Bagian Keempat belas.
Diandra masih menangis menatap mobil Andrew yang meninggalkan halaman. Ia sendiri hanya bisa melihat dari balik jendela.
"Di nggak suka papi begini" teriaknya keras sebagai tanda protes. "Dia nggak seperti itu. Papi bahkan belum mengenalnya lebih dari dua jam. Bisa bisanya papi bilang dia cuma mau balas dendam. Jadi sekarang tolong jelaskan sama Di, ada apa sebenarnya"
"Sudah berapa lama kamu kenal dia Di? Jangan pernah menggurui papi. Papi bahkan sudah mengenal ayahnya dan seluruh keluarganya yang berantakan itu"
"Tapi papi nggak bisa seperti ini. Papi menuduh sesuatu yang belum tentu benar. Dari mana papi tahu tentang ayahnya kalau ayahnya sendiri sudah meninggal lebih dari lima belas tahun yang lalu?" teriak Diandra.
"FIFY" teriakan mami menghentikan pertengkaran mereka. Tante Fifi terkulai lemas dilantai. Membuat Jeffrey panik. Ia segera mengangkat tubuh istrinya kesofa. Sementara mami Diandra menggosokkan minyak kayu putih disekitar hidung Fify.
"Semua karena kamu" tuduh papi pada Diandra.
"Papi, sudah dulu. Ini Fify masih pingsan" teriak mami Diandra memarahi suaminya.
"Kalau bukan karena Diandra yang tidak menyelidiki siapa laki laki yang menjadi kekasihnya. Masalah ini tak akan terjadi
Ayah laki laki itu sudah menghancurkan hidup tante kamu" desis papi menyalahkan putri semata wayangnya. Kemudian ia kembali duduk di sofa.
Diandra sendiri sibuk menggosok jemari Fify. Sampai akhirnya tantenya tersebut membuka mata. Pertama kali Fify menatapnya. Memberi isyarat agar Ia mendekati tantenya tersebut. Diandra menurut kemudian Fify memeluknya erat sambil menangis.
"Di, darimana kamu tahu kalau papanya sudah lama meninggal?"
"Dia yang cerita tante. Sejak umurnya tujuh belas tahun"
"Ayahnya dan seluruh keluarganya sangat membenci tante. Dan dia bisa saja menghancurkan masa depan kamu Di? Tante nggak mau kamu menderita seperti tante dulu"
Seketika Diandra terkesiap.
"Kenapa tante ngomong gitu? Tante nggak kenal Andrew sama sekali. Dia nggak benci tante"
"Ada yang bisa cerita sama Di, ada apa sebenarnya?" Tanya Diandra sambil menatap kesekelilingnya.
"Tantemu pernah diperkosa oleh ayahnya"
Diandra terdiam, bibirnya bergetar.
"Papi bohong, papi pasti bohong"
"Papimu benar Di" ujar tante Fify lemah.
"Lalu dimana anak tante sekarang?"
"Dia sudah meninggal saat tante melahirkannya" jawab Fify tertunduk.
"Tante melihat sendiri? Atau tante dengar dari orang lain"
Fify terdiam, matanya kosong memandang kedepan
"Jangan usik lagi Di, tantemu memiliki trauma tentang masa lalunya" ucap Jeffrey pelan.
"Tapi Andrew bilang, ibunya orang Indonesia"
"Bisa saja ayahnya juga melakukan hal yang sama dengan perempuan lain. Yang pasti, tolong jauhi Andrew. Jauhi keluarga mereka. Kamu hanya akan mendapatkan penderitaan. Mereka bukan keluarga baik baik Di. Mereka keturunan mafia tiongkok. Kamu pernah bertemu dengan tantenya Regine? Dia lesbian! Kamu mau keturunan kamu nanti sehancur keluarga mereka?" Ujar papinya.
Diandra hanya menatap mereka semua silih berganti. Andrew tidak seperti yang kalian katakan. Dia baik, bahkan sangat baik. Aku pernah bersamanya dan ia sangat menjaga aku. Aku tidak sanggup melukainya lebih dalam lagi.
"Di, dengarkan papimu kali ini. Hubungan kalian belum jauh kan?" Tanya mami
"Maksud mami?"
"Apa kalian sudah..."
"Mami nggak percaya sama Di?" Tanya Diandra dengan emosi.
"Bukan begitu, maksud mami. Mami hanya tidak ingin kamu menderita nantinya. Lagi pula hubungan kalian baru enam bulanan kan. Pasti masih belum terlalu mengenal. Tolong Di, kali ini dengarkan mami. Kamu anak mami satu satunya. Menikahlah dengan pria baik baik yang berasal dari keluarga baik baik"
Diandra hanya menggeleng lemah. Apakah jalan itu sudah tertutup?
***
Andrew terduduk disisi tempat tidur. Kenapa ini terasa begitu menyakitkan? Kenapa pertemuan dengan mamanya berlangsung seperti ini? Ia diusir seperti penjahat, hanya karena ia anak dari papanya. Ia dituduh membalas dendam pada mereka melalui Diandra. Itu terlalu menyakitkan untuknya.
Mereka tidak tahu betapa Diandra adalah kebahagiaannya. Setelah sekian lama tidak pernah berani menjalin hubungan serius. Lalu kenapa cinta itu harus jatuh pada seorang Diandra? Kenapa harus pada perempuan Indonesia itu ia memupuk harapannya? Salahkah ia memilih? Seperti dulu papanya juga?
Flashback
Andrew tengah duduk diselasar rumah sakit. Menemani papa yang tengah berjemur. Cuaca cukup cerah untuk awal musim semi seperti ini.
"Bagaimana sekolahmu?"
"Baik, bulan depan kami akan ujian" jawab Andrew sambil mengutak atik kameranya. Tiba tiba matanya tertuju pada seorang perempuan yang tengah menyusui bayinya. Tak sadar ia tersenyum menatap perempuan itu.
"Kamu lihat apa?"
"Itu" jawab Andrew sambil menatap sepasang ibu dan anak dikejauhan. Ibunya sangat menyayangi anaknya"
Papanya tertawa miris.
"Kenapa mama tidak mencintaiku pa?" Tanya Andrew sambil menatap papanya.
Stephen menatap putranya dengan raut wajah sedih dan penuh penyesalan.
"Maaf, mamamu tidak mendampingimu karena papa"
"Bagaimana mama pa?"
"Maksud kamu?"
"Apa dia baik seperti ibu yang menyusui itu?"
Stephen menatap putra tunggalnya.
"Dia baik, sangat baik malah. Dia adalah mimpi dari setiap laki laki yang menginginkan hidup tenang"
"Kalau mama ada kita pasti akan mencintaimya"
"Dan sayangnya cinta kita tidak cukup untuk mengikatnya"
"Apa mama sudah bahagia sekarang?"
"Setahu papa sudah, mamamu punya hati seperti malaikat. Tidak sulit untuk mencintainya. Ia selalu memberi kebahagiaan untuk orang disekitarnya. Dan diapun pasti bahagia dengan orang orang yang mencintainya"
"Kecuali kita" jawab mereka bersamaan sambil tertawa.
Tapi Andrew tahu, bahwa tawa mereka adalah kesedihan yang dalam.
"Kenapa papa mencintai mama?"
"Karena mamamu memang layak untuk dicintai"
"Kenapa ia tidak mencintai aku?"
"Karena aku yang menjadi papamu. Dia sangat membenci papa"
"Kenapa?"
"Karena papa memaksanya untuk menghadirkan kamu dalam hidup kami. Papa mengira, dengan adanya kamu, ia akan mencintai kita. Dan menjadikan kita bagian dari hidupnya. Tapi papa salah. Ada cinta lain yang memilikinya. Dan itu jauh lebih besar dari cinta yang kita miliki"
Andrew terdiam saat melihat ada air menetes disudut mata papanya. Mengingat tentang mamanya hanya memberikan kesedihan pada mereka.
"Jangan pernah melakukan kesalahan seperti yang papa lakukan. Kelak carilah perempuan yang mencintaimu. Karena cintamu saja tidak akan pernah cukup untuk membuatnya berada disampingmu"
"Papa mencintai mama?"
"Sangat"
"Suatu saat kalau aku bertemu dengannya, aku akan bertanya kenapa ia meninggalkan kita"
"Sebaiknya jangan, karena kamu akan semakin terluka"
Andrew terdiam kembali. Ibu yang tadi menyusui anaknya, tampak sudah menyelesaikan tugasnya. Putranya sudah tertidur lelap dalam pelukan sang ibu. Pelukan ibu pasti terasa hangat saat cuaca dingin seperti ini.
***
Setengah berlari Diandra memasuki pelataran lobby hotel berbintang lima tersebut. Tanpa peduli dengan penampilan yang ala kadarnya. Juga tidak peduli pada orang orang yang menatapnya heran. Sesampai di resepsionis ia bertanya tentang keberadaan Andrew. Beruntung pria itu belum Check out.
Bergegas menuju lift, ia menaiki lantai tempat Andrew menginap. Kemudian mencari nomor kamar yang telah dihapal sebelumnya. Dengan tak sabar diketuknya pintu tersebut. Andrew sendiri yang membuka.
Tampilan Andrew tidak bisa dikatakan baik baik saja. Masih mengenakan kemeja batik yang semalam dipakainya. Wajahnya kusam dan rambutnya tampak berantakan. Segera Diandra menghambur kedalam pelukannya.
"Deedoo" bisiknya lemah.
Awalnya ia tidak membalas pelukan Diandra. Namun pada akhirnya ia memeluk kekasihnya erat.
"Kenapa kemari My Di?" Bisiknya.
"Aku khawatir sama kamu. Kamu nggak angkat telfonku. Aku khawarir sepanjang malam" tangis Diandra belum berhenti.
"Aku minta maaf, aku tidak tahu ponselku dimana. Aku akan baik baik saja" jawabnya pelan dengan nada suara bergetar.
Berkali kali ia mengecup puncak kepala Diandra. Dan memeluknya semakin erat.
"Kamu duduk disofa dulu. Biar aku tutup pintu" bisiknya kemudian.
Diandra menuruti perkataannya. Setelah mengunci pintu Andrew tidak duduk disampingnya. Melainkan membenahi lemari dan memasukkan pakaiannya ke sebuah koper.
"Kamu mau pergi?" Tanya Diandra
Andrew hanya mengangguk.
"Doo"
Ia tidak menjawab ataupun menoleh. Tetap meneruskan kegiatannya. Diandra menghampiri dan menarik kopernya.
"Kamu mau kemana?"
"Pulang Di, besok pagi aku harus bekerja" jawabnya pelan. Dengan nada yang sangat datar.
"Kamu membiarkanku sendiri disini?" Teriakku.
Ia menoleh, menatap kekasihnya lama! Kemudian kembali mendekat.
"Biarkan aku berpikir dulu Di. Aku tidak bisa berpikir jernih saat semuanya kacau seperti ini"
"Kamu nggak sayang sama aku?" Desak Diandra lagi.
"Aku sayang sama kamu. Terlalu sayang malah. Tapi ada banyak kebenaran dalam kalimat orangtuamu tadi malam. Aku bukan siapa siapa. Anak haram, berasal dari keluarga yang tidak jelas. Tanteku lesbian. Dan ayahku pemerkosa. Dan aku tidak akan sanggup membawamu lari dari mereka"
"Kamu akan pergi?"
"Aku akan menyelesaikan semua pekerjaanku Di. Karenanya aku bisa tetap bertahan hidup"
"Dan aku?"
Diraihnya wajah Diandra. Dibelainya pipi yang halus namun tampak pucat itu. Perlahan dikecupnya kening kekasihnya pelan. Diandra merasakan dua bulir air bening menetes dikedua belah pipinya.
"Aku tidak ingin kamu memilih. Ini akan menjadi lebih sulit dari yang kamu duga. Kamu sedang marah, kamu sedang emosi. Tenangkan pikiran kamu dulu. Kamu tahu kan dimana bisa menghubungi aku.
Kalau nanti kamu sudah siap, kamu bisa datang padaku"
"Aku sudah siap sekarang Doo"
Andrew tersenyum menatapku. Kemudian berkata dengan suara pelan.
"Bagaimana kalau papimu tiba tiba sakit, atau mamimu. Bagaimanapun mereka sangat terluka. Apa kamu siap tidak akan menemui mereka?"
Diandra terdiam, benar benar tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia datang menemui kekasihnya dengan harapan akan bersatu. Tapi ia salah. Sang kekasih sudah menyerah. Diandra marah padanya, pada semua orang yang ada didekatnya. Seolah mengerti dengan jalan pikiran Diandra, Andrew akhirnya berkata.
"Kalau kamu merasa bahwa aku membiarkan kamu disini. Kamu salah! Aku hanya ingin kita bisa berpikir jernih tentang apa yang akan kita putuskan. Aku tidak mau kamu menyesal disisa hidup kamu nanti. Kalau kamu memang merasa bahwa bersamaku adalah tujian hidup kamu. Datanglah. Aku akan selalu menunggu kamu my Di"
Diandra menatapnya tidak percaya.
"Kamu tidak mau memperjuangkan aku?"
Andrew menatapnya tajam.
"Kamu mau ikut aku? Tinggalkan semua sekarang. Termasuk kontrak kerja kamu. Aku akan membawa kamu jauh dari sini. Sekarang juga!"
Diandra tersentak.
"Kenapa semua sesulit ini doo?"
Andrew kembali memeluknya.
"Ada satu kebenaran Di. Aku bukan seperti yang mereka katakan. Aku tidak pernah berniat balas dendam atau apapun. Aku hanya mencintaimu. Aku bahkan tidak tahu kamu siapa. Mereka berbohong saat mengatakan kalau aku hanya memperalat kamu"
"Aku percaya kamu doo"
"Terima kasih Di"
Andrew mempererat pelukannya. Ia tidak yakin bahwa Diandra akan memilihnya. Sejarah itu terulang kembali. Dan jauh lebih menyakitkan daripada sebelumnya.
***
Happy reading
Maaf untuk.typo
21 juli 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top