Bagian Ke Tujuh Belas
Kemarin, seharian saya berada di Puratos Baking Centre. Kami diajarin buat roti dari produk tersebut. Enaknya lagi, free!!! Kadang rejeki itu nggak selalu berupa uang.
Sf akan saya update kalau vote 750. No tawar ya.
🌷☘🌷☘🌷☘
Andrew menikmati suasana kota London sore itu. Banyak hal yang selalu dirindukannya dengan kota ini. Terutama kebersamaan dengan ayahnya. Menghabiskan banyak waktu disisa usia sang ayah. Juga masa masa saat mulai bersekolah di asrama.
Banyak teman dan sahabat yang selalu membuatnya ingin kembali kemari.
Harry adalah salah satunya. Pria setengah baya itu sebenarnya adalah sahabat ayahnya. Pria yang dikenalnya sejak kecil. Yang mengajarkannya juga teknik memotret ketika ia mulai mengenal kamera. Yang mengasah kemampuannya untuk menjadi lebih tajam. Dan akhirnya yang membuatnya bisa setenar sekarang.
Sore ini dia akan bertemu dengan Harry sang pemilik agen tempatnya bekerja. Mereka berjanji disebuah cafe. Ia memang belum ke kantor, karena masih sangat lelah setelah terbang selama puluhan jam. Memilih duduk dibagian luar seperti biasa. Memesan segelas kopi beserta kudapan kecil. Menatap orang yang berlalu lalang. Dan akhirnya menyadari, kalau seaungguhnya ia merindukan Diandra. Ia merasa kesepian sekarang.
Semalam ia memang tertidur nyenyak karena merasa terlalu letih. Tapi hari ini, ada sebuah perasaan dimana ia berharap Diandra disini. Menemaninya, menggandeng tangannya. Dan ia bisa mencurahkan seluruh perasaanya. Andrew menarik mafas dalam, ia masih bingung dengan langkah yang akan ia pilih selanjutnya.
Perpanjangan kontrak akan membuatnya mendekat atau malah menjauh dari Diandra. Ia tak ingin kehilangan pejerjaan. Sekaligus tak ingin kehilangan Diandra. Meski ancaman dari orangtua gadis itu sudah diterimanya. Keputusan mengenai pekerjaannya akan merubah masa depannya paling tidak dua tahun kedepan.
Lamunannya dikagetkan oleh kedatangan Harry. Mereka saling berpelukan dan menanyakan kabar. Setelah sama sama duduk dan membicarakan banyak hal ringan Andrew mulai dengan inti pertanyaannya.
"Harry, saya ingin berbicara mengenai kontrak kerja"
"Silahkan"
"Bisakah saya mendapatkan pekerjaan yang membuat saya menetap di sebuah kota dalam jangka waktu yang lama?"
Sejenak Harry terdiam, dan menatapnya dengan intensa.
"Ini bukan kamu, apa yang merubahmu"
"Saya lelah"
"Kamu jatuh cinta?" Tanya Harry mengabaikan jawabannya.
"Kenapa bertanya seperti itu?"
"Hanya orang jatuh cinta yang berkata seperti itu. Saya mengenal kamu sudah puluhan tahun. Sepanjang usia kamu mungkin. Dan baru kali ini kamu mengatakan lelah. Padahal selama ini kamu selalu menyukai perjalanan kamu. Ada apa?"
"Saya hanya ingin menetap disuatu tempat"
"Kamu bukan tipe orang seperti itu"
"Kali ini saya berubah" Andrew mencoba bertahan.
Harry menatapnya
"Untuk saat ini tidak ada pekerjaan yang membuat kamu bisa melakukan itu"
Andrew membuang pandangannya.
"Dimajalah atau sejenisnya?"
"Pembayaran mereka tidak akan sebaik sekarang"
Andrew berusaha menahan rasa kecewanya. Ya, biaya hidupnya cukup besar. Dan penghasilannya harus sebanding dengan pengeluarannya. Apalagi kalau kelak ia akan lebih serius dengan Diandra. Ia harus mampu membiayai kehidupan istrinya.
"Saya minta waktu untuk berpikir"
Harry kembali menatapnya.
"Jangan hancurkan mimpi kamu dengan alasan yang remeh"
Andrew hanya mengangguk. Ia tidak menemukan solusi kali ini. Harry sangat menggenggam logika. Tidak akan mudah takluk pada perasaan. Dulu Andrew juga begitu. Sebelum Diandra mengisi ruang kosong dalam hatinya.
***
Memasuki sebuah gedung yang cukup tua. Andrew menenteng seluruh peralatannya. Sebuah rumah mode ternama tengah melakukan pemotretan untuk ajang London Fashion Week. Dan Andrew bertugas untuk memotret mereka. Dari briefing terakhir ia memgetahui apa keinginan kliennya kali ini.
Model yang dipilih merupakan model papan atas. Yang sudah biasa ditemuinya dibeberapa ajang serupa. Andrew memberi senyum pada mereka juga menyapa satu persatu. Para asistenya sibuk mengatur semua peralatan. Sementara Andrew memilih membuka ponselnya sebentar.
Ia mencoba membuka media sosial sang kekasih. Tampak Diandra mengenakan gaun berwarna abu abu tengah duduk di pasir. Kepalanya ditutupi oleh topi pandan yang sangat lebar. Akhirnya ia hanya memberikan emoc love pada foto tersebut. Kemudian meletakkan ponselnya dan kembali bekerja.
Dihadapannya sudah berdiri lima orang model. Semua tampak cantik dengan ciri khas masing masing. Dengan ukuran tubuh yang standard. Mereka memulai pemotretan sesuai dengan konsep yang telah ditentukan. Para utusan rumah mode siap mendampingi dan akan langsung mengomentari jalannya pemotretan.
***
Diandra pov
Aku memasuki kamar hotel dengan tubuh lelah. Seharian berada di pantai bersama Malia dan Maya. Membuat aku ingin segera tidur. Hari ini aku melarikan diri ke Bali. Karena protes atas perjodohan yang dilakukan papi dengan Dennis.
Tiga hari yang lalu, papi mengatakan bahwa malam inj akan ada kunjungan keluarga Dennis ke Cipanas. Dan jelas aku menolak! Ngapain juga dijodoh jodohin? Memangnya aku tidak bisa cari jodoh sendiri gitu. Aku bisa, bahkan sudah dapat. Sayangnya mereka tidak setuju. Ya jelas itu bukan salahku kan?
Aku tahu Dennis pria yang baik. Tapi kalau aku tidak jatuh cinta padanya. Lalu salahku dimana? Keluarga besarku sudah terkena hasutan tante Inggrid dan om Jeffrey. Mereka ingin agar aku bisa cepat cepat menikah dengan Dennis. Dan inilah bentuk pemberontakanku. Aku tidak mau diatur soal jodoh. Memangnya mereka kira aku barang dagangan apa?
Ponsel Maya berkali kali berbunyi. Aku mendiamkannya saat tahu papilah yang menelfon. Itu adalah bentuk protesku dari kemarin. Aku tidak pernah menjawab panggilan mereka. Biar saja mereka panik. Biar saja aku dianggap anak anak. Aku tidak peduli.
Sambil tiduran aku membuka akun Whatsup. Ada emoc love dari Andrew pada fotoku. Aku tertawa. Segera kuhubungi dia.
***
"Kamu dimana?" Tanya Diandra
"Baru sampai rumah, kenapa Di?"
"Mau aku ambilkan minum?" Goda Diandra
"Mau, tapi aku maunya minum kamu boleh?"
Terdengar tawa renyah Diandra.
"Sini datang, aku bisa sekalian menjadi makan malam buat kamu"
"Jangan menggodaku. Aku akan menerkam kamu seperti harimau. Dan menghabisi kamu sampai tak bersisa"
"Harimau seperti kamu akan membuatku lebih menginginkan kamu. Aku rela dihabisi asal kamu suka" balas Diandra menantang kekasihnya.
Andrew akhirnya tertawa. Berbicara dengan Diandra membuat moodnya membaik. Ya, ia sangat lelah hari ini. Pekerjaannya tidak sesuai dengan harapan. Banyak hal yang diubah oleh pihak rumah mode secara tiba tiba. Membuatnya harus kembali mematangkan konsep. Hampir saja ia emosi. Dan kalau tidak ingat harus bekerja secara profesional. Ia sudah meninggalkan tempat pemotretan.
"Di"
"Ya"
"Bagaimana dengan kedua orang tua kamu?"
"Mereka baik baik saja"
"Mengenai hubungan kita!"
"Masih seperti yang dulu. Tidak setuju"
"Di"
"Ya"
"Aku nggak bisa dapat pekerjaan yang stay dalam waktu lama. Aku sudah berusaha bernegosiasi dengan Harry." ujar Andrew dengan nada sedih.
Diandra menghembus nafas panjang. Dadanya terasa membuncah karena bahagia. Tidak menyangka kalau Andrew akan mempertimbangkan permintaannya. Tapi disini ia juga tidak boleh egois. Tidak mungkin memaksa Andrew untuk merubah passionnya.
"Doo, aku nggak memaksa kok. Kan kalau bisa. Sebisanya kamu aja. Kalaupun seperti sekarang, kan bukan berarti kamu akan bekerja terus terusan sepanjang tahun"
"Kamu nggak marah?"
"Nggak lah. Doo"
"Ya my Di?"
Diandra terdiam sejenak. Ia masih bimbang dengan keadaan yang sebenarnya. Tapi ia juga tidak ingin menyimpan sendiri. Seperti saran Maya dan Malia. Bahwa ia harus melibatkan kekasihnya dalam mencaei jalan keluar. Akhirnya Diandra memutuskan untuk berbagi.
"Aku dalam masalah besar"
"Masalah apa?" Tanya Andrew heran.
"Keluargaku menginginkan agar aku menikah dengan Dennis. Orang yang kamu lihat mengobrol dengan aku waktu pernikahan Jennifer"
Andrew terdiam. Tiba tiba ia merasa sesak. Marah dan kecewa bercampur menjadi satu. Jujur ia takut kehilangan Diandra.
"Tanggapan kamu?" Tanyanya sambil menanti jawaban Diandra dengan cemas.
"Aku menolak"
"Kamu yakin? Mereka akan kecewa"
"Lalu, apa kamu tidak akan kecewa?" Tanya Diandra balik dengan kesal.
"Maaf Di, bagaimana kalau mereka terus memaksa"
"Menurut kamu?" Tantang Diandra.
"Aku ingin kamu menolak" ucap Andrew tegas. Aku akan menikahi kamu, disini!"
"Apa kamu tidak meminta ijin dari papi?"
"Mereka akan tetap menolakku. Aku tahu itu. Sekarang apa kamu mau menikah denganku?" Tanya Andrew serius.
Apakah harus secepat ini? Diandra belum berani menjawab pertanyaan Andrew yang tiba tiba. Menikah? Bermimpipun ia belum pernah.
"Boleh aku berpikir dulu, Doo?"
"Take your time" jawab Andrew. Ia juga tidak mungkin memaksa Diandra.
Akhirnya mereka memutuskan percakapan.
***
Malia dan Maya kembali ke villa setelah lewat tengah malam. Menemui Diandra yang tengah berada di dapur.
"Ngapain Di malam malam di dapur?"
"Bengong, mikirin papi gue yang lagi marah besar"
"Elo nyesel kemari?" Tanya Maya
"Lebih nyesel lagi kalau gue tetap mengikuti keinginan mereka. Gue cuma merasa bersalah. Terutama sama mami" nawab Diandra dengan lemah
Maya menghampirinya dan menarik kursi di dekat Diandra.
"Masalah ini akan ada terus kalau elo balik ke Jakarta. Dan nggak langsung nyelesaiin ke ortu elo. Mending lo ngomong terus terang Di"
"Mereka pasti marah. Dan maksa gue buat terima Dennis"
"Andrew gimana?" Tanya Malia.
"Ngajak gue kawin lari tadi"
Kedua sahabatnya itu melotot seketika.
"Jawaban elo?"
"Gue pikir pikir dulu. Meski ini berat. Tapi gue harus ambil keputusan"
"Gimana kalau orang tua nggak bisa nerima pernikahan kalian trus sakit waktu denger.
Secara elo tuh anak satu satunya Di"
"Gue bingung. Menurut elo berdua, Andrew tipe cowok gimana sih?"
Kedua sahabatnya saling bertukar pandang.
"Baik sih, tapi gimana sebenarnya ya kita nggak tahu"
Diandra menarik nafas panjang. Tidak tahu harus berkata apa lagi.
"Lo mau dengerin saran gue?" Tanya Malia
Diandra mengangguk.
"Lo pulang dan temuin orang tua lo di Cipanas. Habis itu ngomong soal penolakan lo atas perjodohan dengan Dimas. Syukur kalau mereka dengerin elo. Kalau enggak, baru lo buat rencana lain. Paling enggak lo udah kasih bayangan sama mereka tentang keputusan elo"
"Emang lo yakin sama Andrew Di? Maksud gue, yakin kalau dia bisa membahagiakan elo sekaligus memgjidupi elo nantinya"
***
Happy reading
Maaf untuk typo
26.07.19
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top