra selalu merasa bahwa kehidupan Fify  sangat sempurna. Sehingga ia kerap berkhayal kelak akan memiliki suami yang sangat mencintainya. Mengerti dirinya dan bisa menerima segala kekurangannya. Seperti penerimaan om Jeffrey pada tante Fify. Seluruh keluarga tahu bahwa Fify adalah janda beranak satu. Yang meninggal sejak baru lahir.

Acara malam itu  berlangsung sangat meriah. Beberapa kali Diandra hadir dalam sesi foto keluarga. Dan beberapa kali pula para sepupunya menautkan foto foto mereka. Membuat para fans Diandra mengetahui apa yang tengah dilakukan sang bintang.

***

Andrew menatap beberapa kemeja didepannya. Kemudian memilih  yang terlihat cocok untuknya. Ia tengah berbelanja di Woodbury common. Sebuah tempat belanja dengan harga cukup terjangkau di New York. Ia tidak sempat kembali ke London. Ada pemotretan untuk produk Kate Spade yang tengah menunggunya.

Setelah memilih beberapa kemeja, celana dan kaos, Andrew segera membayar dikasir. Kemudian keluar dengan paperbag yang cukup banyak. Sudah beberapa bulan ia tidak pulang. Pekerjaan demi pekerjaan sudah diselesaikannya dengan baik.

Mampir disebuah cafe, pria itu lantas berselancar di dunia maya. Yang pertama ditemukannya adalah foto Diandra yang tampak cantik mengenakan busana khas Thailand.di Instagram. Ia segera menyimpan foto tersebut. Ada beberapa foto lain yang menunjukkan kecantikannya yang sempurna. Saat berfoto dengan beberapa orang yang kemungkinan besar adalah sepupunya. Karena mereka terlihat berswragam dan ada caption nephew, niece, family yang menunjukkan hubungan kekerabatan mereka.

Andrew hanya bisa menatap kejauhan. Jujur kadang ada keinginan untuk  menghubungi Diandra. Bertanya kabar tentangnya. Tapi ia masih  rasa enggan. Takut kalau hubungan itu akan rumit dan  berakhir dengan luka. Ia bukan orang yang siap untuk memulai sebuah hubungan yang permanen. Ia takut menyakiti Diandra.

Beberapa kali sebenarnya ia mencoba menulis pesan. Meski hanya dengan kata hi. Tapi seketika dihapusnya kembali. Ia tidak ingin terjebak dalam sebuah hubungan. Andrew kembali menghisap rokoknya. Foto Diandra masih menghiasi layar ponselnya. Kenapa ia merasa seperti ini? Ingin berdekatan, ingin menyentuh dan yang sangat menyakitkan adalah ingin memiliki.

Ada ribuan perempuan pernah dipotretnya. Bahkan beberapa diantaranya berakhir diranjangnya.  Bahkan mereka jelas jauh lebih  menggiurkan daripada seorang Diandra. Namun entah kenapa hatinya justru terpaut pada gadis itu. Jarak ratusan ribu kilometer tidak pernah menghalangi debaran jantungnya.

Langit mengambil rokoknya yang kedua. Menatap jalanan yang dipenuhi orang yang menjinjing paperbag. Ia adalah salah satu dari mereka. Berjalan terus meski sudah letih. Karena kadang tujuan itu tak ada lagi. Hanya sekedar menanti matahari terbenam.

Sekali lagi ditatapnya wajah cantik itu. Seperti inikah rasanya merindu papa? Membuat dadaku terasa sesak. Bukankah rasa ini seharusnya milik seorang perempuan? Kenapa kita kaum lelaki harus memilikinya juga? Semoga rasa ini takkan lama. Semoga ia memilih berlalu. Karena ternyata sangat sakit merindukannya.

***

Andrew masih membenahi beberapa properti untuk syuting. Diantaranya meratakan taburan daun daun kering agar terlihat alami. Pemotretan kali ini dilakukan disebuah studio milik sebuah majalah fashion terkemuka.

Ia mencoba menuangkan konsep secara utuh sesuai yang diinginkan oleh kliennya. Mengingat secara detail apa yang mereka inginkan. Yang pasti pemotretan kali ini akan penuh canda dan tawa. Sesuai tema mereka. Kebahagiaan menyambut musim semi. Dipastikan tidak akan ada wajah dingin dalam setiap foto.

Beberapa orang model yang telah selesai dirias dan tampak sibuk dengan ponsel mereka masing masing. Andrew kembali menatap lighting dan posisi kamera. Juga menatap beberapa model yang sebelumnya tak pernah bekerja dengannya. Ia harus jeli menangkap sudut wajah mereka. Termasuk hal kecil seperti lirikan dan senyum misterius milik mereka. Itu akan menjadikan sebuah foto terlihat lebih hidup.

Produk kali ini bertemakan warna terang. Terlihat dari gaun, sepatu sampai tas yang akan mereka kenakan. Ia mulai memanggil para model saat merasa semua persiapan sudah sempurna. Beberapa asistennya sudah siap dengan posisi masing masing. Tepat saat itu sebuah email masuk kedalam ponselnya. Bergegas Ia membuka. Dan segera senyum lebar tersungging dibibirnya.

"Hi"

Hanya kata singkat itu dari Diandra. Namun bisa membuat Andrew dengan penuh semangat melanjutkan pekerjaannya. Ia memejamkan mata sejenak. Memilih apakah akan membalas chat atau segera menelfon. Akhirnya ia memilih untuk membalas chat saja,

"Sorry, saya baru memulai pemotretan. Setelah ini saya akan telfon kamu"

Jawaban singkat Andrew yang mampu membuat  seorang Diandra melompat lompat diseberang sana.

***

Setelah menimbang selama beberapa waktu. Akhirnya Diandra memutuskan menghubungi Andrew terlebih dahulu. Kemarin ia melihat pria itu  memposting sebuah foto berisi taman dikota New York. Menandakan ia tengah berada disana.

Diandra memejamkan mata. Kemudian berkonsentrasi dengan ponselnya. Bingung hendap bertanya apa. Setelah berpikir sejenak ia memutuskan hanya mengirim kata hi. Bila Andrew masih menyimpan nomor ponselnya. Berarti pria itu tidak akan bertanya lagi. Siapa ia. Tapi jika sebaliknya,  Diandra memutuskan untuk tidak menjawab lagi.

Tak lama ponselnya berbunyi. Ia segera melompat kegirangan. Dari Andrew yang berjanji akan menghubunginya nanti. Thank you Lord... Thank you Lord ucapnya berkali kali.

Waktu terasa lambat bagi Diandra saat menunggu.

***

Masih terdengar deru nafas Andrew saat memulai percakapan mereka.

"Kamu darimana?" Tanya Diandra

"Habis pemotretan mampir  beli makan malam. Baru langsung ke hotel dan nelfon kamu. Kamu dimana?"

"Ada di apartemen"

"Nggak kerja?"

"Memang lagi ambil libur. Kamu masih banyak kerjaan?"

"Lumayan, setelah ini saya sudah ada kontrak untuk Harrods"

"Balik ke London dong?"

"Ya, pulang ke rumah. Sudah lama tidak pulang. Kamu apa kabar?" Tanya Andrew.

Wajah Diandra tampak merona.  Ia memejamkan mata menahan debaran jantungnya.

"Saya baik, kamu?"

"Saya juga baik baik saja. Masih banyak pekerjaan?"

"Lumayan, karena iklan yang kemarin dibuat untuk wilayah asia tenggara. Saya harus terbang kebeberapa negara untuk promo"

"Apa kamu sehat?"

"Ya, kamu?"

"Saya baik baik saja. Terima kasih sudah menghubungi. Saya senang kamu masih mengingat saya" ucap Andrew tulus.

"Sama sama. Maaf kalau saya lancang menghubungi kamu lebih dulu"

Andrew terdiam. Yang kamu tidak tahu, aku selalu ingin mendengar kabarmu.

"Kadang saya ingin menghubungi kamu. Tapi takut kamu sibuk atau sedang istirahat. Perbedaan waktu kita cukup jauh. Sering berpindah pindah, membuat saya kesulitan menghitung perbedaan waktu. Terima kasih sudah mengingat saya"

Kali ini Diandra yang terdiam. Ia mendengar getaran dalam nada suara pria itu. Entah, semoga ia salah. Ia mendengar ada nada kesedihan yang dalam disana.

"Saya justru takut kamu sudah melupakan saya" balas Diandra.

"Saya selalu mengingat kamu. Tapi saya benar benar sibuk. Kadang mencari waktu yang tepat itu sangat sulit. Bolehkah saya menghubungi kamu setelah ini?"

"Ya  boleh" jawab Diandra dengan lembut.

"Terima kasih. Semoga tidak akan ada yang memukul kepala saya kelak"

"Kenapa?"

"Karena merasa cemburu pada saya"

Diandra tertawa, Andrew terpana mendengar suara tawa itu.

"Nggak akan ada yang marah. Saya sedang tidak menjalin hubungan dengan siapapun"

"Terima kasih atas pemberitahuan kamu"

Akhirnya pembicaraan mereka berlanjut sampai hampir satu jam. Setelah selesai Andrew tersenyum lebar. Suatu hal yang sudah sangat lama tidak dilakukannya. Sementara Diandra masih sibuk  menentramkan detak jantungnya. Saran Maya benar benar mujarab mengobati kerinduannya.


***

Happy reading

Maaf untuk typo

100719

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top