Bagian Kedelapan

Banyak yang nanya, apa bimbim akan dilanjut? Jawabannya adalah YA.

Seluruh cerita saya akan saya selesaikan di Watty, agar kalian bisa baca. Tapi soal waktu, saya nggak bisa janji. Untuk menghindari banyak typo dan lainnya. Terutama kenyamanan kalian sebagai pembaca.

Sekedar info, setiap part biasanya terdiri lebih dari  1.500 kata. Nah kalau jumlah kata sudah nyampe, tangan saya pasti gatal pengen Up. Apalagi kalian udah nanya terus. Sayangnya sering kali belum sempat saya edit dengan benar, baik kesalahan penggunaan kata atau typo. Dan begitu kalian baca, maka timbullah protes berkali kali dan akhirnya  bikin saya tambah pusing.

Padahal untuk mengedit, seringkali saya harus membaca sampai 3 kali dengan konsentrasi penuh. Itupun kadang masih ada yang terlewat! Bayangkan ribetnya!

***

Mata Diandra terbuka lebar saat menatap sepasang anting mutiara yang juga bertabur berlian. Tidak percaya akan benda.yang  ada didepan matanya.  Ia menatap sertifikat dan juga kotak halus serta mewah tersebut. Matanya berkaca kaca saat meraih sesuatu yang kini berada didalamnya. Ia tahu, sepasang anting ini pasti sangat mahal harganya. Mungkin lebih mahal daripada penghasilan Andrew saat memotret raja Felipe kemarin.

Diandra kembali meletakkan benda tersebut ke dalam kotak. Saat ia melihat sebuah kertas kecil yang terlipat dibawah kain penutup. Dibukanya surat tersebut.

Dear Diandra

Hai.. selamat tahun baru. Semoga ditahun yang akan datang kamu diberi kesehatan, kebahagiaan dan umur yang panjang.

Maaf saya tidak bisa ke Jakarta. Saya menitipkan ini melalui salah seorang karyawan tante saya yang akan pulang ke Bandung. Saya akan menghabiskan malam tahun baru di Singapura. Wish you here.

Regards
Andrew Stephen Tan

Diandra menutup matanya. Seketika ada kebahagiaan yang membuncah. Kalimat yang sempat membuatnya sedih tadi ternyata ditujukan untuknya. Dan ini? Sepasang anting yang mewakili kehadiran Andrew dimalam tahun baru. Bolehkah ia berharap lebih sekarang?

Diraihnya ponsel yang terletak diatas bantal. Segera ditelfonnya Andrew. Sayang nomor pria itu sedang tidak aktif. Diandra memeluk kotak itu dengan erat.  Diambilnya anting tersebut kemudian segera dikenakannya. Membuat foto selfie lalu mengirimkan kepada sang pemberi hadiah. Diiringi kalimat Thank you Deedoo
.
.
.
Diandra dibantu beberapa asisten rumah tangga masih membereskan meja yang tadi penuh dengan kue kue serta camilan lainnya. Pesta malam tahun baru usai sudah. Sebagian staff sudah kembali ke rumah masing masing.

"Besok aja Di, nanti kamu sakit. Udah malam. Dingin diluar" teriak mami dari dalam.

"Nggak apa apa kok mi, nanggung" jawab Diandra. Ia memang tidak suka melihat sesuatu yang berantakan.

Saat melihat masih ada beberapa potong snack yang tersisa. Segera ia memerintahkan orang yang membantunya untuk membungkus dan dibawa pulang. Juga kelebihan makanan saat pesta barbeque tadi. Dirumahnya tidak akan ada yang makan.

Selesai semua, barulah Diandra memasuki kamarnya. Kembali matanya tertuju pada hadiah yang dikirimkan Andrew. Ting, ponselnya berdenting.

"Sudah tidur?" Tulis Andrew dalam pesannya.

Malas mengetik, Diandra segera menghubungi Pria itu melalui video. Terlihat diujung sana Andrew masih mengenakan sweater berwarna hitam. Menatapnya penuh senyum.

"Kamu belum tidur?" Tanya Andrew

"Belum, baru selesai beres beres. Selamat tahun baru?"

"Selamat tahun  baru juga. Aku tadi merayakan di apartemen aunty.  Dan sekarang sudah kembali ke hotel"

"Terima kasih ya, atas hadiah tahun barunya"

Andrew tersenyum sambil menatapnya.

"Kamu suka?" Tanyanya hati hati.

Diandra mengangguk. "Suka sekali, tapi itu pasti mahal"

"Jangan pikirkan tentang  harga. Yang penting kamu suka. Maaf saya tidak tahu hari ulang tahun kamu. Jadi saya memberi sekalian sebagai hadiah tahun baru"

"Aku malah belum sempat cari kado buat kamu"

Kali ini Andrew yang tertawa.

"Saya memberi hadiah bukan untuk dibalas dengan hadiah. Saya memberikannya untuk kamu karena...." Andrew terlihat terdiam kemudian menunduk

Diandra menunggu kelanjutan kalimat  itu dengan cemas.

"Karena apa?" Tanyanya akhirnya. Karena tak ada kalimat yang keluar dari bibir pria itu. Hanya ada tatapan intens pada Diandra.

"Tidak apa apa, saya merasa menyayangi kamu. Sudah lama, semenjak kita bertemu saat pemotretan. Bolehkan saya berharap hubungan kita akan berlanjut?" Ada harapan besar dalam nada suara Andrew.

Diandra terdiam, ia tak percaya kalau semua akan secepat ini. Tapi ia juga tak mungkin membohongi perasaannya terhadap pria asing itu.

Akhirnya ia mengangguk. Membuat Andrew tersenyum lega.

"Terima kasih, jawaban kamu membuat saya bisa tidur nyenyak malam ini"

"Ini sudah hampir pagi"

"Ya, dan hari pertama ditahun ini. Saya lewatkan bersama kamu"

Diandra hanya tertawa. "Sampai kapan di Singapura?"

"Sepertinya nanti sore"

Diandra menatapnya dengan penuh kecewa. Ia hanya mengangguk.

"Tapi jangan khawatir, saya akan terbang ke Jakarta. Bisakah kita bertemu besok pagi?" Tanya Andrew.

Seketika kesedihan itu lenyap dari wajah cantiknya. Digantikan senyum lebar dan dada yang berdegup kencang.

"Kamu bikin aku kesel tadi"

Andrew kembali tertawa.

"Saya hanya mau menggoda kamu. Terima kasih juga sudah memberi nama baru untuk saya. Saya suka nama itu. Deedoo"

Wajah Diandra memerah.

"Tidurlah sekarang my Di. Supaya kamu segar besok pagi"

Gadis itu hanya mengangguk. Lama mereka saling menatap. Sampai terdengar bisikan halus dari seberang sana.

"Sleep tight my Di"

***

Beberapa jam sebelumnya

Andrew memasuki apartemen auntynya. Ia sama sekali tidak mengira kalau mereka akan merayakan pergantian tahun disini. Hanya berdua dan tanpa pesta. Ia tahu kebiasaan adik satu satunya ayahnya tersebut. Rokok, club dan dunia malam adalah sahabatnya. Sifat Regine sangat jauh berbeda dengan ayahnya.

"Hai Aunty" sapa Andrew sembari mencium pipi sang tante. Kemudian menyerahkan hadiah yang telah lama disiapkannya.

"Hai, kenapa kamu memberi hadiah?"

"Sudah lama kita tidak bertemu. Saya lihat cantik dan sangat cocok untuk aunty"

Regine segera membuka kotak itu. Kemudian ia tersenyum lebar.

"Terima kasih banyak" ucapnya sambil memeluk Andrew dengan mata berkaca.

Regine terharu, dulu sekali, hanya Stephen yang sering memberinya hadiah. Setiap kali pergi jauh, kakaknya akan membawa sesuatu untuknya. Tapi semua tak pernah lagi. Entah tahu darimana, kebiasaan itu sekarang dilanjutkan oleh Andrew keponakannya. Hampir tiap kali bertemu, Andrew selalu memberinya hadiah kecil.

Setelah melepaskan pelukan mereka, Andrew kemudian melangkah mendekati bar. Ia mengambil sebotol martini dari lemari. Kemudian meraih dua buah gelas dan mengisinya dengan batu es.

"Kamu mau makan malam?" Tanya Regine saat Andrew menyerahkan gelasnya.

"Tidak, tadi sudah makan di hotel"

Regine hanya mengangguk. Ia menyerahkan setoples cemilan kacang almond dan mete.

"Ini, makanan favoritmu"

Andrew menerima sambil membuka tutupnya sambil tertawa

"Ini enak"

"Ya, saya membelinya ditempat biasa. Saya tahu kalau kamu sudah memakan itu. Kamu tidak akan bisa berhenti"

Andrew tertawa sambil menyenderkan kepalanya kebahu sang tante. Regine segera mengelus kepalanya. Bagi Andrew Regine adalah ibu sekaligus ayah. Dulu saat ia masih kecil, setiap bertemu tantenya. Ia akan meminta dibacakan cerita. Karena bosan mendengar suara ayahnya setiap hari.

Setelah sang ayah meninggal, Regine merangkap sebagai ayah, dan ibunya. Perwalian Andrew dipegang oleh tantenya. Segala urusan dengan Tan Corps diwakilkan oleh tantenya.  Regine masih mengingat segala kebiasaan dan kesukaan keponakannya. Karena tidak pernah menikah, Andrew adalah satu satunya harapan Regine dimasa tua.

Meski ia juga memiliki saudara lain ibu, tapi hubungan mereka tidaklah dekat. Nenek Andrew yang berkebangsaan Amerika, tidak diterima dilingkungan keluarga kakeknya yang memegang teguh tradisi. Dikeluarga mereka upacara keagamaan dan budaya berbaur menjadi satu. Dan semua wajib dikerjakan oleh para menantu.

Andrew masih menikmati belaian tangan sang tante, saat ia dikejutkan dnegan pertanyaan

"Who is she?" Tanya Regine padanya.

Ia hanya menggeleng dan meneruskan mengunyah kacang dari toples.

"Look at me" tanya Regine dengan nada tegas.

Andrew menggigit bibir bagian bawahnya. Sampai kemudian berkata.

"Dia seorang model, Indonesian"

Bibir tantenya menyungging senyuman.

"Apa kalian sudah punya komitmen?"

Andrew menggeleng, ia kembali menegakkan punggungnya. Menarik nafas dalam kemudian membuangnya dengan pelan.

"Kamu takut akan kutukan itu?"

"Saya hanya takut ditinggalkan saat saya masih mencintai. Seperti papa"

Regine meremas gelasnya.  Tidak ada kisah cinta yang berakhir bahagia di keluarga mereka. Semua berujung pada perpisahan. Kalaupun bersatu hanya berujung pada tangisan.

"Kamu belum mencoba. Dia adalah pribadi yang berbeda. Bagaimana tanggapanya selama ini?"

"Dia baik, sering memghubungi"

"Dan kamu selalu membayangkan dia?" Tanya Regine menggodanya.

"Ya, dia selalu mengikuti saya"

"Kamu sangat mencintainya?"

"Saya menyayanginya"

"Berjuanglah, keluarlah dari rasa takutmu"

"Apakah semua akan berakhir dengan baik aunty?"

"Saya tidak tahu, kamu belum mencoba"

"Saya takut ditolak"

"Kalau ditolak, kamu tinggal cari yang lain"

Jawaban Regine membuat keduanya tertawa. Dengan segera Andrew tahu, tantenya sangat kehilangan kekasihnya Lucille. Banyak hal yang tak perlu diungkapkan diantara mereka. Tapi masing masing mengerti kegundahan yang tersimpan dengan baik.

***

Diandra tengah berkutat di dapur dibantu para asisten. Membuat beberapa jenis kue kering dan Cake. Ia memang cukup ahli di dapur.  Ia ingin membawanya ke Jakarta nanti sore. Agar Andrew bisa mencixipi masakannya. Beruntung mami sedang keluar. Jadi tidak perlu ada godaan berkepanjangam yang harus didengar.

Sambil memasukkan kue yang sudah dingin ke toples, ia melirik jam dinding. Sebentar lagi ia akan pulang. Kemudian menunggu kedatangan Deedoo.  Mereka akan bertemu di apartemen milik Diandra. Maya masih cuti sampai minggu depan. Sementara Malia sedang berlibur ke tempat kekasihnya di Texas. Diandra merasa lebih bebas. Terutama dari godaan mereka berdua.

Tepat pukul tiga sore, semua selesai. Ia bergegas mandi dan berganti pakaian. Kemudian siap meluncur ke Jakarta. Diandra merasa bahagia. Terutama karena kejelasan status hubungan mereka. Meski masih dibayangi rasa cemas. Restu orang tuanya belum didapat. Dan itu takkan mudah.

Pertama Andrew adalah orang asing. Ia sendiri tidak tahu apa kewarganegaraan  pria itu. Jelas ini akan menjadi batu sandungan dalam hubungan mereka. Papinya sangat selektif dalam memilih menantu. Bisakah kekasihnya melewati itu semua?

Semoga mulai sekarang, Andrew bisa membuka diri padanya. Tidak lagi seperti dulu. Menjauh saat ia bertanya tentang kehidupan pribadinya. Diandra berusaha berkonsentrasi dalam menyetir. Meski pikirannya melayang jauh entah dimana.

***




Baca deedoo : diiduu yaaa... ingat pakai ejaan inggris😃😃😃

Happy reading

Maaf untuk typo

14 juli 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top